Ekonomi Lesu, Pemerintah Diminta Pangkas Penghambat Properti

Rabu, 09 Agustus 2017 - 11:22 WIB
Ekonomi Lesu, Pemerintah Diminta Pangkas Penghambat Properti
Ekonomi Lesu, Pemerintah Diminta Pangkas Penghambat Properti
A A A
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah untuk membenahi persoalan backlog atau ketimpangan akses perumahan yang masih tinggi. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat, backlog paling parah terjadi di Jabodetabek.

Ketua Kadin Eddy Ganefo mengungkapkan, semua hambatan di sektor properti, mulai perizinan, akses kredit, hingga kemudahan pembelian perumahan harus dipermudah.

Tujuannya, proyek satu juta rumah yang dicanangkan pemerintah bisa maksimal. Jangan sampai, temuan masalah seperti perizinan hingga pembebasan lahan yang memakan waktu lama tak kunjung beres.

"Hambatan makin banyak disaat ekonomi masih lesu ini berdampak ke bisnis perumahan. Jadi, semua hambatan harus dibuka, segera diselesaikan," ujar dia yang juga menjabat Dewan Pembina Asosiasi Pengembang Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (9/8/2017).

Salah satu solusinya, kata dia, jangan sampai anggaran program rumah yang sedang dikembangkan pemerintah, dari sisi subsidi, terus dipangkas alias menyusut. Alhasil, masyarakat kecil yang belum memiliki rumah juga makin sulit mengakses.
Pemerintah diketahui memangkas anggaran subsidi yang disalurkan melalui mekanisme Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan (FLPP), yaitu dari Rp9,7 triliun menjadi Rp3,1 triliun.

Di sisi lain, kebijakan rumah juga harus di dukung regulasi dan penegakan hukum yang kuat agar penyediaan rumah murah berjalan dengan baik.

"Yang tadinya untuk membantu dan mensejahterakan rakyat, jangan sampai malah sebaliknya, memberatkan. Sehingga bisa jadi alternatif jangka panjang membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah," tuturnya.

Dalam meminimalkan backlog, pemerintah juga bisa melihat berbagai terobosan inovatif di sektor properti. Ada banyak model teknologi baru yang bisa diadopsi. Seperti rumah kayu dengan teknologi tinggi, tahan gempa, anti air, dan dari sisi harga jauh lebih murah.

Mengutip Laporan McKinsey Global Institute (MGI) paling baru, saat ini 330 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia tinggal di perumahan di bawah standar. Sementara, sekitar 200 juta rumah tangga di negara berkembang tinggal di daerah kumuh.

MGI memperkirakan bahwa pada 2025, sekitar 440 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia setidaknya 1,6 miliar orang akan menempati perumahan yang tidak memadai, tidak aman, karena tidak punya akses finansial.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8220 seconds (0.1#10.140)