Pekerja Pelabuhan RI Kecam Operator Global Hutchison dan ICTSI

Senin, 12 Juni 2017 - 19:21 WIB
Pekerja Pelabuhan RI Kecam Operator Global Hutchison dan ICTSI
Pekerja Pelabuhan RI Kecam Operator Global Hutchison dan ICTSI
A A A
JAKARTA - Ratusan anggota Federasi Pekerja sektor Pelabuhan dan Transportasi Indonesia mengecam keras aksi kesewenangan terhadap karyawan yang dilakukan operator global asal Hong Kong Hutchison dan Filipina ICTSI.

Kecaman disampaikan saat aksi unjuk rasa di depan pos 9, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kampanye "Justice4DockWorkers" diadakan di seluruh dunia oleh Federasi Pekerja Transportasi International (ITF) beserta afiliasinya termasuk Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) dan Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI).

Kedua federasi menyoroti banyak pelanggaran yang dilakukan kedua operator global baik Huthison maupun ICTSI selama beroperasi di Tanjung Priok. Ketua FBTPI Ilhamsyah menyatakan ICTSI Filipina lewat partner lokal Olah Jasa Andal (OJA) telah terbukti merampas hak-hak pekerja.

ICTSI dan OJA enggan menyelesaikan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), padahal PKB penting agar aturan main jelas antara pengusaha dan pekerja. Dia juga mengutuk ICTSI dan OJA yang tidak membayar upah lembur pekerja sejak Oktober 2011 sampai Februari 2015, padahal sudah ada penetapan dari Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Jakarta Utara.

"Seharusnya sebagai perusahaan publik yang taat aturan, ICTSI dan OJA harus menjunjung tata kelola perusahaan yang baik," kata Ilhamsyah dalam rilisnya, Jakarta, Senin (12/6/2017).

Sekretaris Jendral FPPI Nova Sofyan Hakim menyoroti arogansi Hutchison yang tetap memperpanjang pengelolaan aset nasional, JICT, walau tanpa alas hukum dan merugikan negara seperti yang tercantum dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hutchison memperpanjang pengelolaan terminal petikemas terbesar RI, JICT dengan investasi yang murah karena harganya lebih rendah dari pembelian awal di tahun 1999. Padahal, Hutchison telah mengeruk untung besar selama 16 tahun beroperasi di JICT. Tercatat pendapatan JICT rata-rata pertahun mencapai Rp2 triliun sampai Rp3 triliun.

Meski belum ada rekomendasi jelas dari pemerintah, namun termin perpanjangan uang sewa JICT tetap dijalankan direksi. Untuk itu pihaknya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menelisik kasus JICT karena diduga perbuatan kejahatan korupsi, pidana pajak dan kejahatan korporasi telah terpenuhi.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6960 seconds (0.1#10.140)