Dunia Usaha Butuh Kondisi Politik yang Tidak Gaduh
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna, akhir pekan lalu, telah mensahkan Undang-undang Pemilu. Dengan disahkannya UU Pemilu, otomatis Komisi Pemilihan Umum akan memulai tahapan Pemilu serentak tahun 2018. Tidak bisa dipungkiri, Pemilu serentak akan menimbulkan keriuhan atas berbagai kepentingan politik di Indonesia.
Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan dinamika politik tersbeut tidak menciptakan kegaduhan yang bisa berdampak negatif terhadap dunia usaha. “Di tengah kondisi ekonomi global dan nasional yang belum stabil, sangat dibutuhkan kondisi politik yang aman dan memberi rasa nyaman bagi pelaku usaha, pasar, dan investor,” ujarnya kepada SINDOnews, Senin (31/7/2017).
Sarman lantas meminta pemerintah untuk menjaga kondisi politik tetap stabil, seiring dengan mulai tumbuhnya perekonomian nasional. Seperti diketahui pertumbuhan ekonomi kuartal I 2017 mencapai 5,01%, lebih tinggi dari pencapaian kuartal I 2016 sebesar 4,92%.
Pemerintah sendiri optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi di kuartal II akan semakin membaik, dengan indikator makroekonomi, seperti inflasi, transaksi berjalan, cadangan devisa, kemiskinan melambat, gini rasio membaik, dan pengangguran yang berkurang.
Selain menjaga kestabilan politik, Sarman juga meminta pemerintah membuat terobosan guna meningkatkan kembali daya beli masyarakat. Purchasing power alias daya beli bisa terjadi dengan penyediaan lapangan kerja baru yang lebih banyak.
“Kami ingin pemerintah membuat kebijakan investasi yang pro bisnis untuk menarik calon investor secepatnya masuk dan menanamkan modalnya di Indonesia. Memaksimalkan dana desa untuk kegiatan yang produktif dapat menambah pendapatan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah termasuk daya tarik wisata asing masuk ke Indonesia,” tukasnya.
Namun menurut Sarman, belakangan ini, pemerintah kurang cermat dalam membuat kebijakan yang pro bisnis. Alih-alih bisa meningkatkan investasi, pemerintah kerap membut kebijakan tanpa ada suatu proses penelitian dan studi lapangan yang valid sehingga tidak terkesan asal buat apalagi yang menyangkut kepentingan orang banyak.
Seperti terjadi baru-baru ini, adanya Permendag No.47 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen yang masih dalam proses diundangkan sudah dicabut kembali. Hal-hal seperti ini membuat dunia usaha tidak kondusif.
Pelaku usaha berharap agar kondisi ekonomi Indonesia semakin membaik, pertumbuhan ekonomi sebagaimana harapan pemerintah juga stabil bahkan juga naik, iklim investasi kondusif dan daya beli masyarakat pulih kembali. Hal demikian semua membutuhkan situasi politik yang kondusif.
“Para politisi agar lebih peka dengan situasi dan kondisi ekonomi saat ini. Jadi mereka harus ikut menjaga agar kondisi politik kita mendukung terhadap jalannya aktivitas usaha dan perekonomian yang nyaman. Jangan sebaliknya, politisi justru menimbulkan ketidakpastian yang mengakibatkan dunia bisnis kita semakin terpuruk,” ujar Sarman.
Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan dinamika politik tersbeut tidak menciptakan kegaduhan yang bisa berdampak negatif terhadap dunia usaha. “Di tengah kondisi ekonomi global dan nasional yang belum stabil, sangat dibutuhkan kondisi politik yang aman dan memberi rasa nyaman bagi pelaku usaha, pasar, dan investor,” ujarnya kepada SINDOnews, Senin (31/7/2017).
Sarman lantas meminta pemerintah untuk menjaga kondisi politik tetap stabil, seiring dengan mulai tumbuhnya perekonomian nasional. Seperti diketahui pertumbuhan ekonomi kuartal I 2017 mencapai 5,01%, lebih tinggi dari pencapaian kuartal I 2016 sebesar 4,92%.
Pemerintah sendiri optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi di kuartal II akan semakin membaik, dengan indikator makroekonomi, seperti inflasi, transaksi berjalan, cadangan devisa, kemiskinan melambat, gini rasio membaik, dan pengangguran yang berkurang.
Selain menjaga kestabilan politik, Sarman juga meminta pemerintah membuat terobosan guna meningkatkan kembali daya beli masyarakat. Purchasing power alias daya beli bisa terjadi dengan penyediaan lapangan kerja baru yang lebih banyak.
“Kami ingin pemerintah membuat kebijakan investasi yang pro bisnis untuk menarik calon investor secepatnya masuk dan menanamkan modalnya di Indonesia. Memaksimalkan dana desa untuk kegiatan yang produktif dapat menambah pendapatan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah termasuk daya tarik wisata asing masuk ke Indonesia,” tukasnya.
Namun menurut Sarman, belakangan ini, pemerintah kurang cermat dalam membuat kebijakan yang pro bisnis. Alih-alih bisa meningkatkan investasi, pemerintah kerap membut kebijakan tanpa ada suatu proses penelitian dan studi lapangan yang valid sehingga tidak terkesan asal buat apalagi yang menyangkut kepentingan orang banyak.
Seperti terjadi baru-baru ini, adanya Permendag No.47 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen yang masih dalam proses diundangkan sudah dicabut kembali. Hal-hal seperti ini membuat dunia usaha tidak kondusif.
Pelaku usaha berharap agar kondisi ekonomi Indonesia semakin membaik, pertumbuhan ekonomi sebagaimana harapan pemerintah juga stabil bahkan juga naik, iklim investasi kondusif dan daya beli masyarakat pulih kembali. Hal demikian semua membutuhkan situasi politik yang kondusif.
“Para politisi agar lebih peka dengan situasi dan kondisi ekonomi saat ini. Jadi mereka harus ikut menjaga agar kondisi politik kita mendukung terhadap jalannya aktivitas usaha dan perekonomian yang nyaman. Jangan sebaliknya, politisi justru menimbulkan ketidakpastian yang mengakibatkan dunia bisnis kita semakin terpuruk,” ujar Sarman.
(ven)