Nusa Konstruksi Enjiniring Catat Kontrak Baru Rp1,57 Triliun
A
A
A
JAKARTA - PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (kode emiten: DGIK) hingga akhir September 2017 berhasil membukukan nilai kontrak baru sebesar Rp1,57 triliun. Corporate Secretary Nusa Konstruksi Enjiniring, Djohan Halim mengatakan perseroan pada tahun ini terus menggenjot sejumlah proyek infrastruktur yang berasal dari pemerintah.
"Persentasi proyek infrastruktur dari tahun ke tahun mulai ada pergeseran yang semakin membesar," kata Djohan usai rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) perseroan di Jakarta, Kamis (5/10/2017).
Adapun sejumlah proyek infrastruktur milik pemerintah dengan nilai kontrak besar yang telah diraih perusahaan, yaitu pembangunan Bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, milik PT Angkasa Pura I senilai Rp683 miliar. Joint venture dengan PT Wijaya Karya Tbk untuk proyek normalisasi Sungai Batam dari Kementerian PUPR senilai Rp189 miliar.
Proyek infrastruktur yang berasal dari pemerintah maupun BUMN memang terus meningkat. Sebagai catatan, pada 2014, proyek pemerintah yang digarap DGIK hanya 9% dan sisanya 91% berasal dari swasta. Kemudian di 2015, proyek pemerintah memiliki porsi 17% dan swasta 83%.
Sedangkan sepanjang tahun lalu, proyek pemerintah mencapai 43% dan sisanya berasal dari swasta. Hingga akhir tahun ini, emiten konstruksi tersebut berharap proyek infrastruktur pemerintah bisa mencapai 49%.
Sebagai informasi, DGIK harus merivisi target kontrak baru dari Rp2,5 triliun menjadi Rp2 triliun. Hal ini disebabkan kasus hukum yang tengah dihadapi perseroan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk sebagai tersangka lantaran adanya dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Udayana Bali.
"Persentasi proyek infrastruktur dari tahun ke tahun mulai ada pergeseran yang semakin membesar," kata Djohan usai rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) perseroan di Jakarta, Kamis (5/10/2017).
Adapun sejumlah proyek infrastruktur milik pemerintah dengan nilai kontrak besar yang telah diraih perusahaan, yaitu pembangunan Bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, milik PT Angkasa Pura I senilai Rp683 miliar. Joint venture dengan PT Wijaya Karya Tbk untuk proyek normalisasi Sungai Batam dari Kementerian PUPR senilai Rp189 miliar.
Proyek infrastruktur yang berasal dari pemerintah maupun BUMN memang terus meningkat. Sebagai catatan, pada 2014, proyek pemerintah yang digarap DGIK hanya 9% dan sisanya 91% berasal dari swasta. Kemudian di 2015, proyek pemerintah memiliki porsi 17% dan swasta 83%.
Sedangkan sepanjang tahun lalu, proyek pemerintah mencapai 43% dan sisanya berasal dari swasta. Hingga akhir tahun ini, emiten konstruksi tersebut berharap proyek infrastruktur pemerintah bisa mencapai 49%.
Sebagai informasi, DGIK harus merivisi target kontrak baru dari Rp2,5 triliun menjadi Rp2 triliun. Hal ini disebabkan kasus hukum yang tengah dihadapi perseroan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk sebagai tersangka lantaran adanya dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Udayana Bali.
(ven)