Indonesia Miliki Potensi Ikan Tuna Terbesar Dunia

Rabu, 11 Oktober 2017 - 05:15 WIB
Indonesia Miliki Potensi...
Indonesia Miliki Potensi Ikan Tuna Terbesar Dunia
A A A
YOGYAKARTA - Indonesia memiliki potensi ikan tuna yang melimpah. Berada di perbatasan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, Indonesia berpeluang menjadi yang terbesar dalam memproduksi ikan tuna dunia. Hanya saja, produksi yang ada belum optimal. Kontribusinya baru sebesar 16 persen dari 7,7 juta metric ton ikan tuna dunia.

“Pemanfaatan kuota tuna sirip biru selatan Indonesia pada 2017 sebesar 750 ton. Sedangkan per September 2017, baru 288 ton,” jelas Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ditjen Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Reza Shah Pahlevi pada pertemuan The 24th Annual Meeting of The Commission for The Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) di Royal AmbarukmoH Hotel, kemarin.

Pertemuan dilaksanakan selama tiga hari, mulai Senin (9/10) sampai dengan Kamis (12/10). Berdasarkan data Food and Agriculture Oganization (FAO) dalam State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA) pada tahun 2016, Indonesia menyumbang hampir 16 persen atau 1.1 juta ton dari total sekitar 7,7 juta metrik ton tuna.

Ikan tuna termasuk kelompok jenis ikan yang beruaya jauh (highly migratory fish stocks/transboundary fish stocks) dan beruaya terbatas antara Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan laut lepas (straddling fish stocks).

Oleh karena itu, penanganan dan pengelolaan ikan ini dilaksanakan secara regional yang salah diwujudkan dalam Regional Fisheries Management Organization (RFMO). CCSBT, merupakan bagian dari program RFMO yang mempunyai kewenangan mengelola pemanfaatan tuna sirip biru selatan. Ada delapan Negara yang tergabung dalam CCSBT yakni, Australia, UE, Taiwan, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru dan Afrika Selatan, serta Philiphina (keanggotaan tidak penuh).

Tuna sirip biru selatan, kata Reza dikenal sebagai produk perikanan tuna yang memiliki nilai jual paling tinggi. Nilai ekspor produk tuna mencapai Rp.650 Milyar per tahun. “Rata-rata produksi ikan baru sekitar 935 ton pertahun,” jelasnya.

Rendahnya hasil tangkapan ini juga dipengaruhi, minimnya jumlah armada penangkap ikan. Pada tahun 2016 baru ada 226 kapal yang terdiri 84 kapal berukuran dibawah 30 GT dengan daerah penangkapan ikan meliputi wilayah ZEEI dan Laut Lepas Samudera Hindia.

Ketua Sidang The 24th Annual Meeting of CCSBT, Indra Jaya mengatakan perairan bagian selatan dilewati ikan tuna sirip biru. Secara ekonomi, nilai ini sangat tinggi, meski kuantitas terbatas. “Ekspor ikan harus fresh. Sedangkan pelabuhan pangkalan laut lepas yang memungkinkan penangkapan masih di Pelabuhan Benoa, Bali,” jelasnya.

Indra berharap ada kajian dan integrasi dalam system pengiriman dari bandara dengan penerbangan langsung. Dari Pelabuhan Benoa, baru bisa dikirimkan ke Australia maupun ke Jepang.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1252 seconds (0.1#10.140)