Bank Dunia Beri Rekomendasi Soal Industri Gas dan Holding Migas

Kamis, 01 Juni 2017 - 23:12 WIB
Bank Dunia Beri Rekomendasi...
Bank Dunia Beri Rekomendasi Soal Industri Gas dan Holding Migas
A A A
JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) baru saja merilis framework mengenai optimalisasi dan investasi infrastruktur gas di Indonesia. Salah satu hasil rekomendasi Bank Dunia kepada pemerintah yakni menyelesaikan segera proses akuisisi atau penggabungan perusahaan besar gas Indonesia yakni Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan Pertagas.

Hal ini mengingat, Indonesia butuh perusahaan gas yang besar dan kuat, agar bisa fokus mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Terdapat tujuh poin rekomendasi mengenai industri gas di tanah air. Di antaranya, Bank Dunia mengutarakan agar pemerintah segera membenahi kriteria seleksi investasi jaringan pipa.

Selain itu, Bank Dunia juga mengungkapkan agar pemerintah melakukan revisi struktur tarif dasar gas. "Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya saing dan memberi efisiensi," demikian kutipan dari studi Bank Dunia tersebut.

Adapun poin penting rekomendasi Bank Dunia lainnya adalah melakukan Rasionalisasi strategi FSRU dengan tujuan membangun lebih sedikit terminal besar. Serta, menyelesaikan proses merger alias penggabungan perusahaan besar PGN dengan Pertagas.

Khusus merger maupun akuisisi, Pengamat Energi dan Mineral Universitas Indonesia Berly Martawardaya mengatakan, semakin cepat pemerintah menyelesaikan penggabungan atau akuisisi Pertagas oleh PGN ini, akan banyak hal positinya.

"Misalnya, kalau yang namanya pembelian pipa itu dilakukan dua perusahaan dan pembangunan infrastrukturnya itu kan mahal. Berbeda dengan satu perusahaan yang terintegrasi. Jadi kalau double perusahaan yang membangun itu (PGN dan Pertagas) itu akan menelan biaya yang mahal dan tidak efektif," kata dia di Jakarta, Kamis (1/6/2017)

Lebih lanjut Berly menegaskan, pemerintah bisa memiliki perusahaan gas yang kuat jika proses merger segera dilaksanakan segera. "Ini juga untuk meminimalisir cost sih sebetulnya, jadi memang harus segera disatukan. Ribet juga kalau ada perusahaan atau investor yang akan bangun infrastruktur gas, terus urusannya ke dua perusahaan itu. Mahal sekali," imbuhnya.

Target mergernya pun harus diputuskan. Dijelaskan Berly, minimal paling lambat tahun depan, dan tahun 2017 ini persiapan untuk pembahasan dan penyelesaian. Sehingga tahun 2018, perusahaan yang merger sudah bisa beroperasi.

"Paling lambat tahun depan. Karena kan 2019 sudah tahun Pemilu ya. Takutnya nanti pemerintah enggak sempat bahas dan ini jadi terbengkalai lagi," pungkasnya.

Sayangnya laporan Bank Dunia tidak mengikutsertakan atau merekomendasikan pembentukan holding dari sisi BUMN sektor energi. Padahal, hal itu merupakan ambisi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Mengenai holding memang banyak ekonom yang berpandangan, selain menabrak aturan hukum ternyata holding tidak lazim dilakukan di dunia korporasi dan investasi. Sedangkan mengenai rencana PGN mengambil alih Pertagas sebenarnya sudah dikaji lama. Hal ini berawal dari keprihatinan Presiden atas harga gas di dalam negeri yang relatif mahal, terutama gas untuk industri.

Lantas Presiden memerintahkan agar Pertagas (anak usaha Pertamina) diambil alih oleh PGN. Bahkan sampai awal November 2015, skema PGN mengambil alih PGN masih hidup dan tercantum dalam Roadmap Sektor Energi Kementerian BUMN. Namun tiba-tiba Kementerian BUMN memunculkan skema induk BUMN energi yang tak lama kemudian berubah nama menjadi industri BUMN Migas (Holding Migas).
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8844 seconds (0.1#10.140)