Bangun Sejuta Rumah, Pemerintah Terkendala Harga Tanah Mahal
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, pemerintah menghadapi beberapa kendala dalam mewujudkan program sejuta rumah sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu tantangan yang harus dihadapi yakni mahalnya harga tanah.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti mengatakan, jumlah tanah yang bisa dipakai untuk membangun sejuta rumah juga mulai menipis. Ia menambahkan ditambah Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) untuk perumahan belum terintegrasi.
"Harga tanah masih sangat mahal dan juga ketersediaan tanah sangat berkurang, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di perkotaan. Belum terintigarasinya PSU, serta masih rendahnya daya beli konsumen," ujarnya di Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Lanjut dia menjelaskan, realisasi KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah mencapai 500 ribu unit tahun lalu. Sementara pada 2017 sudah terealisasi 120 ribu unit.
Sebagai bentuk dukungan terhadap program sejuta rumah, Lana menyampaikan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai insentif. Kemudahan itu di antaranya dalam bentuk subsidi serta pembebasan pajak. "Fasilitas seperti subsidi, likuiditas untuk perumahan, pembebasan pengenaan pajak nilai atau PPN, rusunami, dan juga prasarana untuk rumah sederhana tapak," katanya.
Dia menambahkan, penciptaan lapangan kerja di sektor properti bisa didorong dengan adanya program sejuta rumah. Perannya ke Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) disebutkannya cukup besar hingga 20% secara persentase.
"Investor properti menyumbang sekitar 5%-20% dari PDB. BPS kuartal pertama, sektor properti 3,12%. Investasi properti meningkat terhadap PDB untuk bersama menjaga kontribusi nyata yang bisa memberikan kemajuan dan perkembangan sektor ini," pungkasnya.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti mengatakan, jumlah tanah yang bisa dipakai untuk membangun sejuta rumah juga mulai menipis. Ia menambahkan ditambah Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) untuk perumahan belum terintegrasi.
"Harga tanah masih sangat mahal dan juga ketersediaan tanah sangat berkurang, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di perkotaan. Belum terintigarasinya PSU, serta masih rendahnya daya beli konsumen," ujarnya di Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Lanjut dia menjelaskan, realisasi KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah mencapai 500 ribu unit tahun lalu. Sementara pada 2017 sudah terealisasi 120 ribu unit.
Sebagai bentuk dukungan terhadap program sejuta rumah, Lana menyampaikan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai insentif. Kemudahan itu di antaranya dalam bentuk subsidi serta pembebasan pajak. "Fasilitas seperti subsidi, likuiditas untuk perumahan, pembebasan pengenaan pajak nilai atau PPN, rusunami, dan juga prasarana untuk rumah sederhana tapak," katanya.
Dia menambahkan, penciptaan lapangan kerja di sektor properti bisa didorong dengan adanya program sejuta rumah. Perannya ke Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) disebutkannya cukup besar hingga 20% secara persentase.
"Investor properti menyumbang sekitar 5%-20% dari PDB. BPS kuartal pertama, sektor properti 3,12%. Investasi properti meningkat terhadap PDB untuk bersama menjaga kontribusi nyata yang bisa memberikan kemajuan dan perkembangan sektor ini," pungkasnya.
(akr)