Potensi Ekonomi Digital Dioptimalkan
A
A
A
SOLO - Potensi ekonomi digital menjadi perlu dan wajib diprioritaskan sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru yang bisa dimaksimalkan.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Manajemen Strategi dan Tata Kelola Bank Indonesia (BI) Dyah Nastiti mengatakan, digital ekonomi sudah melanda dunia. Bahkan dalam perbankan, digital ekonomi menjadi sebuah keharusan.
"Ekonomi digital sudah mencakup semua sektor termasuk UMKM. Di sisi lain, ekonomi digital memberikan sumbangan yang luar biasa kepada perekonomian," ujarnya pada Seminar Ekonomi Digital "Mendorong Ekonomi Lokal Melek Digital" yang diselenggarakan BI dan KORAN SINDO di Gedung Heritage BI-Solo, Jawa Tengah, Selasa (24/10/2017).
Dyah mengatakan, UMKM menjadi pilar dalam pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya ekonomi digital, maka menjadi tantangan dan peluang bagi UMKM. "Tantangannya saat ini pola pikir kita belum selaras bahwa perkembangan ekonomi digital melalui e-commerce ataupun market place itu bisa meningkatkan perekonomian," ungkapnya.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dari 57,9 juta UMKM di Indonesia, hanya 9% yang serius menggunakan internet untuk menjual produknya, baik melalui jejaring sosial maupun e-commerce. "Ditemukan juga 37% dari pelaku UMKM sama sekali tidak mempunyai akses internet, baik melalui komputer maupun smartphone. Lucunya, di Indonesia jumlah pengguna smartphone beredar lebih banyak dari usia produktif. Ini kan lucu dari 37% UMKM Indonesia tidak mempunyai akses internet dan 36% itu mempunyai akses internet, tapi tidak dipakai untuk jualan produk," ujar Dyah.
Dyah mengungkapkan, sebanyak 18% lainnya hanya menggunakan smartphone untuk media sosial, bukan untuk berjualan. "Dengan perkembangan tersebut, kontribusi UMKM walaupun tinggi, tapi masih mempunyai banyak sekali ruang untuk lebih ketat lagi. Padahal Bank Dunia menyebutkan keterlibatan UMKM secara digital menjadi salah satu pendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025 yang diharapkan sebesar 7%," ungkapnya.
Dyah menuturkan, keterlibatan UMKM secara digital akan menjadi pendorong. Oleh karena itu, BI sangat mengapresiasi langkah pemerintah dalam roadmap e-commerce Indonesia yang menjadikan UMKM sebagai salah satu pilar pemenuhan target pencapaian potensi digital ekonomi yang diperkirakan tahun 2020 sebesar USD130 miliar.
"Pencapaian tersebut di antaranya melalui menciptakan 6 juta UMKM yang go digital. Ini salah satu upaya kecil kita dari upaya sangat besar yang dilakukan BI dalam konteks pemerintahan secara luas," paparnya.
Menurut dia, apabila terwujud go digital dengan 6 juta UMKM, maka jumlah UMKM yang berkemampuan e-commerce akan meningkat dari 8% pada saat ini menjadi 10-12% pada 2020. "Sehingga ini yang akan mendorong tambahan kontribusi UMKM pada PDB tahun 2020," tutur Dyah.
Kepala Financial Technology Office BI Junanto Herdiawan mengatakan, pertumbuhan financial technology (fintech) saat ini sangat signifikan dan terbukti telah memberikan manfaat bagi perekonomian. "Salah satunya UMKM bisa memperluas pasarnya, lebih mudah pembayarannya. Jadi, fintech itu inovasi yang memberikan efisiensi kepada ekonomi," katanya.
Menurut dia, pertumbuhan dan perkembangan fintech harus terus didorong. Saat ini yang menjadi tantangan dalam pengembangan fintech adalah bagaimana melahirkan bakat-bakat yang ahli di bidang fintech.
"Talenta itu menjadi penting dalam membangun ekosistem fintech. Diperlukan anak-anak muda yang mampu menguasai teknologi, kemudian ketersediaan kapital, modal, ada permintaan, dan ada masyarakat yang siap mengadopsi fintech disertai regulasi yang mendukung," ujarnya.
Junanto menuturkan, dalam perkembangannya fintech memiliki manfaat dan risiko. "Risiko ini memerlukan pengawasan. Oleh karena itu, BI mempunyai sistem pengawasan dan regulatory sandbox. Jadi, kalau ada inovasi baru, kita coba dulu di dalam regulator sandbox itu," ungkapnya.
Selama setahun pertumbuhan fintech dalam transaksi meningkat 78%. Pada tahun 2017 diperkirakan mencapai USD18 miliar. "Ini menunjukkan bahwa fintech terus tumbuh. Lantas, jika sudah tumbuh diperlukan regulator dalam seluruh sistem fintech sehingga memberi ruang bagi inovasi. Tentu bagi regulator tidak lagi wait and see, tapi sudah test and learn," ujarnya.
Wapinwil (VP) Kanwil BRI Yogyakarta Triswahyu Herlina mengatakan, BRI ingin UMKM binaannya yang berada di Solo dan Yogyakarta melek terhadap dunia digital. Saat ini lebih dari 80% nasabah BRI adalah UMKM.
"Banyak sekali karakter nasabah UMKM mulai dari yang pinjamannya kecil sampai besar di Solo Raya. Ini menjadi tantangan kami bagaimana mengedukasi mereka karena mau tidak mau kita harus melek digital. Kalau tidak, bisnis akan turun," ujarnya.
Terkait hal tersebut, kata Lina, BRI tidak hanya membantu dari sisi pembiayaan namun juga mendorong penjualan melalui online. Menurut dia, tidak semua produk bisa dijual online. Oleh karena itu, edukasi mengenai standarisasi produk dan kemasan menjadi penting agar produk yang akan dijual secara online bisa laku.
"Kami mempunyai Rumah Kreatif BUMN (RKB) di mana untuk mendorong go online, kami harus melakukan standarisasi terhadap produk-produk yang akan dijual. Kami edukasi mengenai produk dan standarisasi, kemudian pelatihan packaging, termasuk bagaimana agar produk makanan bisa tahan lama," katanya.
Kepala Perwakilan BI Solo Bandoe Widiarto berharap agar semakin banyak UMKM yang bisa memanfaatkan digital termasuk di Solo Raya. "UMKM di Solo Raya ini pangsa pasarnya sekitar 30%. Sementara pertumbuhan kreditnya 10%. Semakin banyak UMKM yang memasarkan produknya secara online, maka diharapkan semakin besar kontribusinya terhadap perekonomian nasional," tuturnya.
Bandoe menuturkan, perkembangan teknologi berkembang sangat cepat. Karena itu, perlindungan konsumen menjadi hal utama agar tidak merugikan masyarakat. "Dengan kemajuan teknologi, maka banyak prosedur yang dilanggar. Untuk itu, BI menyiapkan sandbox untuk uji coba inovasi fintech baru di Indonesia," katanya.
Dalam mengembangkan UMKM di Solo Raya, lanjut Bandoe, pihaknya melakukan bantuan teknis dan pendampingan UMKM. Selain itu, memfasilitasi UMKM kreatif untuk memamerkan produknya di luar negeri.
VP Bussines Merchant DOKU Rizki Siwu mengatakan, Doku merupakan salah satu perusahaan pembayaran online. Menurut dia, banyaknya pengguna berasal dari kalangan milenial dipicu dari kebiasaan mereka yang sangat menyukai transaksi secara online atau nontunai. "DOKU muncul tahun 2007. Saat itu e-commerce belum hadir. Lalu mulai booming tahun 2010 dan ketika Lazada, Zalora, sudah mulai masuk tahun 2012. Di situlah kami menjadi sangat dibutuhkan," ungkapnya.
Rizki menambahkan, sebagai perusahaan pembayaran online, DOKU berusaha menjaga keamanan dalam sistem pembayarannya. "Kepercayaan konsumen menjadi prioritas karena bagaimana dengan teknologi yang kami gunakan bisa mentransfer dengan aman," ungkapnya.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Manajemen Strategi dan Tata Kelola Bank Indonesia (BI) Dyah Nastiti mengatakan, digital ekonomi sudah melanda dunia. Bahkan dalam perbankan, digital ekonomi menjadi sebuah keharusan.
"Ekonomi digital sudah mencakup semua sektor termasuk UMKM. Di sisi lain, ekonomi digital memberikan sumbangan yang luar biasa kepada perekonomian," ujarnya pada Seminar Ekonomi Digital "Mendorong Ekonomi Lokal Melek Digital" yang diselenggarakan BI dan KORAN SINDO di Gedung Heritage BI-Solo, Jawa Tengah, Selasa (24/10/2017).
Dyah mengatakan, UMKM menjadi pilar dalam pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya ekonomi digital, maka menjadi tantangan dan peluang bagi UMKM. "Tantangannya saat ini pola pikir kita belum selaras bahwa perkembangan ekonomi digital melalui e-commerce ataupun market place itu bisa meningkatkan perekonomian," ungkapnya.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dari 57,9 juta UMKM di Indonesia, hanya 9% yang serius menggunakan internet untuk menjual produknya, baik melalui jejaring sosial maupun e-commerce. "Ditemukan juga 37% dari pelaku UMKM sama sekali tidak mempunyai akses internet, baik melalui komputer maupun smartphone. Lucunya, di Indonesia jumlah pengguna smartphone beredar lebih banyak dari usia produktif. Ini kan lucu dari 37% UMKM Indonesia tidak mempunyai akses internet dan 36% itu mempunyai akses internet, tapi tidak dipakai untuk jualan produk," ujar Dyah.
Dyah mengungkapkan, sebanyak 18% lainnya hanya menggunakan smartphone untuk media sosial, bukan untuk berjualan. "Dengan perkembangan tersebut, kontribusi UMKM walaupun tinggi, tapi masih mempunyai banyak sekali ruang untuk lebih ketat lagi. Padahal Bank Dunia menyebutkan keterlibatan UMKM secara digital menjadi salah satu pendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025 yang diharapkan sebesar 7%," ungkapnya.
Dyah menuturkan, keterlibatan UMKM secara digital akan menjadi pendorong. Oleh karena itu, BI sangat mengapresiasi langkah pemerintah dalam roadmap e-commerce Indonesia yang menjadikan UMKM sebagai salah satu pilar pemenuhan target pencapaian potensi digital ekonomi yang diperkirakan tahun 2020 sebesar USD130 miliar.
"Pencapaian tersebut di antaranya melalui menciptakan 6 juta UMKM yang go digital. Ini salah satu upaya kecil kita dari upaya sangat besar yang dilakukan BI dalam konteks pemerintahan secara luas," paparnya.
Menurut dia, apabila terwujud go digital dengan 6 juta UMKM, maka jumlah UMKM yang berkemampuan e-commerce akan meningkat dari 8% pada saat ini menjadi 10-12% pada 2020. "Sehingga ini yang akan mendorong tambahan kontribusi UMKM pada PDB tahun 2020," tutur Dyah.
Kepala Financial Technology Office BI Junanto Herdiawan mengatakan, pertumbuhan financial technology (fintech) saat ini sangat signifikan dan terbukti telah memberikan manfaat bagi perekonomian. "Salah satunya UMKM bisa memperluas pasarnya, lebih mudah pembayarannya. Jadi, fintech itu inovasi yang memberikan efisiensi kepada ekonomi," katanya.
Menurut dia, pertumbuhan dan perkembangan fintech harus terus didorong. Saat ini yang menjadi tantangan dalam pengembangan fintech adalah bagaimana melahirkan bakat-bakat yang ahli di bidang fintech.
"Talenta itu menjadi penting dalam membangun ekosistem fintech. Diperlukan anak-anak muda yang mampu menguasai teknologi, kemudian ketersediaan kapital, modal, ada permintaan, dan ada masyarakat yang siap mengadopsi fintech disertai regulasi yang mendukung," ujarnya.
Junanto menuturkan, dalam perkembangannya fintech memiliki manfaat dan risiko. "Risiko ini memerlukan pengawasan. Oleh karena itu, BI mempunyai sistem pengawasan dan regulatory sandbox. Jadi, kalau ada inovasi baru, kita coba dulu di dalam regulator sandbox itu," ungkapnya.
Selama setahun pertumbuhan fintech dalam transaksi meningkat 78%. Pada tahun 2017 diperkirakan mencapai USD18 miliar. "Ini menunjukkan bahwa fintech terus tumbuh. Lantas, jika sudah tumbuh diperlukan regulator dalam seluruh sistem fintech sehingga memberi ruang bagi inovasi. Tentu bagi regulator tidak lagi wait and see, tapi sudah test and learn," ujarnya.
Wapinwil (VP) Kanwil BRI Yogyakarta Triswahyu Herlina mengatakan, BRI ingin UMKM binaannya yang berada di Solo dan Yogyakarta melek terhadap dunia digital. Saat ini lebih dari 80% nasabah BRI adalah UMKM.
"Banyak sekali karakter nasabah UMKM mulai dari yang pinjamannya kecil sampai besar di Solo Raya. Ini menjadi tantangan kami bagaimana mengedukasi mereka karena mau tidak mau kita harus melek digital. Kalau tidak, bisnis akan turun," ujarnya.
Terkait hal tersebut, kata Lina, BRI tidak hanya membantu dari sisi pembiayaan namun juga mendorong penjualan melalui online. Menurut dia, tidak semua produk bisa dijual online. Oleh karena itu, edukasi mengenai standarisasi produk dan kemasan menjadi penting agar produk yang akan dijual secara online bisa laku.
"Kami mempunyai Rumah Kreatif BUMN (RKB) di mana untuk mendorong go online, kami harus melakukan standarisasi terhadap produk-produk yang akan dijual. Kami edukasi mengenai produk dan standarisasi, kemudian pelatihan packaging, termasuk bagaimana agar produk makanan bisa tahan lama," katanya.
Kepala Perwakilan BI Solo Bandoe Widiarto berharap agar semakin banyak UMKM yang bisa memanfaatkan digital termasuk di Solo Raya. "UMKM di Solo Raya ini pangsa pasarnya sekitar 30%. Sementara pertumbuhan kreditnya 10%. Semakin banyak UMKM yang memasarkan produknya secara online, maka diharapkan semakin besar kontribusinya terhadap perekonomian nasional," tuturnya.
Bandoe menuturkan, perkembangan teknologi berkembang sangat cepat. Karena itu, perlindungan konsumen menjadi hal utama agar tidak merugikan masyarakat. "Dengan kemajuan teknologi, maka banyak prosedur yang dilanggar. Untuk itu, BI menyiapkan sandbox untuk uji coba inovasi fintech baru di Indonesia," katanya.
Dalam mengembangkan UMKM di Solo Raya, lanjut Bandoe, pihaknya melakukan bantuan teknis dan pendampingan UMKM. Selain itu, memfasilitasi UMKM kreatif untuk memamerkan produknya di luar negeri.
VP Bussines Merchant DOKU Rizki Siwu mengatakan, Doku merupakan salah satu perusahaan pembayaran online. Menurut dia, banyaknya pengguna berasal dari kalangan milenial dipicu dari kebiasaan mereka yang sangat menyukai transaksi secara online atau nontunai. "DOKU muncul tahun 2007. Saat itu e-commerce belum hadir. Lalu mulai booming tahun 2010 dan ketika Lazada, Zalora, sudah mulai masuk tahun 2012. Di situlah kami menjadi sangat dibutuhkan," ungkapnya.
Rizki menambahkan, sebagai perusahaan pembayaran online, DOKU berusaha menjaga keamanan dalam sistem pembayarannya. "Kepercayaan konsumen menjadi prioritas karena bagaimana dengan teknologi yang kami gunakan bisa mentransfer dengan aman," ungkapnya.
(amm)