Wacana Pemindahan Ibu Kota Negara

Minggu, 16 Juli 2017 - 10:39 WIB
Wacana Pemindahan Ibu...
Wacana Pemindahan Ibu Kota Negara
A A A
PEMERINTAH kembali mencuatkan wacana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke daerah. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) saat ini tengah mengkaji rencana pemindahan ibu kota negara tersebut.

Sejumlah nama daerah mencuat ke permukaan, sebut saja Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Palembang (Sumatera Selatan), Balikpapan (Kalimantan Timur), Jonggol (Bogor), Karawang (Jawa Barat). Mereka disebut-sebut siap menjadi pusat pemerintahan.

Presiden RI pertama Soekarno pernah menyampaikan gagasan tentang pemindahan ibu kota ke Palangkaraya. Kota ini dibangun pada 1957 melalui UU Darurat No 10/1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah dari hutan belantara yang dibuka melalui Desa Pahandut di tepi Sungai Kahayan.

Kota Palangkaraya sendiri memiliki luas 2.678,51 Km persegi, jauh lebih luas dari Jakarta yang hanya 661,52 km persegi. Secara geografis, posisi kota ini berada di tengah Indonesia. Selain itu, Palangkaraya tidak berada pada lingkar tektonik sehingga aman dari bencana gempa bumi, banjir dan tanah longsor.

Kota lain yang disebut-sebut cocok adalah Palembang. Sejumlah sejarawan dan pakar pernah melemparkan isu pemindahan ibu kota Indonesia ke Palembang. Di mana wilayah tersebut pernah menjadi bagian dari kerajaaan besar Sriwijaya.

Nama kota lain yang baru mencuat adalah Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menyatakan, wilayahnya siap menjadi ibu kota Indonesia. Dia menyebutkan, Provinsi Kaltim memiliki fasilitas terlengkap. Tidak hanya memiliki Bandara Internasional di Kota Balikpapan, tapi juga Pelabuhan Internasional Kariangau. Selain itu, pembangunan jalan tol akan segera rampung.

Selain tiga kota di luar Pulau Jawa, daerah lain yang sempat diwacanakan adalah Jonggol. Pada era Presiden RI kedua Soeharto, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pernah sebagai lokasi alternatif ibu kota. Ratusan hektare lahan di kawasan ini pernah dibebaskan sejumlah pengembang.

Jonggol dianggap sebagai pilihan paling rasional. Jika dilihat dari lokasi yang cukup strategis sebagai pusat pemerintahan. Jaraknya yang hanya 60 kilometer dari Jakarta membuat Jonggol mudah dijangkau. Jonggol juga memiliki lahan kosong yang relatif luas hingga 30.000 hektare. Sementara Istana Bogor dinilai lebih representatif dari Istana Negara dari sisi keamanan, kenyamanan dan bebas banjir.

Kota berikutnya Karawang. Wilayah penghasil beras itu juga masuk dalam daftar pemindahan ibu kota negara. Di sana pembangunan industri berkembang pesat. Banyak pabrik-pabrik berskala multinasional berdiri. Selain itu, lokasinya juga tidak terlalu jauh dari Jakarta.

Terkait wacana pemindahan ibu kota negara ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui akun Twitternya memberikan komentar. "Wacana pemindahan Ibu Kota masih dalam tahap kajian. Perlu kalkulasi matang agar benar-benar bermanfaat - Jkw," tulis Jokowi, dalam akun Twitter @Jokowi.

Dalam beberapa kesempatan Presiden Jokowi mengatakan, nanti pada waktunya akan diumumkan secara resmi.

Namun yang menjadi bahan pertimbangan adalah lahan yang akan dijadikan ibu kota 100% harus milik negara. Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemindahan ibu kota harus memperhitungkan ketersediaan lahan. Jika lahan sudah 100% milik negara, maka pemerintah tidak perlu melakukan pembebasan lahan.

"Nanti persisnya di mana, tentunya lihat ketersediaan lahan yang sudah 100% dikuasai oleh pemerintah. Jadi enggak perlu pembebasan tanah lagi," ujarnya, dalam Musrenbangnas 2017 di Hotel Bidakara Jakarta.

Bambang menekankan, dengan kepemilikan lahan 100%, maka pemerintah tak perlu mengeluarkan anggaran besar untuk pembebasan lahan. "Pokoknya daerah yang punya lahan sudah 100% dikuasai negara, tanpa perlu pemerintah mengeluarkan uang," imbuhnya.

Dia menjelaskan pemindahan ini tidak semata memindahkan ibu kota. Namun, pusat pemerintahan juga akan berpindah dari DKI Jakarta ke ibu kota baru tersebut. "Ini kan masih kita kaji, pokoknya yang pasti kalau ada keinginan memindahkan pusat pemerintah jadi tidak semata-mata ibu kota," katanya.

Kementerian PPN/Bappenas sendiri telah meminta anggaran kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp7 miliar untuk membuat kajian komperhensif mengenai pemindahan ibu kota negara ini.

Namun hingga berita ini diturunkan, surat permintaan anggaran tersebut belum mendapat tanggapan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Untuk itu, Bambang mengatakan pihaknya akan terus melakukan kajian meskipun surat dari kementeriannya belum direspons.

“Kita sudah kirim surat ke sana, nanti saja kita lihat. Pokoknya kajian tetap jalan, akan lebih baik jika ada tambahan anggaran,” kata Bambang di Jakarta, Jumat (14/7/2017).

Nantinya, lanjut dia, dana senilai Rp7 miliar tersebut akan digunakan untuk melihat semua aspek di kota pilihan hingga Ibu Kota bisa berdiri di sana. Saat ini, Kalimantan diyakini memiliki kemungkinan untuk dijadikan ibu kota baru.

Sebelumnya, Bambang berjanji rencana pemindahan ibu kota negara tidak akan memberatkan APBN (anggaran pendapatan belanja negara). Pasalnya, untuk rencana tersebut membutuhkan dana dan upaya besar soal pembebasan lahannya.

Pemerintah akan berusaha pembahasannya selesai hingga akhir tahun ini. Sehingga, pada 2018 sudah dimulai persiapan untuk menyusun konsep pusat administrasi pemerintah baru.

"Sekarang masih dalam tahap pengkajian, termasuk berapa kebutuhan pembiayaan dan bagaimana skema pembiayaan. Artinya, kalaupun kita ingin memindahkan kota administrasi, tidak dengan memberatkan APBN," jelasnya.

Bambang mengatakan, pemerintah akan melibatkan sektor swasta untuk ikut membiayai rencana ini. Sehingga, biaya yang akan dikeluarkan dari APBN bisa ditekan ke minimum pengeluaran.

"Ya enggak usah insentif (ke swasta) masa tanah enggak mau? Kita justru hanya mencari lokasi dimana, kepemilikan tanah sudah ada di tangan pemerintah. Jadi kita tidak akan melakukan kebijakan ini, kalau pemerintah harus membeli tanah atau mengganti rugi," terangnya.

Selain itu, pemerintah juga akan mengajak DPR untuk mendiskusikan lebih lanjut mengenai rencana tersebut, karena pihaknya membutuhkan sistem hukum yang kuat. "Pasti kita duduk bersama DPR, harus ada produk hukumnya. Nanti dikaji lebih lanjut," tandasnya.

Kriteria Ibu Kota Negara

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah hingga saat ini masih mencari berbagai alternatif untuk pemindahan ibu kota negara. Pemerintah belum mengambil keputusan dan masih membahas dengan melakukan berbagai macam studi untuk melihat beberapa kota yang berpotensi dijadikan ibu kota negara.

"Kita masih mencari alternatif-alternatif. Kita baru menentukan studi temasuk ketersediaan lahan. Karena (daerah) itu akan jadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Harus cukup luas, ratusan ribu hektare," ujarnya di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (7/7/2017).

Saat ini, pihaknya masih memiliki tiga alternatif daerah yang dijajaki dan dipertimbangkan agar sesuai kebutuhan kriteria sebuah ibu kota. "Tempatnya sudah ada tiga alternatif. Itu sudah kita lihat dua kawasan. Tempat pastinya belum bisa kami ungkapkan, tapi nanti dilihat dulu dari segi topografi, dan saya melihat di sana dari segi kelayakan, macam-macam lah," imbuhnya.

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, beberapa kriteria yang dibutuhkan suatu kota sehingga bisa menjadi pusat pemerintahan.

Syarat pertama, kata Bambang, kota tersebut harus memiliki kondisi alam yang stabil, dengan artian, potensi akan terjadinya bencana alam, sangat minim atau kecil. "Jadi yang pertama, kemungkinan bencana alam kecil, meskipun kita tahu, bencana alam itu kan kehendak Yang Maha Kuasa," ujarnya.

Kedua, adanya ketersediaan tanah yang sepenuhnya dikuasai negara dan tidak ada campur tangan dari pihak tertentu atas kepemilikan tanah tersebut. "Artinya free and clear agar tidak ada proses pembebasan tanah lagi serta tidak menimbulkan cost lagi," kata Bambang.

Selain itu, kota yang akan dipilih merupakan kota di luar Pulau Jawa agar ekonomi wilayah-wilayah luar Jawa bisa berkembang. Sehingga, pusat bisnis dan keuangan tidak hanya berputar di Jawa.

"Pusat pemerintahan yang baru ini, akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Termasuk di sekitar wilayahnya. Karena mau tidak mau, pusat kota itu akan menjadi magnet atau daya tarik baru, orang jadi mau ke sana untuk melakukan kegiatan, apapun itu. Kotanya saya belum bisa bilang, pokoknya di luar Jawa," tegas Bambang.

Di sisi lain, Country Manager Rumah.com, Wasudewan mengungkapkan, ongkos pemidahan ibu kota negara tidak mudah. “Ongkos pemindahan ibu kota tentu tidak sedikit. Oleh sebab itu, Jonggol dan Karawang yang berjarak kurang dari 100 km dari pusat Jakarta bisa jadi alternatif yang pas. Pilihan lain yang layak dipertimbangkan oleh pemerintah adalah Palembang yang sarana maupun tingkat pendapatan per kapitanya sudah cukup baik,” imbuhnya.

Wasudewan menuturkan pemindahan ibu kota suatu negara bukanlah hal baru. Namun, bila ini terjadi, Indonesia akan jadi negara pertama yang melakukannya di era digital. Selain fasilitas fisik, ketersediaan infrastruktur digital juga menjadi hal mutlak. Jangan lupa, pemerintah pun mengarah pada e-Government. “Isu yang sedang menghangat ini juga bisa menimbulkan aksi ambil untung dari para spekulan tanah dan lahan," katanya.

Pemerintah khususnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus mampu mencegah permainan spekulan tanah. Pemindahan ibu kota sama artinya dengan memberi peluang untuk harga tanah itu naik, karena jika semua kantor administrasi bakal pindah ke ibu kota baru tersebut pasti akan ada ribuan keluarga yang butuh tempat tinggal.

“Ini akan jadi satu ruang investasi baru yang sangat besar karena luasan lahan yang dibutuhkan juga sangat besar. Karena itu, isu utama seputar properti yang harus diantisipasi terkait wacana pemindahan ibu kota ini adalah spekulan tanah. Sehingga kebutuhan akan transparansi data properti baik lahan maupun rumah sangatlah penting,” pungkas Wasudewan.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4993 seconds (0.1#10.140)