Bahas Permasalahan Pelabuhan, FPPI Gelar Rapat Akbar
A
A
A
JAKARTA - Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) menggelar rapat akbar terkait permasalahan penyelamatan aset nasional, isu outsorcing dan penegakan keadilan bagi pekerja di Gelanggang Olah Raga Jakarta Utara, Selasa (20/6). Acara tersebut dihadiri Ketua Umum FPPI Rieke Diah Pitaloka, perwakilan Kementrian Tenaga Kerja dan Ketua Komite Nasional Aparatur Sipil Negara (KN ASN) Maryani.
Selain itu, ribuan anggota FPPI juga meramaikan acara tersebut. Rieke mengatakan, rapat akbar ini semacam bentuk refleksi terbuka atas pengelolaan aset nasional yang tidak sesuai konstitusi dan Undang-Undang serta maraknya ketidakadilan bagi pekerja pelabuhan di Indonesia termasuk maraknya praktik outsourcing yang menyalahi aturan.
"Ini sesungguhnya sebuah kritik secara terbuka terhadap manajemen Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Meskipun sudah 2 Dirut Pelindo ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), namun masih saja ada yang seenaknya mengangkangi hukum di Indonesia," ujar Rieke dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (20/6/2017).
Alasan FPPI mengkritisi manajemen Pelindo terutama Pelindo II, terang dia karena pelanggaran aturan dan indikasi korupsi masih kerap terjadi. Akhirnya lanjut dia, hak-hak pekerja sebagai ujung tombak jasa pelayanan pelabuhan tidak dipenuhi bahkan ada yang di-PHK. "Saya kira ini turut membentuk pesimisme kami terhadap pengelolaan pelabuhan di Indonesia. Selamanya rakyat pekerja yang akan dikorbankan," kata Rieke.
Selain itu, sambung dia, kasus-kasus pelabuhan yang belum selesai seperti perpanjangan TPK Koja, Global Bond dan Kalibaru, akan segera diusut tuntas seiring dengan akan selesainya laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal ketiga hal tersebut.
Selain rapat akbar, FPPI juga mengadakan zikir bersama dan santunan kepada 100 anak yatim di Jakarta Utara. "Saya optimis kasus Koja, Global Bond dan Kalibaru akan dituntaskan karena audit BPKnya akan segera keluar," tegas dia.
Selain itu, ribuan anggota FPPI juga meramaikan acara tersebut. Rieke mengatakan, rapat akbar ini semacam bentuk refleksi terbuka atas pengelolaan aset nasional yang tidak sesuai konstitusi dan Undang-Undang serta maraknya ketidakadilan bagi pekerja pelabuhan di Indonesia termasuk maraknya praktik outsourcing yang menyalahi aturan.
"Ini sesungguhnya sebuah kritik secara terbuka terhadap manajemen Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Meskipun sudah 2 Dirut Pelindo ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), namun masih saja ada yang seenaknya mengangkangi hukum di Indonesia," ujar Rieke dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (20/6/2017).
Alasan FPPI mengkritisi manajemen Pelindo terutama Pelindo II, terang dia karena pelanggaran aturan dan indikasi korupsi masih kerap terjadi. Akhirnya lanjut dia, hak-hak pekerja sebagai ujung tombak jasa pelayanan pelabuhan tidak dipenuhi bahkan ada yang di-PHK. "Saya kira ini turut membentuk pesimisme kami terhadap pengelolaan pelabuhan di Indonesia. Selamanya rakyat pekerja yang akan dikorbankan," kata Rieke.
Selain itu, sambung dia, kasus-kasus pelabuhan yang belum selesai seperti perpanjangan TPK Koja, Global Bond dan Kalibaru, akan segera diusut tuntas seiring dengan akan selesainya laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal ketiga hal tersebut.
Selain rapat akbar, FPPI juga mengadakan zikir bersama dan santunan kepada 100 anak yatim di Jakarta Utara. "Saya optimis kasus Koja, Global Bond dan Kalibaru akan dituntaskan karena audit BPKnya akan segera keluar," tegas dia.
(akr)