Indonesia Targetkan Produksi 10 Juta Ton Baja Tahun 2025
A
A
A
JAKARTA - Indonesia menargetkan untuk segera memiliki kapasitas baja yang besar dalam menuju negara mandiri dari impor baja. Hal ini diwujudkan dengan adanya klaster industri baja di Cilegon, Banten, yang akan memproduksi 10 juta ton baja pada tahun 2025.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, industri baja merupakan sektor prioritas yang tengah dikembangkan. Sektor ini sebagai mother of industry karena produknya merupakan bahan baku utama bagi kegiatan sektor industri lainnya.
"Untuk memenuhi kebutuhan baja kasar (crude steel) nasional yang saat ini sudah mencapai 14 juta ton, Indonesia masih harus melakukan impor sebesar 6 juta ton. Ini dikarenakan industri baja dalam negeri hanya mampu memproduksi 8 juta ton crude steel," ujarnya di Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Apabila terus dibiarkan tanpa adanya upaya peningkatan kapasitas produksi, maka defisit atas pasokan crude steel akan mencapai 8,9 juta pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 15,9 juta ton pada tahun 2025.
"Di sisi lain, adanya over supply baja dari China menyebabkan banjirnya produk baja impor sehingga mengancam keberlangsungan produsen baja dalam negeri," ungkap Airlangga. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian mendukung penuh program 10 juta ton kluster industri baja yang akan dibangun di Cilegon, Banten.
"Dengan adanya klaster 10 juta ton ini, nilai investasi mencapai USD4 miliar. Diharapkan memberikan multiplier effect melalui penciptaan lapangan pekerjaan, pemenuhan bahan baku industri dalam negeri, dan memberikan manfaat kepada perekonomian daerah Banten maupun perekonomian nasional," jelasnya.
Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk Mas Wigrantoro Roes Setyadi menyampaikan, KS dan perusahaan baja Korea, Posco telah bekerja sama membangun klaster untuk mendukung produksi hingga 10 juta ton baja di Cilegon Banten.
"Kawasan industri Krakatau Steel di Cilegon saat ini ditempati oleh industri baja terpadu, yakni PT KS dan PT Krakatau Posco, perusahaan patungan PT KS dan Posco," ujarnya.
Menurut dia, kawasan industri di Cilegon memiliki infrastruktur pendukung yang baik, seperti pembangkit energi, air baku industri dan pelabuhan curah terdalam di Indonesia.
Saat ini, kapasitas produksi PT KS digabungkan dengan PT Krakatau Posco telah mencapai 4,5 juta ton. Kapasitas tersebut akan segera meningkat dengan beroperasinya pabrik HSM#2 berkapasitas 1,5 juta ton pada akhir tahun 2019.
"Sehingga total akan mencapai 6 juta ton. Artinya, hanya perlu menambah 4 juta ton untuk mencapai proyek 10 juta ton dari klaster tersebut," papar Wigrantoro.
Wigrantoro melanjutkan, klaster baja Cilegon ini bakal menghasilkan baja gulungan untuk konstruksi, baja lembaran untuk peralatan rumah tangga, perkapalan, mobil, hingga baja lembaran berkualitas tinggi. "Kami berharap pula akan membawa kemajuan signifikan dalam produksi baja mandiri," tuturnya.
Wigrantoro menambahkan, konsumsi baja nasional pada tahun 2016 meningkat tajam sebesar 12,67 juta ton setelah mengalami penurunan di tahun 2015 yang hanya mencapai 11,37 juta ton. Pendirian klaster 10 juta ton baja yang akan selesai di 2025, siap menggantikan 70-80% baja impor.
CEO Posco Ohjoon Kwon mengatakan, klaster 10 juta ton baja dapat memberikan dampak terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 420.000 orang sekaligus mendorong produksi sebesar USD6,8 miliar dengan peningkatan PDB sekitar 0,4%.
"Posco telah memainkan peran penting dalam periode pertumbuhan ekonomi pesat di Korea dalam pengembangan industri berat dan industri manufaktur seperti automotif, perkapalan, dan perlengkapan elektronik rumah tangga. Dengan menggabungkan pengetahuan know-how secara maksimal yang menghasilkan sistem produksi 40 juta ton, kami pun siap berkontribusi untuk kemajuan industri di Indonesia," jelasnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, industri baja merupakan sektor prioritas yang tengah dikembangkan. Sektor ini sebagai mother of industry karena produknya merupakan bahan baku utama bagi kegiatan sektor industri lainnya.
"Untuk memenuhi kebutuhan baja kasar (crude steel) nasional yang saat ini sudah mencapai 14 juta ton, Indonesia masih harus melakukan impor sebesar 6 juta ton. Ini dikarenakan industri baja dalam negeri hanya mampu memproduksi 8 juta ton crude steel," ujarnya di Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Apabila terus dibiarkan tanpa adanya upaya peningkatan kapasitas produksi, maka defisit atas pasokan crude steel akan mencapai 8,9 juta pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 15,9 juta ton pada tahun 2025.
"Di sisi lain, adanya over supply baja dari China menyebabkan banjirnya produk baja impor sehingga mengancam keberlangsungan produsen baja dalam negeri," ungkap Airlangga. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian mendukung penuh program 10 juta ton kluster industri baja yang akan dibangun di Cilegon, Banten.
"Dengan adanya klaster 10 juta ton ini, nilai investasi mencapai USD4 miliar. Diharapkan memberikan multiplier effect melalui penciptaan lapangan pekerjaan, pemenuhan bahan baku industri dalam negeri, dan memberikan manfaat kepada perekonomian daerah Banten maupun perekonomian nasional," jelasnya.
Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk Mas Wigrantoro Roes Setyadi menyampaikan, KS dan perusahaan baja Korea, Posco telah bekerja sama membangun klaster untuk mendukung produksi hingga 10 juta ton baja di Cilegon Banten.
"Kawasan industri Krakatau Steel di Cilegon saat ini ditempati oleh industri baja terpadu, yakni PT KS dan PT Krakatau Posco, perusahaan patungan PT KS dan Posco," ujarnya.
Menurut dia, kawasan industri di Cilegon memiliki infrastruktur pendukung yang baik, seperti pembangkit energi, air baku industri dan pelabuhan curah terdalam di Indonesia.
Saat ini, kapasitas produksi PT KS digabungkan dengan PT Krakatau Posco telah mencapai 4,5 juta ton. Kapasitas tersebut akan segera meningkat dengan beroperasinya pabrik HSM#2 berkapasitas 1,5 juta ton pada akhir tahun 2019.
"Sehingga total akan mencapai 6 juta ton. Artinya, hanya perlu menambah 4 juta ton untuk mencapai proyek 10 juta ton dari klaster tersebut," papar Wigrantoro.
Wigrantoro melanjutkan, klaster baja Cilegon ini bakal menghasilkan baja gulungan untuk konstruksi, baja lembaran untuk peralatan rumah tangga, perkapalan, mobil, hingga baja lembaran berkualitas tinggi. "Kami berharap pula akan membawa kemajuan signifikan dalam produksi baja mandiri," tuturnya.
Wigrantoro menambahkan, konsumsi baja nasional pada tahun 2016 meningkat tajam sebesar 12,67 juta ton setelah mengalami penurunan di tahun 2015 yang hanya mencapai 11,37 juta ton. Pendirian klaster 10 juta ton baja yang akan selesai di 2025, siap menggantikan 70-80% baja impor.
CEO Posco Ohjoon Kwon mengatakan, klaster 10 juta ton baja dapat memberikan dampak terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 420.000 orang sekaligus mendorong produksi sebesar USD6,8 miliar dengan peningkatan PDB sekitar 0,4%.
"Posco telah memainkan peran penting dalam periode pertumbuhan ekonomi pesat di Korea dalam pengembangan industri berat dan industri manufaktur seperti automotif, perkapalan, dan perlengkapan elektronik rumah tangga. Dengan menggabungkan pengetahuan know-how secara maksimal yang menghasilkan sistem produksi 40 juta ton, kami pun siap berkontribusi untuk kemajuan industri di Indonesia," jelasnya.
(ven)