PP 36 Tahun 2017, Kepastian Hukum Pengenaan Pajak Penghasilan
A
A
A
JAKARTA - Direktur P2 Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Pajak Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan, telah ditetapkan pada 6 September 2017.
Melalui PP ini, pemerintah memberikan kepastian hukum dan kesederhanaan terkait pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final atas penghasilan tertentu, yang merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Dengan adanya PP ini, kata Hestu, maka pemerintah menunjukkan konsistensi kebijakan dan memberikan kepastian hukum yang menjamin hak dan kewajiban bagi WP dan kewenangan Ditjen Pajak dalam melaksanakan amanat pasal 13 dan pasal 18 UU Pengampunan Pajak.
"Ini juga untuk memberikan rasa adil bagi WP yang sudah melaksanakan kewajiban perpajakan selama ini dengan benar, termasuk bagi para peserta program tax amnesty melalui pemerataan beban pajak kepada WP yang belum laksanakan kewajiban pajak dengan benar namun enggak ikut tax amnesty" kata dia di kantor Ditjen Pajak, Rabu (20/9/2017).
Yoga melanjutkan, dengan adanya PP ini, Ditjen Pajak mengimbau masyarakat agar apabila masih terdapat harta yang diperoleh dari penghasilan yang belum dibayarkan pajaknya, dan harta belum dilaporkan ke SPT tahunan dan WP belum ikut tax amnesty, maka selama belum dilakukan pemeriksaan, WP masih dapat melakukan pembetulan SPT dengan melaporkan harta tersebut dan pajak yang harus dibayar.
"Tidak perlu khawatir dengan kami. Kami akan terapkan PP ini secara profesional dengan mengedepankan semangat rekonsiliasi dan perbaikan kepatuhan pajak," kata Yoga.
Selain itu, Ditjen pajak juga akan tetap concern dengan menjaga confidence dunia usaha dan iklim investasi di Indonesia.
Meski demikian, pihaknya juga akan tetap menerapkan pengawasan internal sesuai dengan aturan yang berlaku dan mengharapkan bantuan masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan PP ini di lapangan.
Melalui PP ini, pemerintah memberikan kepastian hukum dan kesederhanaan terkait pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final atas penghasilan tertentu, yang merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Dengan adanya PP ini, kata Hestu, maka pemerintah menunjukkan konsistensi kebijakan dan memberikan kepastian hukum yang menjamin hak dan kewajiban bagi WP dan kewenangan Ditjen Pajak dalam melaksanakan amanat pasal 13 dan pasal 18 UU Pengampunan Pajak.
"Ini juga untuk memberikan rasa adil bagi WP yang sudah melaksanakan kewajiban perpajakan selama ini dengan benar, termasuk bagi para peserta program tax amnesty melalui pemerataan beban pajak kepada WP yang belum laksanakan kewajiban pajak dengan benar namun enggak ikut tax amnesty" kata dia di kantor Ditjen Pajak, Rabu (20/9/2017).
Yoga melanjutkan, dengan adanya PP ini, Ditjen Pajak mengimbau masyarakat agar apabila masih terdapat harta yang diperoleh dari penghasilan yang belum dibayarkan pajaknya, dan harta belum dilaporkan ke SPT tahunan dan WP belum ikut tax amnesty, maka selama belum dilakukan pemeriksaan, WP masih dapat melakukan pembetulan SPT dengan melaporkan harta tersebut dan pajak yang harus dibayar.
"Tidak perlu khawatir dengan kami. Kami akan terapkan PP ini secara profesional dengan mengedepankan semangat rekonsiliasi dan perbaikan kepatuhan pajak," kata Yoga.
Selain itu, Ditjen pajak juga akan tetap concern dengan menjaga confidence dunia usaha dan iklim investasi di Indonesia.
Meski demikian, pihaknya juga akan tetap menerapkan pengawasan internal sesuai dengan aturan yang berlaku dan mengharapkan bantuan masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan PP ini di lapangan.
(ven)