Atasi Backlog, Pemerintah Bisa Kebut Sektor Menengah

Senin, 02 Oktober 2017 - 21:07 WIB
Atasi Backlog, Pemerintah Bisa Kebut Sektor Menengah
Atasi Backlog, Pemerintah Bisa Kebut Sektor Menengah
A A A
SURABAYA - Tingkat kebutuhan rumah (Backlog) di Jawa Timur terus naik. Sepanjang tahun ini, angka backlog di Jatim sudah mencapai 580.000 unit. Program sejuta rumah yang dikebut oleh pemerintah belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas hunian.

Direktur Utama DR Property, Yandi Bagus Tedja menuturkan, program sejuta rumah memang sedang berjalan untuk menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, kalau ingin mempercepat laju dalam memenuhi ketersediaan rumah, pemerintah juga bisa mempercepat hunian bagi sektor menengah.

"Kelas masyarakat menengah di Indonesia dalam beberapa tahun mengalami lonjakan. Mereka juga banyak yang belum memiliki hunian, sementara stok hunian sangat terbatas," ujar Yandi, Senin (2/10/2017).

Ia melanjutkan, sektor menengah sebenarnya memiliki prospek yang besar untuk membeli hunian. Mereka berpenghasilan, namun kesulitan dalam menjangkau harga properti yang harganya mahal. "Banyak dosen, profesional muda yang baru merintis karir serta pengusaha startup yang juga ingin memiliki hunian," ungkapnya.

Peluang itu, katanya, tentu memiliki prospek besar untuk bisa menyerap banyak hunian yang tersedia saat ini. Sayangnya masih banyak pembiayaan untuk pembelian hunian yang sangat mahal bagi mereka.

"Kebijakan pemerintah pusat sudah bagus dalam mengeluarkan paket kebijakan. Tapi implementasi di daerah kadang tidak sama," jelasnya.

Yandi juga menjelaskan, bagi para pengembang tentu mereka ingin ada keuntungan. Namun mereka juga memiliki semangat yang sama untuk bisa membantu pemerintah dalam menyediakan hunian yang bisa diserap oleh masyarakat.

"Jadi pengembang bisa menyediakan hunian dan pemerintah membantu dalam kebijakan. Karena masyarakat membutuhkan rumah serta hunian lainnya yang menyesuaikan dengan kemampuannya," ucapnya.

Backlog secara nasional sendiri sampai hari ini menembus 13,5 juta unit. Kalau tidak ada dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah, pengembang, hingga perbankan yang memberikan kredit, upaya mengurangi backlog sulit diwujudkan.

Ketua DPW Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional (Asprumnas) Jatim, Tri Sugiyanto menuturkan, kebutuhan hunian memang terus naik setiap tahun. Meski secara makro ekonomi nasional tahun ini diproyeksi kurang bergairah, pihaknya optimistis bisa ikut berkontribusi dalam program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah.

"Saat ini di Jatim mengandalkan pembangunan di kota-kota penyangga Surabaya, seperti Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan, termasuk kota lain yang permintaannya juga tinggi seperti Malang, Kediri, Madiun, seta Jember," jelasnya.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Apersi Jatim Soepratno menuturkan, pemerintah daerah sebenarnya memegang peranan penting untuk kelancaran program sejuta rumah yang terus digeber oleh pemerintah pusat. Namun, beberapa kebijakan dari pemerintah pusat tak segera dijalankan untuk mempercepat pembangunan rumah MBR.

"Banyak pengembang yang akhirnya tak jadi membangun rumah MBR karena kebijakan di daerah. Harusnya ada pengawas dari pusat untuk memastikan penerapan kebijakan rumah murah bagi MBR," ujar Soepratno.

Ia melanjutkan, pendapatan daerah memang berkurang ketika BPHTB yang sebelumnya daerah dapat 5% turun menjadi 2,5%. Makanya sampai sekarang belum banyak pemerintah daerah yang menjalankan kebijakan tersebut. Makanya banyak kebijakan harus tertahan di daerah karena dianggap tak sejalan dengan konsep yang diusung oleh Pemda setempat.

"Memang perlu adanya monitoring yang dilakukan secara khusus, ini tentu akan membantu progress pembangunan rumah MBR. Langkah ini yang sebenarnya kami tunggu dari pemerintah untuk bisa memantau langsung kondisi di lapangan," katanya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8722 seconds (0.1#10.140)