Tidak Ada Kejelasan Pasca Anev, Kebijakan KKP Dinilai Tidak Antisipatif
A
A
A
JAKARTA - Berakhirnya proses analisis dan evaluasi (Anev) kapal ikan buatan luar negeri yang dilakukan satuan tugas (satgas) illegal unreported and unregulated fishing (IUU Fishing) dianggap masih mengambang.
Pasalnya hingga saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah komando Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti belum memberi keputusan apapun pasca berakhirnya Anev.
Melihat hal tersebut, Anggota DPR RI, Ichsan Firdaus pun melihat pasca hasil Anev, KKP terlihat seperti membiarkan. Lebih tegas politikus Partai Golkar ini melihat kebijakan yang dibuat Menteri Susi tidak memiliki langkah antisipatif.
"Yang saya tahu pasca Anev mereka itu buat dua list, whitelist dan blacklist. Dengan begitu berarti kan yang whitelist tidak bermasalah. Lalu kenapa kemudian hal itu dipukul rata dengan pelaku yang masuk dalam catatan blacklist. Kalau larang jangan sekedar melarang, tapi harus ada antisipasinya," ujar Ichsan Firdaus di Jakarta, Senin (29/5/2017).
Artinya, Ichsan menyampaikan, seharusnya Menteri Susi ini membuka mana yang whitelist dan blacklist. Konsekuensi terhadap pelaku usaha yang masuk daftar whitelist ini boleh beroperasi lagi atau seperti apa.
"Kalau seperti ini kan hanya memberi ketidakpastian. Jadi secara keseluruhan saya melihat Susi punya kebijakan yang tidak menghitung peraturan yang diterbitkan," ucapnya.
Lebih juah, Ichsan menegaskan, jadi kebijakan kapal eks asing, pelarangan cantrang, pengambilan bibit lobster itu merupakan cermin kebijakan KKP yang tidak antisipatif terhadap dampak dari pelarangan. Oleh karena itu tidak heran bila para stakeholder saat ini merasa tidak punya kepastian untuk menjalankan usahanya di sektor perikanan.
Pasalnya hingga saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah komando Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti belum memberi keputusan apapun pasca berakhirnya Anev.
Melihat hal tersebut, Anggota DPR RI, Ichsan Firdaus pun melihat pasca hasil Anev, KKP terlihat seperti membiarkan. Lebih tegas politikus Partai Golkar ini melihat kebijakan yang dibuat Menteri Susi tidak memiliki langkah antisipatif.
"Yang saya tahu pasca Anev mereka itu buat dua list, whitelist dan blacklist. Dengan begitu berarti kan yang whitelist tidak bermasalah. Lalu kenapa kemudian hal itu dipukul rata dengan pelaku yang masuk dalam catatan blacklist. Kalau larang jangan sekedar melarang, tapi harus ada antisipasinya," ujar Ichsan Firdaus di Jakarta, Senin (29/5/2017).
Artinya, Ichsan menyampaikan, seharusnya Menteri Susi ini membuka mana yang whitelist dan blacklist. Konsekuensi terhadap pelaku usaha yang masuk daftar whitelist ini boleh beroperasi lagi atau seperti apa.
"Kalau seperti ini kan hanya memberi ketidakpastian. Jadi secara keseluruhan saya melihat Susi punya kebijakan yang tidak menghitung peraturan yang diterbitkan," ucapnya.
Lebih juah, Ichsan menegaskan, jadi kebijakan kapal eks asing, pelarangan cantrang, pengambilan bibit lobster itu merupakan cermin kebijakan KKP yang tidak antisipatif terhadap dampak dari pelarangan. Oleh karena itu tidak heran bila para stakeholder saat ini merasa tidak punya kepastian untuk menjalankan usahanya di sektor perikanan.
(ven)