Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan, Susi Tak Mau Diintervensi Jokowi

Sabtu, 15 Juli 2017 - 14:29 WIB
Tenggelamkan Kapal Pencuri...
Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan, Susi Tak Mau Diintervensi Jokowi
A A A
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku untuk sementara waktu tak mau diintervensi bahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kebijakannnya menenggelamkan kapal yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal unreported unregulated/IUU fishing) di laut Indonesia. Sejak awal menggaungkan kebijakan tersebut, Susi meminta Jokowi untuk mendukung penuh langkahnya tersebut.

Hal itu disampaikan Susi di depan ratusan alumni Universitas Indonesia (UI) dalam acara Halal Bihalal Ikatan Alumni UI (Iluni) di Jakarta. Dia menceritakan Presiden Jokowi mengajaknya bergabung dalam Kabinet Kerja dengan misi membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia dan mewujudkan laut sebagai masa depan bangsa.

"Mewujudkan poros maritim dunia, dengan populasi 250 juta dan apa yang saya lihat selama 33 tahun saya kerjakan pekerjaan sebagai eksportir ikan, itu adalah satu hal yang saya pikir sebuah mimpi dan ambisi yang secara geografis sangat realistis," ujarnya di Gedung Mina Bahari III KKP, Jakarta, Sabtu (15/7/2017).

Sayang, lanjut dia, kondisi di Indonesia memupuskan mimpi tersebut. Meskipun laut Indonesia merupakan nomor 2 terluas di dunia, namun neraca perdagangan perikanan Tanah Air justru sangat kecil.

"Dari sensus ternyata 2003 ke 2013 jumlah rumah tangga nelayan berkurang dari 1,6 juta jadi 800 ribu saja. 115 eksportir pengolahan ikan yang tutup. Ekspor kita juga cuma no 3. Dari sisi angka impor juga luar biasa tinggi," ungkapnya.

Akhirnya, Susi mulai memahami, bahwa di Indonesia telah terjadi praktik penangkapan ikan secara ilegal. Sayang, dia masih belum mengetahui seberapa masif praktik IUU fishing tersebut.

Dia pun mulai mendata jumlah kapal yang memiliki izin tangkap di laut Indonesia. Dari penelusuran tersebut, muncullah angka 1.300 kapal yang memiliki izin resmi. "Jadi akhirnya saya mulai dari mana harus mengawali," paparnya.

Susi pun meminta izin kepada Presiden Jokowi untuk menegakkan aturan agar praktik IUU fishing dapat dihentikan. Dia juga melihat celah dalam Undang-undang (UU) Nomor 45 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa pemerintah boleh menenggelamkan kapal yang tidak ada izin.

"Saya bilang, kalau diperbolehkan saya akan tegakkan aturan dan membuat ini berhenti. Tapi Bapak (Presiden) harus dukung saya sepenuhnya, dan untuk sementara saya tidak mau diintervensi. Dan, saya belajar kita punya UU 45/2009 bahwa kita boleh tenggelamkan kapal yang tidak izin," beber Susi.

Akhirnya, Presiden Jokowi pun mendukung langkah Menteri Susi dan memerintahkan untuk penenggelaman kapal.

Adapun sebelum melaksanakan aksinya tersebut, Susi terlebih dahulu membuat beberapa peraturan menteri (permen) sebagai penguat jika sewaktu-waktu timbul protes dari pihak yang menolak kebijakan tersebut.

"Saya harus buat Permen untuk menjaga. Ya kita mau buat sesuatu yang beri detterence effect besar. Saya buat Permen moratorium kapal asing, larangan transhipment, dan disciplinary untuk PNS," ujarnya.

Setelah itu, Susi langsung memanggil enam duta besar dari negara yang terlibat IUU fishing, yakni Malaysia, China, Thailand, Vietnam, Australia, dan FIlipina. Dia meminta dukungan para duta besar tersebut untuk memerangi IUU Fishing. Tak lupa, menteri yang terkenal dengan gaya nyentriknya juga mengundang pengusaha perikanan guna mensosialisasikan kebijakan tersebut.

"Saya bilang, pesta selesai. Kita maju ke depan, saya tidak akan mencari siapa salah siapa benar. Saya akan lakukan amunisi nasional and from now stop. Kalau Anda tidak puas silakan upaya hukum, gagalkan saya jadi menteri. Tapi kalau anda respect please listen and do what i say," katanya.

"Dan, ternyata luar negeri juga mengerti bahwa kita negara berdaulat dan harus dihormati. Dari situlah kita berawal. Alhamdulillah detterence effect muncul meskipun belum 100% berhasil, karena stok ikan sudah jauh berkurang di seluruh dunia," tandas Susi.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1895 seconds (0.1#10.140)