Perizinan Hambat Pengembangan Industri Mebel
A
A
A
SLEMAN - Masalah regulasi masih menjadi kendala dalam pengembangan industri mebel dan kerajinan, di Indonesia, termasuk di Sleman dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada umumnya, terutama yang menyangkut dengan perizinan pemanfaatan kayu. Sebab dengan proses perizinan yang panjang dan berbelit para pelaku usaha mebel dan kerajinan menjadi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku, khususnya kayu.
Karena itu kalangan pengusaha meminta kepada pembuat kebijakan untuk dapat mempermudah perizinan. “Masalah izin ini yang masih menjadi kendala bagi kami,” kata ketua himpunan industri mebel dan kerajinan Indonesia (HIMKI) Sleman Raya Rian Hermanan usai pelantikan pengurus HIMKI Sleman Raya periode 2017-2021 di Alana Hotel, Ngagilk, Sleman, Senin (28/8/2017).
Untuk itu, diharapkan pemerintah dapat memangkas regulasi maupun peraturan yang dapat menghambat pertumbuhan industri mebel dan kerajinan. Termasuk menghapus aturan yang sudah tidak relevan. Selain untuk mengairahkan industri kecil menengah (IKM) hal ini juga sesuai dengan instruksi presiden agar peraturan yang tidak menghambat iklim usaha dihapus.
“Masih sulitnya proses perizinan ini, juga berpengaruh dengan finansial dan ketersediaan bahan baku. .Jika ini tidak ada ada solusinya jelas mengkhawatirkan keberadaan industri mebel dan kerajinan,” tandasnya.
Menurut Rian masalah lainnya yaitu, belum tereksposnya keberadaan industri mebel dan kerajinan secara maksimal. Atas kondisi ini, akan merangkul semua komponen dan organisasi perangkat daerah (OPD) pemda setempat. Termasuk dengan mengikuti pameran baik di dalam maupun luar negeri. Muaranya akan meningkatkan iklim usaha dan ekspor.
“Mebel dan kerajinan sendiri saat ini sudah menembus pasar luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, Jerman, Belanda, Amerika, Mesir, Yordania dan kawasan timur tengah,” terangnya.
Sementara ketua DPP HIMKI Sunoto mengatakan, selain kemudahan dalam perizinan, guna mendongkrak industri mebel dan kerajinan, yakni para pelaku usaha harus membuat inovasi atau terobosan baru terhadap produk-produk mereka. Sehingga dapat menembus pasar, baik lokal maupun internasional. “Untuk mendukung hal tersebut, maka para pelaku usaha harus membuat alat yang efisien dan menerapkan teknologi tepat guna,” terang dia.
Sunoto menambahkan untuk industri mebel dan kerajinan sendiri, Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan manusia yang melimpah, masih jauh dibandingkan dengan Cina dan Vietnam. Sebab untuk nilai ekspor masih didominasi Cina yaitu 60 miliar dolar. Vietnam 7 miliar dolar dan Indonesia hanya 2 miliar dolar.
“Karena itu dengan berbagai langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai ekspor mebel dan kerajinan. Yaitu mencapai 5 miliar dolar. Kami targetkan ini bisa dicapai pada tahun 2020 mendatang,” ungkapnya.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan untuk masalah perizinan segera akan melakukan koordinasi dengan instansi berwenang. Terlepas dari hal ini, dengan pertumbuhan ekonomi di DIY yang bagus, para pelaku industri mebel dan kerajinan harus berani membrending produknya, terutama yang berasal dari Sleman. Sehingga iklim usaha akan tumbuh baik dan akhirnya dapat membawa kesejahteraan masyarakat.
Karena itu kalangan pengusaha meminta kepada pembuat kebijakan untuk dapat mempermudah perizinan. “Masalah izin ini yang masih menjadi kendala bagi kami,” kata ketua himpunan industri mebel dan kerajinan Indonesia (HIMKI) Sleman Raya Rian Hermanan usai pelantikan pengurus HIMKI Sleman Raya periode 2017-2021 di Alana Hotel, Ngagilk, Sleman, Senin (28/8/2017).
Untuk itu, diharapkan pemerintah dapat memangkas regulasi maupun peraturan yang dapat menghambat pertumbuhan industri mebel dan kerajinan. Termasuk menghapus aturan yang sudah tidak relevan. Selain untuk mengairahkan industri kecil menengah (IKM) hal ini juga sesuai dengan instruksi presiden agar peraturan yang tidak menghambat iklim usaha dihapus.
“Masih sulitnya proses perizinan ini, juga berpengaruh dengan finansial dan ketersediaan bahan baku. .Jika ini tidak ada ada solusinya jelas mengkhawatirkan keberadaan industri mebel dan kerajinan,” tandasnya.
Menurut Rian masalah lainnya yaitu, belum tereksposnya keberadaan industri mebel dan kerajinan secara maksimal. Atas kondisi ini, akan merangkul semua komponen dan organisasi perangkat daerah (OPD) pemda setempat. Termasuk dengan mengikuti pameran baik di dalam maupun luar negeri. Muaranya akan meningkatkan iklim usaha dan ekspor.
“Mebel dan kerajinan sendiri saat ini sudah menembus pasar luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, Jerman, Belanda, Amerika, Mesir, Yordania dan kawasan timur tengah,” terangnya.
Sementara ketua DPP HIMKI Sunoto mengatakan, selain kemudahan dalam perizinan, guna mendongkrak industri mebel dan kerajinan, yakni para pelaku usaha harus membuat inovasi atau terobosan baru terhadap produk-produk mereka. Sehingga dapat menembus pasar, baik lokal maupun internasional. “Untuk mendukung hal tersebut, maka para pelaku usaha harus membuat alat yang efisien dan menerapkan teknologi tepat guna,” terang dia.
Sunoto menambahkan untuk industri mebel dan kerajinan sendiri, Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan manusia yang melimpah, masih jauh dibandingkan dengan Cina dan Vietnam. Sebab untuk nilai ekspor masih didominasi Cina yaitu 60 miliar dolar. Vietnam 7 miliar dolar dan Indonesia hanya 2 miliar dolar.
“Karena itu dengan berbagai langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai ekspor mebel dan kerajinan. Yaitu mencapai 5 miliar dolar. Kami targetkan ini bisa dicapai pada tahun 2020 mendatang,” ungkapnya.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan untuk masalah perizinan segera akan melakukan koordinasi dengan instansi berwenang. Terlepas dari hal ini, dengan pertumbuhan ekonomi di DIY yang bagus, para pelaku industri mebel dan kerajinan harus berani membrending produknya, terutama yang berasal dari Sleman. Sehingga iklim usaha akan tumbuh baik dan akhirnya dapat membawa kesejahteraan masyarakat.
(akr)