Divestasi 51% Saham Tambang Disebut Mengancam Investasi

Kamis, 15 Juni 2017 - 17:58 WIB
Divestasi 51% Saham Tambang Disebut Mengancam Investasi
Divestasi 51% Saham Tambang Disebut Mengancam Investasi
A A A
JAKARTA - Kebijakan divestasi tambang hingga 51% yang diamanatkan UU No.4/2009 dinilai dapat menimbulkan citra negatif dalam iklim investasi di Indonesia. Bahkan, memunculkan pertanyaan, untuk siapa sebenarnya divestasi saham tersebut. Untuk itu, pemerintah diminta mencermati kembali dengan seksama dalam menjalankan kebijakan tersebut.

“Bila pemerintah memaksa untuk menjalankan kebijakan divestasi ini, maka sudah dapat dipastikan anggaran pendapatan negara akan terkuras. Berdasarkan data investasi di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) investor dalam negeri saat ini, masih belum mampu menggantikan investor dari luar,” kata peneliti Natural Resource Governance Institute Emanuel Bria dalam siaran persnya, Kamis (15/6/2017).

Karena itu, menurutnya kebijakan divestasi akan memicu kecenderungan perilaku investor dalam negeri untuk berhutang dari pemain asing (kredit luar negeri), atau menjual aset di sektor lain miliknya untuk membeli saham, sehingga akibatnya mengurangi investasi di sektor lainnya.

Terang dia kebijakan divestasi saham 51% tersebut sangat berisiko. “Bila pemerintah memaksa untuk membelinya dengan menggunakan dana APBN, pasti ada sektor lain yang harus dikorbankan, padahal sekarang saja pembiayaan dari APBN mengalami defisit artinya tidak mencukupi untuk menjalankan pembangunan,” jelasnya.

Sebaiknya pemerintah, ungkap Emanuel lebih mementingkan pembangunan rumah sakit dan infrastruktur yang membutuhkan dana sebesar 1.843 triliun rupiah hingga tahun 2025, ketimbang berinvestasi di sektor tambang yang tergolong beresiko tinggi dan terbuka terhadap investor yang sudah siap menanggung resiko di dalamnya.

“Pengalaman di berbagai negara dan juga di Indonesia menunjukan bahwa kebijakan divestasi ini tidak mendatangkan keuntungan yang maksimal buat negara dan rakyat banyak. Jika pemerintah ingin mendapatkan manfaat secara maksimal bisa fokus pada renegosiasi tarif royalti dan pajak serta pembukaan lapangan kerja," ungkapnya.

Pemerintah terang dia bisa fokus dalam renegoisasi kontrak seperti penerapan pajak tinggi, pembukaan lapangan kerja dan pembangunan smelter sehingga perusahaan tersebut memahami apa yang menjadi prioritas pemerintah.

Menurut Emanuel, ada beberapa rekomendasi yang diberikan kepada pemerintah yakni, pertama fokus pada perpajakan yang tinggi, stabil dan menarik investasi. Kedua, mencari cara yang lebih “prudent” untuk menilai saham yang tidak menghambat investasi. Ketiga, memastikan penjualan saham transparan untuk mencegah korupsi.

Sedangkan rekomendasi yang terakhir, gunakan APBN untuk membangun infrastruktur dan rumah sakit, bukan untuk membeli saham tambang. “Jangan sampai kebijakan divestasi ini mengancam investasi masa depan,” jelasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7643 seconds (0.1#10.140)