Agus Cahyadi, Pencipta 25 Paten Manufaktur Perikanan
A
A
A
JAKARTA - Jika ada orang yang melekatkan stigma PNS itu malas, kerja hanya untuk mendapat uang pensiun ke diri Agus Cahyadi maka itu salah besar. Kepala Bidang Riset Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan ini beda dari PNS biasa. Dia dikenal sebagai pencipta 25 paten teknologi tepat guna di bidang perikanan.
Acah, begitu panggilan akrabnya, awalnya menjadi TKI di Jepang. Selama 10 tahun dia bekerja di perusahaan riset dan pengembangan bidang LED di negeri sakura itu. Setelah merasa sudah cukup makan asam garam di negeri orang, si Tukang Insinyur ini akhirnya mudik ke Indonesia.
Ayahanda Agus sebetulnya insinyur juga di PT Dirgantara. Silsilah keluarganya juga enterpreneur. Ibunya mempunyai butik yang terkenal di mancanegara, sementara keluarganya lain memilih dunia pertekstilan. Sementara istrinya pun berwiraswasta menggeluti peternakan ayam. Namun alumnus S1 dan S2 IPB ini pun enggan berjaya di dunia penerbangan.
Dia memilih perikanan pun karena ada sisi enterprenuer yang bisa dia geluti. Menurut dia, segala hal tentang perikanan bisa dan mudah dijual. Bahkan limbah ikan dan udang pun laku dijual dengan cara dibakar untuk jadi karbon di Jepang. “Dulu saya memilih perikanan pun lihat pasarnya dulu. Tidak hanya passion di perikanan tapi karena competitor di dunia perikanan juga masih kecil, kebutuhan besar dan harga jual produknya tinggi," katanya.
Dia menjadi PNS sejak 2006. Sementara rentetan patennya muncul sejak 2002. Acah mengaku senang ketika ditempatkan di daerah sebab dia bisa langsung berinteraksi dengan nelayan dan dinas setempat untuk menciptakan kebutuhan yang mempunyai daya pasar tinggi. Misalnya saja dia menciptakan kantung polibag untuk rumput laut yang saat ini sudah terjual 45.000 unit.
Dia juga menciptakan alat pancing gurita bergelombang infrasonic. Alat ini tidak menggunakan umpan dan berbaterei tahan lama sehingga bisa melindungi kerusakan terumbu karang. Alat ini sudah terjual 7.000 unit. Acah juga menciptakan mesin Aerator Dua Lapis (ADL). Mesin ini cocok digunakan di keramba jaring apung yang bisa mengurangi kematian ikan hingga 700 % yang diakibatkan oleh kekurangan oksigen.
Mesin ini bisa menyedot udara luar ke dalam air dijaring apung. Dalam waktu dekat, kata dia, Acah ingin mengembangkan alat tangkap ramah lingkungan yang menggunakan lampu LED. "Kan ada peraturan tidak boleh pakai cantrang. Kami mau alihkan persoalan alat tangkap ramah lingkungan dengan jaring berLED," terangnya.
Atas prestasinya ini Acah setiap tahun masuk dalam jejeran 100 inovator ternama yang disatukan dalam buku Business Innovation Center. Lalu sebagai penghargaan si penyuka sushi ini mengabdi dan menciptakan inovasi selama 10 tahun dia juga akan diberi penghargaan di acara satu dekade inovasi anak muda yang diadakan Kemenristek Dikti.
Dalam memasarkan inovasinya, pria kelahiran Bandung ini tidak bisa menggunakan media online. Sebab pasar yang dituju ialah nelayan yang pasti tidak sempat bersurfing di dunia maya. Contohnya ketika dia mau menjual LED Ikan seharga Rp8,5 juta per unit. Acah mulai berdagang pada tengah malam. Mesinnya langsung dicoba on the spot untuk menarik minat nelayan.
''Ini bisnis tengah malah. LED ikan ini mengeluarkan spektrum warna yang menarik minat ikan-ikan kecil untuk dimakan ikan besar. Nelayan langsung liat tangkapannya lalu tertarik membeli,'' ujarnya yang sampai saat ini sudah berhasil menjual 100 unit LED Ikan.
Acah mengaku tidak mau menerima modal besar dari investor. Dia lebih baik membina usaha kecil menengah (UKM). Ayah empat anak ini mengaku semua inovasinya tidak menggunakan anggaran negara karena dia memaksimalkan UKM binaanya. Ada tiga UKM di Cibinong, Bogor dan Citeureup yang dia pakai untuk membuat LED ikan.
Acah, begitu panggilan akrabnya, awalnya menjadi TKI di Jepang. Selama 10 tahun dia bekerja di perusahaan riset dan pengembangan bidang LED di negeri sakura itu. Setelah merasa sudah cukup makan asam garam di negeri orang, si Tukang Insinyur ini akhirnya mudik ke Indonesia.
Ayahanda Agus sebetulnya insinyur juga di PT Dirgantara. Silsilah keluarganya juga enterpreneur. Ibunya mempunyai butik yang terkenal di mancanegara, sementara keluarganya lain memilih dunia pertekstilan. Sementara istrinya pun berwiraswasta menggeluti peternakan ayam. Namun alumnus S1 dan S2 IPB ini pun enggan berjaya di dunia penerbangan.
Dia memilih perikanan pun karena ada sisi enterprenuer yang bisa dia geluti. Menurut dia, segala hal tentang perikanan bisa dan mudah dijual. Bahkan limbah ikan dan udang pun laku dijual dengan cara dibakar untuk jadi karbon di Jepang. “Dulu saya memilih perikanan pun lihat pasarnya dulu. Tidak hanya passion di perikanan tapi karena competitor di dunia perikanan juga masih kecil, kebutuhan besar dan harga jual produknya tinggi," katanya.
Dia menjadi PNS sejak 2006. Sementara rentetan patennya muncul sejak 2002. Acah mengaku senang ketika ditempatkan di daerah sebab dia bisa langsung berinteraksi dengan nelayan dan dinas setempat untuk menciptakan kebutuhan yang mempunyai daya pasar tinggi. Misalnya saja dia menciptakan kantung polibag untuk rumput laut yang saat ini sudah terjual 45.000 unit.
Dia juga menciptakan alat pancing gurita bergelombang infrasonic. Alat ini tidak menggunakan umpan dan berbaterei tahan lama sehingga bisa melindungi kerusakan terumbu karang. Alat ini sudah terjual 7.000 unit. Acah juga menciptakan mesin Aerator Dua Lapis (ADL). Mesin ini cocok digunakan di keramba jaring apung yang bisa mengurangi kematian ikan hingga 700 % yang diakibatkan oleh kekurangan oksigen.
Mesin ini bisa menyedot udara luar ke dalam air dijaring apung. Dalam waktu dekat, kata dia, Acah ingin mengembangkan alat tangkap ramah lingkungan yang menggunakan lampu LED. "Kan ada peraturan tidak boleh pakai cantrang. Kami mau alihkan persoalan alat tangkap ramah lingkungan dengan jaring berLED," terangnya.
Atas prestasinya ini Acah setiap tahun masuk dalam jejeran 100 inovator ternama yang disatukan dalam buku Business Innovation Center. Lalu sebagai penghargaan si penyuka sushi ini mengabdi dan menciptakan inovasi selama 10 tahun dia juga akan diberi penghargaan di acara satu dekade inovasi anak muda yang diadakan Kemenristek Dikti.
Dalam memasarkan inovasinya, pria kelahiran Bandung ini tidak bisa menggunakan media online. Sebab pasar yang dituju ialah nelayan yang pasti tidak sempat bersurfing di dunia maya. Contohnya ketika dia mau menjual LED Ikan seharga Rp8,5 juta per unit. Acah mulai berdagang pada tengah malam. Mesinnya langsung dicoba on the spot untuk menarik minat nelayan.
''Ini bisnis tengah malah. LED ikan ini mengeluarkan spektrum warna yang menarik minat ikan-ikan kecil untuk dimakan ikan besar. Nelayan langsung liat tangkapannya lalu tertarik membeli,'' ujarnya yang sampai saat ini sudah berhasil menjual 100 unit LED Ikan.
Acah mengaku tidak mau menerima modal besar dari investor. Dia lebih baik membina usaha kecil menengah (UKM). Ayah empat anak ini mengaku semua inovasinya tidak menggunakan anggaran negara karena dia memaksimalkan UKM binaanya. Ada tiga UKM di Cibinong, Bogor dan Citeureup yang dia pakai untuk membuat LED ikan.
(akr)