Pernah Hidup Miskin Jadi Motivasi Mengubah Nasib

Selasa, 17 Oktober 2017 - 15:19 WIB
Pernah Hidup Miskin Jadi Motivasi Mengubah Nasib
Pernah Hidup Miskin Jadi Motivasi Mengubah Nasib
A A A
PENDIRI WhatsApp, Jan Koum, lahir di Kiev, kawasan pedesaan di Ukrania. Keluarganya miskin. Ayahnya adalah pekerja konstruksi, dan ibunya ibu rumah tangga biasa. Di rumahnya tidak ada air panas.

Mereka juga jarang berkomunikasi lewat telepon karena takut disadap pemerintah Uni Soviet. “Masyarakat saat itu sangat tertutup,” katanya kepada majalah Wired.

Bahkan, begitu miskinnya, sampai-sampai ia baru memiliki komputer pada usia 19 tahun. “Yang saya punya saat itu hanyalah sempoa (alat hitung kayu),” ujar Koum.

Pada usia 16 tahun, kedua orang tuanya pindah ke California untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka tinggal di apartemen kecil di Mountain View, jantung dari Silicon Valley. Mereka kerja serabutan. Ayahnya menjadi tukang sapu di toko kelontong. Ibunya sebagai babysitter.

Kehidupan keluarga mereka semakin menderita ketika sang ibu didiagnosis kanker dan meninggal pada 2.000. Hidup miskin jadi motivasi terbesar Koum untuk mengubah nasib. Di sekolah, ia belajar dari buku bekas dan mengembalikannya begitu selesai dibaca.

Otaknya memang encer. Pekerjaan pertamanya adalah security tester di firma Ernst & Young. Keamanan adalah bidang yang ia tekuni. Termasuk ketika diterima bekerja di Yahoo.

Di sanalah ia bertemu dengan Brian Acton, co-founder WhatsApp. Begitu diterima kerja, kuliahnya ia tinggalkan. Koum dan Acton jadi dekat berkat Yahoo.

Pada 2007 mereka keluar untuk melamar kerja di Facebook, tapi ditolak. Pada awal 2009 Koum kesal karena gym di kotanya melarang menggunakan ponsel. Gara-garanya saat berolahraga ia banyak mendapat missed call. Karena itu, ia berangan membuat aplikasi di iPhone agar pengguna dapat membuat status di kontak seperti, “sedang sibuk, lagi di gym”. Ide itu lantas diwujudkan lewat WhatsApp.

Versi pertama aplikasi WhatsApp tidak stabil. Koum nyaris menyerah. Tapi, Acton-lah yang terus mendorong dan menyemangati. Beberapa bulan kemudian, Koum mengubah fokus WhatsApp menjadi instant messaging. Gimmick-nya sederhana: lebih cepat dan lebih murah daripada SMS, apalagi jika lawan bicara ada di luar negeri.

Sejak awal Koum menegaskan bahwa WhatsApp adalah aplikasi gratis tanpa iklan. Mereka juga tidak menyimpan pesan pengguna serta selalu menjaga privasi. Bahkan, ketika WhatsApp sukses pun, nama Koum nyaris tidak terdengar dibandingkan eksekutif startup di Silicon Valley lainnya.

Ketika ditanya media, kenapa jarang sekali muncul, jawaban Koum sederhana. “Marketing dan media tidak bermanfaat bagi saya. Karena membuat saya tidak berfokus pada produk,” katanya.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6888 seconds (0.1#10.140)