Kementerian BUMN Beberkan Progress Proyek Kelistrikan 35.000 MW
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) RIni Soemarno, terkait kekhawatirannya terhadap kondisi keuangan PT PLN (Persero). PLN ditengarai berpotensi gagal membayar utang yang jatuh tempo karena kondisi keuangannya yang terus melorot.
Dalam suratnya, Sri Mulyani mengatakan penyebab keuangan PLN melorot salah satunya karena perseroan mendapatkan mandat untuk menjalankan proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW). Selain itu, juga disebabkan tarif tenaga listrik (TTL) yang tidak naik hingga akhir tahun.
Lantas, seperti apa progress pembangunan megaproyek 35.000 MW saat ini? Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, program 35.000 MW merupakan program infrastruktur strategis untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.
"Untuk merealisasikan 35 GW membutuhkan dana yang tidak sedikit dan memerlukan dukungan dari semua stakeholder," katanya dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Edwin menjabarkan, progress pembangunan proyek 35.000 MW saat ini adalah, pada 2015 masih terdapat 11 sistem di antaranya Sumatra bagian utara, Tanjung Pinang, Lampung, Belitung, Lombok, Kupang, Kalbar, Sulteng, Sultra, Sulutenggo, dan Jayapura yang masih defisit. Namun, saat ini sudah tidak ada lagi sistem yang defisit. "Rasio Elektrifikasi saat ini mencapai 92,8%," imbuh dia.
Selain itu, saat ini juga telah ada penambahan kapasitas pembangkit tahun 2014-2016 sebesar 7.701 MW dan ditargetkan tambahan pada tahun 2017 sebesar 2.600 MW. Serta, penambahan transmisi tahun 2014-2016 sebesar 6.800 KMS dan ditargetkan tambahan pada tahun 2017 sebesar 8.594 KMS.
"Penambahan gardu induk tahun 2014-2016 sebesar 10.025 MVA dan ditargetkan tambahan pada tahun 2017 sebesar 14.280 MVA," tuturnya.
Menurutnya, porsi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dalam komposisi produksi tenaga listrik menurun dari 11,4% pada tahun 2014 menjadi 5,8% pada tahun 2017. Sedangkan biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik telah menurun. "BPP tenaga listrik menurun dari Rp 1.419/kWh pada tahun 2014 menjadi Rp 1.303/kWh pada tahun 2017," sebut dia.
Dalam saat yang bersamaan, tambahnya, PLN juga mengemban tugas PSO, dimana selain menjual listrik bersubsidi kepada beberapa golongan pelanggan, juga berupaya memberikan tarif yang mampu meningkatkan daya saing bisnis dan industri.
"Dan, selama tahun 2017 tidak ada kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) untuk pelanggan non subsidi meskipun terjadi lonjakan harga energi primer terutama batubara," tandasnya.
Dalam suratnya, Sri Mulyani mengatakan penyebab keuangan PLN melorot salah satunya karena perseroan mendapatkan mandat untuk menjalankan proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW). Selain itu, juga disebabkan tarif tenaga listrik (TTL) yang tidak naik hingga akhir tahun.
Lantas, seperti apa progress pembangunan megaproyek 35.000 MW saat ini? Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, program 35.000 MW merupakan program infrastruktur strategis untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.
"Untuk merealisasikan 35 GW membutuhkan dana yang tidak sedikit dan memerlukan dukungan dari semua stakeholder," katanya dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Edwin menjabarkan, progress pembangunan proyek 35.000 MW saat ini adalah, pada 2015 masih terdapat 11 sistem di antaranya Sumatra bagian utara, Tanjung Pinang, Lampung, Belitung, Lombok, Kupang, Kalbar, Sulteng, Sultra, Sulutenggo, dan Jayapura yang masih defisit. Namun, saat ini sudah tidak ada lagi sistem yang defisit. "Rasio Elektrifikasi saat ini mencapai 92,8%," imbuh dia.
Selain itu, saat ini juga telah ada penambahan kapasitas pembangkit tahun 2014-2016 sebesar 7.701 MW dan ditargetkan tambahan pada tahun 2017 sebesar 2.600 MW. Serta, penambahan transmisi tahun 2014-2016 sebesar 6.800 KMS dan ditargetkan tambahan pada tahun 2017 sebesar 8.594 KMS.
"Penambahan gardu induk tahun 2014-2016 sebesar 10.025 MVA dan ditargetkan tambahan pada tahun 2017 sebesar 14.280 MVA," tuturnya.
Menurutnya, porsi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dalam komposisi produksi tenaga listrik menurun dari 11,4% pada tahun 2014 menjadi 5,8% pada tahun 2017. Sedangkan biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik telah menurun. "BPP tenaga listrik menurun dari Rp 1.419/kWh pada tahun 2014 menjadi Rp 1.303/kWh pada tahun 2017," sebut dia.
Dalam saat yang bersamaan, tambahnya, PLN juga mengemban tugas PSO, dimana selain menjual listrik bersubsidi kepada beberapa golongan pelanggan, juga berupaya memberikan tarif yang mampu meningkatkan daya saing bisnis dan industri.
"Dan, selama tahun 2017 tidak ada kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) untuk pelanggan non subsidi meskipun terjadi lonjakan harga energi primer terutama batubara," tandasnya.
(ven)