Ekspor Meningkat, Stok Minyak Sawit Indonesia Menipis
A
A
A
JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan cadangan minyak sawit Indonesia saat ini menipis di bawah 1 juta ton. Kondisi ini disebabkan tidak imbangnya antara produksi dengan permintaan pasar global yang terus meningkat.
Direktur Eksekutif GAPKI Fadhil Hasan mengatakan, kinerja ekspor minyak kepala sawit Indonesia pada catur wulan pertama 2017 telah mencapai 10,7 juta ton. Angka ini meningkat sebesar 26% dibanding periode yang sama tahun lalu yang hanya 8,7 juta ton.
“Pada April ini, ekspor minyak sawit kembali naik 6% dibanding Maret, dari 2,53 juta ton menjadi 2,68 juta ton. Kenaikan ini mengikis stok minyak sawit Indonesia hingga tersisa 888.000 ton,” kata Fadhil Hasan di Hotel Ayana Midplaza Jakarta, Rabu (31/5/2017).
Peningkatan ekspor akibat tingginya permintaan pasar global menunjukkan bahwa kebutuhan minyak sawit tidak dapat dihindari meski beragam kampanye negatif terus didengungkan oleh sejumlah pihak. Misalnya resolusi yang dikeluarkan Parlemen Uni Eropa menuduh kelapa sawit sebagai penyebab utama deforestasi (penggundulan hutan). Resolusi menyarankan masyarakat dunia mengganti minyak sawit dengan minyak nabati lain, seperti minyak dari kedelai dan bunga matahari.
“Ini sangat ironis, nyatanya permintaan minyak sawit dari negara di Benua Biru malah meningkat. Pada bulan Maret permintaan dari Eropa mencapai 446.920 ton dan April naik menjadi 482.950 ton. Ini kan berarti meningkat sekitar 8%,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono menolak resolusi Parlemen Uni Eropa yang menuding bahwa kelapa sawit sebagai penyebab deforestasi hutan. Sebab, berdasarkan data Oil World dari 2012-2016, ekspansi lahan perkebunan kedelai mencapai 16,29 juta hektare. Adapun ekspansi perkebunan kelapa sawit hanya 3,1 juta hektare.
“Jadi, pilihannya jelas. Untuk memenuhi pertambahan kebutuhan konsumsi minyak nabati dunia dengan tetap menahan laju deforestasi, mengembangkan perkebunan kelapa sawit lebih baik dibandingkan dengan mengembangkan perkebunan kedelai atau tanaman minyak nabati lainnya,” katanya.
Direktur Eksekutif GAPKI Fadhil Hasan mengatakan, kinerja ekspor minyak kepala sawit Indonesia pada catur wulan pertama 2017 telah mencapai 10,7 juta ton. Angka ini meningkat sebesar 26% dibanding periode yang sama tahun lalu yang hanya 8,7 juta ton.
“Pada April ini, ekspor minyak sawit kembali naik 6% dibanding Maret, dari 2,53 juta ton menjadi 2,68 juta ton. Kenaikan ini mengikis stok minyak sawit Indonesia hingga tersisa 888.000 ton,” kata Fadhil Hasan di Hotel Ayana Midplaza Jakarta, Rabu (31/5/2017).
Peningkatan ekspor akibat tingginya permintaan pasar global menunjukkan bahwa kebutuhan minyak sawit tidak dapat dihindari meski beragam kampanye negatif terus didengungkan oleh sejumlah pihak. Misalnya resolusi yang dikeluarkan Parlemen Uni Eropa menuduh kelapa sawit sebagai penyebab utama deforestasi (penggundulan hutan). Resolusi menyarankan masyarakat dunia mengganti minyak sawit dengan minyak nabati lain, seperti minyak dari kedelai dan bunga matahari.
“Ini sangat ironis, nyatanya permintaan minyak sawit dari negara di Benua Biru malah meningkat. Pada bulan Maret permintaan dari Eropa mencapai 446.920 ton dan April naik menjadi 482.950 ton. Ini kan berarti meningkat sekitar 8%,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono menolak resolusi Parlemen Uni Eropa yang menuding bahwa kelapa sawit sebagai penyebab deforestasi hutan. Sebab, berdasarkan data Oil World dari 2012-2016, ekspansi lahan perkebunan kedelai mencapai 16,29 juta hektare. Adapun ekspansi perkebunan kelapa sawit hanya 3,1 juta hektare.
“Jadi, pilihannya jelas. Untuk memenuhi pertambahan kebutuhan konsumsi minyak nabati dunia dengan tetap menahan laju deforestasi, mengembangkan perkebunan kelapa sawit lebih baik dibandingkan dengan mengembangkan perkebunan kedelai atau tanaman minyak nabati lainnya,” katanya.
(dmd)