Pertamina EP Cetak Laba Bersih Rp2,59 Triliun
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu migas, membukukan laba bersih USD192 juta atau setara Rp2,59 triliun (kurs Rp13.500) hingga akhir April 2017 atau sektiar 32% dari target laba bersih sepanjang 2017 sebesar USD596 juta.
Sedangkan pendapatan perusahaan hingga April tercatat USD802 juta atau 32% dari target tahun ini sebesar USD2.814 miliar.
“Kalau produksi tidak naik, kita harus makin giat efisiensi agar profit tetap bagus,” ujar Direktur Utama Pertamina EP Nanang Abdul Manaf kepada SINDOnews, Rabu (7/6/2017).
Menurut Nanang, efisiensi dilakukan terus. Biaya-biaya yang tidak langsung berhubungan dengan produksi dievaluasi. Tidak hanya itu, dari sisi operasional efisiensi dilakukan, salah satunya dengan melakukan renegosiasi kontrak dengan perusahaan jasa migas.
“Kami lakukan renegosiasi, biar sama-sama bangkit dari kondisi saat ini. Kegiatan itu kedepan akan terus dilakukan, biar profit terjaga karena produksi belum tercapai,” katanya.
Di antara sembilan anak usaha sektor hulu, Pertamina EP memberi kontribusi terbesar kepada induk usaha. Sepanjang 2016 misalnya, perusahaan mencatatkan laba bersih USD597,70 juta dengan pendapatan usaha USD2,49 miliar dan total aset USD7,302 miliar.
Raihan kinerja finansial perusahaan jauh lebih tinggi dibandingkan anak usaha hulu Pertamina lainnya, seperti PT Pertamina EP Cepu yang mencatatkan laba bersih USD222,68 juta atau pun PT Pertamina Hulu Energi yang membukukan laba bersih USD188,8 juta sepanjang 2016 dan PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi yang memperoleh laba bersih USD192,50 juta.
Hingga 29 Mei 2017, produksi minyak Pertamina EP mencapai 85 ribu barel per hari atau sekitar 94% dan gas 969 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 93% dari target sebesar 1.041 MMSCFD. Realisasi tersebut hampir mencapai target yang sudah dicanangkan, namun hasil beberapa pemboran di akhir 2016 belum menunjukkan hasil seperti proyeksi di awal.
“Kami masih mempunyai banyak potensi lain untuk dikembangkan dalam rangka mencapai target produksi nasional,” katanya.
Menurut Nanang, secara garis besar seluruh lapangan fluktuatif dengan kecenderungan stabil pada kisaran angka target produksi, saat ini yang sudah mencapai target adalah dari Pertamina EP Asset 4.
Untuk mencapai target produksi dan lifting sesuai dengan RKAP adalah dengan percepatan dan penambahan RK baik bor, workover maupun well intervention, serta peningkatan kualitas kandidat sumur maupun proses pelaksanaan pekerjaannya, kemudian melakukan percepatan proses PSE dan penyusunan POD sumur eksplorasi.
Hingga akhir Mei 2017, terdapat enam proyek pengembangan di wilayah kerja Pertamina EP antara lain Paku Gajah Development Project di Sumsel, Pondok Makmur Development Project di Bekasi, Matindok Gas Development Project di Sulawesi Tengah, Cikarang Tegal Pacing di Jawa Barat, Jawa Gas Development Project di Cepu, dan Jirak Phase-1 Development Project di Sumatra Selatan.
Nanang mengatakan seluruh proyek Pertamina masih on going dan sudah ada yang commisioning seperti di Matindok ditargetkan akhir Juni 2017 sudah full production dengan plan kapasitas 50 MMSCFD.
“Matindok sudah commisioning, bahkan pernah kami lakukan penjualan. Tapi karena ada yang belum sinkron, kami adakan perbaikan. Harapannya, pada 4 Juni kami mulai lagi 65 MMSCFD gross, nett-nya 55 MMSCFD,” katanya.
Narendra Widjajanto, Direktur Keuangan Pertamina EP, menambahkan Anggaran Biaya Investasi (ABI) perusahaan mengacu pada Rencana Kerja Anggaran Peursahaan (RKAP) 2017, per April 2017 sebesar USD114,28 juta atau 15% dari target USD778 juta.
“Sebagian besar dihabiskan untuk pemboran migas serta workover dan sisanya untuk maintenance fasilitas produksi perusahaan,” katanya.
Sedangkan pendapatan perusahaan hingga April tercatat USD802 juta atau 32% dari target tahun ini sebesar USD2.814 miliar.
“Kalau produksi tidak naik, kita harus makin giat efisiensi agar profit tetap bagus,” ujar Direktur Utama Pertamina EP Nanang Abdul Manaf kepada SINDOnews, Rabu (7/6/2017).
Menurut Nanang, efisiensi dilakukan terus. Biaya-biaya yang tidak langsung berhubungan dengan produksi dievaluasi. Tidak hanya itu, dari sisi operasional efisiensi dilakukan, salah satunya dengan melakukan renegosiasi kontrak dengan perusahaan jasa migas.
“Kami lakukan renegosiasi, biar sama-sama bangkit dari kondisi saat ini. Kegiatan itu kedepan akan terus dilakukan, biar profit terjaga karena produksi belum tercapai,” katanya.
Di antara sembilan anak usaha sektor hulu, Pertamina EP memberi kontribusi terbesar kepada induk usaha. Sepanjang 2016 misalnya, perusahaan mencatatkan laba bersih USD597,70 juta dengan pendapatan usaha USD2,49 miliar dan total aset USD7,302 miliar.
Raihan kinerja finansial perusahaan jauh lebih tinggi dibandingkan anak usaha hulu Pertamina lainnya, seperti PT Pertamina EP Cepu yang mencatatkan laba bersih USD222,68 juta atau pun PT Pertamina Hulu Energi yang membukukan laba bersih USD188,8 juta sepanjang 2016 dan PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi yang memperoleh laba bersih USD192,50 juta.
Hingga 29 Mei 2017, produksi minyak Pertamina EP mencapai 85 ribu barel per hari atau sekitar 94% dan gas 969 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 93% dari target sebesar 1.041 MMSCFD. Realisasi tersebut hampir mencapai target yang sudah dicanangkan, namun hasil beberapa pemboran di akhir 2016 belum menunjukkan hasil seperti proyeksi di awal.
“Kami masih mempunyai banyak potensi lain untuk dikembangkan dalam rangka mencapai target produksi nasional,” katanya.
Menurut Nanang, secara garis besar seluruh lapangan fluktuatif dengan kecenderungan stabil pada kisaran angka target produksi, saat ini yang sudah mencapai target adalah dari Pertamina EP Asset 4.
Untuk mencapai target produksi dan lifting sesuai dengan RKAP adalah dengan percepatan dan penambahan RK baik bor, workover maupun well intervention, serta peningkatan kualitas kandidat sumur maupun proses pelaksanaan pekerjaannya, kemudian melakukan percepatan proses PSE dan penyusunan POD sumur eksplorasi.
Hingga akhir Mei 2017, terdapat enam proyek pengembangan di wilayah kerja Pertamina EP antara lain Paku Gajah Development Project di Sumsel, Pondok Makmur Development Project di Bekasi, Matindok Gas Development Project di Sulawesi Tengah, Cikarang Tegal Pacing di Jawa Barat, Jawa Gas Development Project di Cepu, dan Jirak Phase-1 Development Project di Sumatra Selatan.
Nanang mengatakan seluruh proyek Pertamina masih on going dan sudah ada yang commisioning seperti di Matindok ditargetkan akhir Juni 2017 sudah full production dengan plan kapasitas 50 MMSCFD.
“Matindok sudah commisioning, bahkan pernah kami lakukan penjualan. Tapi karena ada yang belum sinkron, kami adakan perbaikan. Harapannya, pada 4 Juni kami mulai lagi 65 MMSCFD gross, nett-nya 55 MMSCFD,” katanya.
Narendra Widjajanto, Direktur Keuangan Pertamina EP, menambahkan Anggaran Biaya Investasi (ABI) perusahaan mengacu pada Rencana Kerja Anggaran Peursahaan (RKAP) 2017, per April 2017 sebesar USD114,28 juta atau 15% dari target USD778 juta.
“Sebagian besar dihabiskan untuk pemboran migas serta workover dan sisanya untuk maintenance fasilitas produksi perusahaan,” katanya.
(ven)