Otoritas Pajak Diminta Hanya Buka Rekening Nasabah WNA
A
A
A
JAKARTA - Ekonom sekaligus Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani meminta Direktorat Jenderal Pajak tidak memeriksa seluruh rekening nasabah perbankan yang ada di Indonesia.
(Baca Juga: Ditjen Pajak Boleh Intip Data Nasabah sejak 16 Tahun Lalu)
Seharusnya, otoritas pajak hanya membuka data rekening nasabah berkewarganegaraan asing (WNA). Dia mengungkapkan, urgensi dari terbitnya Perppu No 1 tahun 2017 tentang Keterbukaan Informasi Keuangan untuk Keperluan Perpajakan ini terkait kesepakatan pemerintah dengan negara anggota G20 untuk bertukar informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI).
Karena itu, seharusnya pemerintah hanya membuka data nasabah yang berasal dari luar negeri. "Pada dasarnya yang urgent adalah keterkaitan dengan AEOI, karena 30 Juni 2017 wajib dilakukan. Sehingga urgent-nya adalah untuk WNA yang ada di Indonesia sesuai komitmen di G20. Jangan sampai kita dianggap negara yang failed to commit," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Mantan Komisaris PT Bank Mandiri (Persero) Tbk ini memperingatkan pemerintah untuk berhati-hati, jika pemerintah tetap keukeuh untuk mengintip rekening nasabah domestik. Pasalnya, belum lama ini masyarakat di Tanah Air sudah cukup diresahkan dengan kebijakan sunset policy dan pengampunan pajak (tax amnesty).
"Jadi, kita harus hati-hati. Karena baru saja kita melakukan sunset policy dan tax amnesty. Jangan sampai saldo rekening ini membuat masyarakat panik. Apalagi sosialisasi pendek," imbuh dia.
Menurutnya, keterbukaan informasi keuangan ini akan menjadi dampak negatif jika masyarakat memiliki kekhawatiran yang besar dan kemudian memutuskan untuk memindahkan dananya dari Indonesia.
"Karena, dianggapnya yang saldo Rp1 miliar itu yang akan dicek. Karena masyarakat panik, jangan sampai menjadi negatif. Dan sebagian orang memindahkan dananya di negara lain, karena negara lain komitmennya masih pakai syarat," ujarnya.
(Baca Juga: Ditjen Pajak Boleh Intip Data Nasabah sejak 16 Tahun Lalu)
Seharusnya, otoritas pajak hanya membuka data rekening nasabah berkewarganegaraan asing (WNA). Dia mengungkapkan, urgensi dari terbitnya Perppu No 1 tahun 2017 tentang Keterbukaan Informasi Keuangan untuk Keperluan Perpajakan ini terkait kesepakatan pemerintah dengan negara anggota G20 untuk bertukar informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI).
Karena itu, seharusnya pemerintah hanya membuka data nasabah yang berasal dari luar negeri. "Pada dasarnya yang urgent adalah keterkaitan dengan AEOI, karena 30 Juni 2017 wajib dilakukan. Sehingga urgent-nya adalah untuk WNA yang ada di Indonesia sesuai komitmen di G20. Jangan sampai kita dianggap negara yang failed to commit," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Mantan Komisaris PT Bank Mandiri (Persero) Tbk ini memperingatkan pemerintah untuk berhati-hati, jika pemerintah tetap keukeuh untuk mengintip rekening nasabah domestik. Pasalnya, belum lama ini masyarakat di Tanah Air sudah cukup diresahkan dengan kebijakan sunset policy dan pengampunan pajak (tax amnesty).
"Jadi, kita harus hati-hati. Karena baru saja kita melakukan sunset policy dan tax amnesty. Jangan sampai saldo rekening ini membuat masyarakat panik. Apalagi sosialisasi pendek," imbuh dia.
Menurutnya, keterbukaan informasi keuangan ini akan menjadi dampak negatif jika masyarakat memiliki kekhawatiran yang besar dan kemudian memutuskan untuk memindahkan dananya dari Indonesia.
"Karena, dianggapnya yang saldo Rp1 miliar itu yang akan dicek. Karena masyarakat panik, jangan sampai menjadi negatif. Dan sebagian orang memindahkan dananya di negara lain, karena negara lain komitmennya masih pakai syarat," ujarnya.
(izz)