Likuiditas Ketat, BRI Jaga Pertumbuhan Kredit Maksimal 14%
A
A
A
YOGYAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menargetkan untuk menjaga penyaluran kredit di level 12%-14% sepanjang 2017. Pertumbuhan ini hampir sama dengan 2016 sebesar 13,8% di angka Rp635,3 triliun, mengingat rasio likuiditas atau LDR perseroan yang kini sudah di level 92%.
Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan, target pertumbuhan kredit akan dijaga karena rasio likuiditas yang sudah ketat di level 92%. Angka rasio likuiditas ini diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun. Perseroan melihat tidak ada masalah berarti karena masih ada opsi penerbitan surat utang atau alternatif lainnya sebagai sumber likuiditas.
"Belum mengkhawatirkan. Kami bisa memperpanjang obligasi yang sudah jatuh tempo atau bisa dengan penerbitan berkelanjutan. Karena nanti bisa ditegur otoritas apabila LDR semakin tinggi," ujar dia usai MoU kerjasama dengan tujuh BUMN akhir pekan lalu di Yogyakarta.
Dia mengaku, masalah likuiditas yang ketat dihadapi semua perbankan saat ini. Namun secara fundamental ekonomi nasional masih tetap menjanjikan. Pendorong lainnya yakni BI 7 Days Repo atau suku bunga acuan yang tidak berubah cukup melegakan perbankan.
Faktor sentimen kebijakan AS juga dianggap turut memengaruhi perekonomian nasional. "Namun fundamental ekonomi kita masih membuat optimistis. Secara struktur ekonomi kita masih bagus," ujarnya.
Target lain yang akan dicapainya yaitu pertumbuhan sektor UMKM yang saat ini mengambil porsi penyaluran kredit 73%. Sedangkan penyaluran kredit korporasi hanya 27%. Komposisi ini ke depannya akan diubah menjadi 75% untuk segmen UMKM sedangkan korporasi menjadi 25%.
"BRI seperti kapal besar sehingga 'engine' bisnisnya tidak bisa diutak atik. Kami hanya melanjutkan apa yang sudah ada. BRI diminta pemerintah untuk fokus di UMKM dan mikro sehingga konsentrasinya bergeser jadi 75-25 dari sekarang 73-27. Kami akan fokus ke usaha kecil, kemudian maksimalkan 11 ribu outlet, dan juga SDM yang kita punya," ujarnya.
Sementara Presiden Direktur PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk Robby Loho mengatakan, dampak perlambatan kredit perbankan turut dirasakan bisnis reasuransi yang juga menjamin bisnis perbankan seperti asuransi kredit kendaraan bermotor, properti, hingga kargo.
"Penjaminan dari perbankan kini susah, karena kredit baru juga susah realisasinya. Banyak perusahaan asuransi stagnan atau profit turun, karena kredit baru perbankan sulit. Bank khawatir salurkan kredit nanti bisa gagal bayar," ujar Robby.
Pihaknya kini mengaku sangat sulit mendapatkan bisnis penjaminan kendaraan bermotor di segmen asuransi umum. Namun, masih bisa menjamin kredit untuk properti atau kargo.
Dia berharap, industri asuransi umum dan industri asuransi jiwa bisa tumbuh lebih maksimal sejalan dengan perbaikan ekonomi dunia dan efek positifnya terhadap ekonomi Indonesia.
"Pertumbuhan premi reasuransi umum lebih tinggi sekarang. Porsi di tahun lalu sebesar 35% untuk reasuransi umum dan 65% reasuransi jiwa. Namun tahun ini posisinya bisa 40%-60% untuk reasuransi umum dan jiwa," ujarnya.
Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan, target pertumbuhan kredit akan dijaga karena rasio likuiditas yang sudah ketat di level 92%. Angka rasio likuiditas ini diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun. Perseroan melihat tidak ada masalah berarti karena masih ada opsi penerbitan surat utang atau alternatif lainnya sebagai sumber likuiditas.
"Belum mengkhawatirkan. Kami bisa memperpanjang obligasi yang sudah jatuh tempo atau bisa dengan penerbitan berkelanjutan. Karena nanti bisa ditegur otoritas apabila LDR semakin tinggi," ujar dia usai MoU kerjasama dengan tujuh BUMN akhir pekan lalu di Yogyakarta.
Dia mengaku, masalah likuiditas yang ketat dihadapi semua perbankan saat ini. Namun secara fundamental ekonomi nasional masih tetap menjanjikan. Pendorong lainnya yakni BI 7 Days Repo atau suku bunga acuan yang tidak berubah cukup melegakan perbankan.
Faktor sentimen kebijakan AS juga dianggap turut memengaruhi perekonomian nasional. "Namun fundamental ekonomi kita masih membuat optimistis. Secara struktur ekonomi kita masih bagus," ujarnya.
Target lain yang akan dicapainya yaitu pertumbuhan sektor UMKM yang saat ini mengambil porsi penyaluran kredit 73%. Sedangkan penyaluran kredit korporasi hanya 27%. Komposisi ini ke depannya akan diubah menjadi 75% untuk segmen UMKM sedangkan korporasi menjadi 25%.
"BRI seperti kapal besar sehingga 'engine' bisnisnya tidak bisa diutak atik. Kami hanya melanjutkan apa yang sudah ada. BRI diminta pemerintah untuk fokus di UMKM dan mikro sehingga konsentrasinya bergeser jadi 75-25 dari sekarang 73-27. Kami akan fokus ke usaha kecil, kemudian maksimalkan 11 ribu outlet, dan juga SDM yang kita punya," ujarnya.
Sementara Presiden Direktur PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk Robby Loho mengatakan, dampak perlambatan kredit perbankan turut dirasakan bisnis reasuransi yang juga menjamin bisnis perbankan seperti asuransi kredit kendaraan bermotor, properti, hingga kargo.
"Penjaminan dari perbankan kini susah, karena kredit baru juga susah realisasinya. Banyak perusahaan asuransi stagnan atau profit turun, karena kredit baru perbankan sulit. Bank khawatir salurkan kredit nanti bisa gagal bayar," ujar Robby.
Pihaknya kini mengaku sangat sulit mendapatkan bisnis penjaminan kendaraan bermotor di segmen asuransi umum. Namun, masih bisa menjamin kredit untuk properti atau kargo.
Dia berharap, industri asuransi umum dan industri asuransi jiwa bisa tumbuh lebih maksimal sejalan dengan perbaikan ekonomi dunia dan efek positifnya terhadap ekonomi Indonesia.
"Pertumbuhan premi reasuransi umum lebih tinggi sekarang. Porsi di tahun lalu sebesar 35% untuk reasuransi umum dan 65% reasuransi jiwa. Namun tahun ini posisinya bisa 40%-60% untuk reasuransi umum dan jiwa," ujarnya.
(izz)