Pengembang di NTT Diajak BTN Bangun Rumah Rakyat
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) mengajak para pengembang di daerah untuk memacu pertumbuhan bisnis di Nusa Tenggara Timur (NTT) melihat potensi bisnis yang masih besar dan berbagai kebijakan pemerintah yang mendukung ekspansi.
Kepala Ekonom Bank BTN Winang Budoyo mengatakan, potensi bisnis di Kawasan Timur Indonesia (KTI) masih tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi di KTI mencatatkan kenaikan lebih tinggi di banding kawasan lainnya.
Per kuartal II/2017, ekonomi KTI tercatat tumbuh 3,14% atau naik 65 basis poin (bps) quater-on-quarter (qoq) dari 2,49% di kuartal sebelumnya. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi di Jawa pada kuartal II/2016 turun 27 bps qoq, Kalimantan turun 50 bps qoq, Sulawesi turun 35 bps qoq, Sumatera stabil, dan Maluku serta Papua tumbuh 48 bps qoq.
Di NTT, lanjut Winang, ekonomi tumbuh sebesar 5,01% pada kuartal II/2017 atau sama dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Secara sektoral, real estate baru menyumbang 2,58% terhadap produk domestik bruto (PDB) NTT. Namun, pertumbuhan sektor real estate telah mencapai 5,4% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II/2017 atau jauh melonjak dari pertumbuhan pada kuartal I/2016 yang hanya 2,94%.
Data dari Bank Indonesia (BI) menyebutkan lonjakan pertumbuhan tersebut disebabkan pembangunan perumahan di Kabupaten Manggarai Barat, Kota Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Kupang dalam rangka program 3.000 unit rumah subsidi pada 2017.
"Momentum pertumbuhan di sektor real estate ini menjadi potensi untuk bisnis perumahan, terutama di NTT. Apalagi saat ini pemerintah sedang gencar membangun infrastruktur terutama jalan yang membuka akses lahan yang lebih besar. Pengembangan sektor properti pun sejalan dengan Program Satu Juta Rumah, sehingga pemerintah memberikan berbagai bantuan subsidi pembiayaan agar masyarakat mudah memiliki rumah," jelas dia dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (25/10/2017).
Menurut dia, adanya berbagai kebijakan pemerintah yang memberikan stimulus untuk sektor properti pun menjadi peluang bisnis bagi para pengembang. Berbagai stimulus tersebut seperti relaksasi ketentuan loan to value atau financing to value (LTV/FTV) sejak Juni 2015.
Pemerintah berencana akan kembali memberikan stimulus untuk sektor properti melalui kebijakan LTV/FTV spasial atau berdasarkan wilayah. "Relaksasi tersebut memiliki efek pengganda yang besar karena sektor properti terkait dengan hampir 170 sektor lainnya," imbuhnya.
Secara nasional, sektor properti masih memiliki ruang besar untuk digarap karena kontribusi bidang tersebut yang baru berkisar 2,5% hingga 2,8% terhadap PDB nasional. Selain itu, bonus demografi Indonesia serta tingkat suku bunga acuan yang masih rendah membuat sektor properti masih potensial.
Di Indonesia juga masih ada 11,38 juta kepala keluarga yang belum memiliki rumah (backlog kepemilikan) dan 6,09 juta kepala keluarga yang tinggal menumpang (backlog keterhunian). Sementara itu, sejalan dengan pertumbuhan bisnis properti di NTT, Kantor Cabang Bank BTN di Kupang pun mencatatkan kenaikan positif kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kontruksi.
Per September 2017, KPR Bank BTN di Kupang tercatat naik 45,31% yoy dari Rp29,02 miliar di September 2016 menjadi Rp53,06 miliar. Kredit konstruksi Bank BTN di Kupang pun naik 60,49% yoy dari Rp65,02 miliar pada kuartal III/2016.
Secara nasional, per September 2017, Bank BTN mencatatkan pertumbuhan KPR sebesar 21,16% yoy dari Rp110,85 triliun di September 2016 menjadi Rp134,31 triliun. Kredit konstruksi naik 17,87% yoy dari Rp20,56 triliun pada kuartal III/2017 menjadi Rp24,23 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya.
Kepala Ekonom Bank BTN Winang Budoyo mengatakan, potensi bisnis di Kawasan Timur Indonesia (KTI) masih tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi di KTI mencatatkan kenaikan lebih tinggi di banding kawasan lainnya.
Per kuartal II/2017, ekonomi KTI tercatat tumbuh 3,14% atau naik 65 basis poin (bps) quater-on-quarter (qoq) dari 2,49% di kuartal sebelumnya. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi di Jawa pada kuartal II/2016 turun 27 bps qoq, Kalimantan turun 50 bps qoq, Sulawesi turun 35 bps qoq, Sumatera stabil, dan Maluku serta Papua tumbuh 48 bps qoq.
Di NTT, lanjut Winang, ekonomi tumbuh sebesar 5,01% pada kuartal II/2017 atau sama dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Secara sektoral, real estate baru menyumbang 2,58% terhadap produk domestik bruto (PDB) NTT. Namun, pertumbuhan sektor real estate telah mencapai 5,4% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II/2017 atau jauh melonjak dari pertumbuhan pada kuartal I/2016 yang hanya 2,94%.
Data dari Bank Indonesia (BI) menyebutkan lonjakan pertumbuhan tersebut disebabkan pembangunan perumahan di Kabupaten Manggarai Barat, Kota Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Kupang dalam rangka program 3.000 unit rumah subsidi pada 2017.
"Momentum pertumbuhan di sektor real estate ini menjadi potensi untuk bisnis perumahan, terutama di NTT. Apalagi saat ini pemerintah sedang gencar membangun infrastruktur terutama jalan yang membuka akses lahan yang lebih besar. Pengembangan sektor properti pun sejalan dengan Program Satu Juta Rumah, sehingga pemerintah memberikan berbagai bantuan subsidi pembiayaan agar masyarakat mudah memiliki rumah," jelas dia dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (25/10/2017).
Menurut dia, adanya berbagai kebijakan pemerintah yang memberikan stimulus untuk sektor properti pun menjadi peluang bisnis bagi para pengembang. Berbagai stimulus tersebut seperti relaksasi ketentuan loan to value atau financing to value (LTV/FTV) sejak Juni 2015.
Pemerintah berencana akan kembali memberikan stimulus untuk sektor properti melalui kebijakan LTV/FTV spasial atau berdasarkan wilayah. "Relaksasi tersebut memiliki efek pengganda yang besar karena sektor properti terkait dengan hampir 170 sektor lainnya," imbuhnya.
Secara nasional, sektor properti masih memiliki ruang besar untuk digarap karena kontribusi bidang tersebut yang baru berkisar 2,5% hingga 2,8% terhadap PDB nasional. Selain itu, bonus demografi Indonesia serta tingkat suku bunga acuan yang masih rendah membuat sektor properti masih potensial.
Di Indonesia juga masih ada 11,38 juta kepala keluarga yang belum memiliki rumah (backlog kepemilikan) dan 6,09 juta kepala keluarga yang tinggal menumpang (backlog keterhunian). Sementara itu, sejalan dengan pertumbuhan bisnis properti di NTT, Kantor Cabang Bank BTN di Kupang pun mencatatkan kenaikan positif kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kontruksi.
Per September 2017, KPR Bank BTN di Kupang tercatat naik 45,31% yoy dari Rp29,02 miliar di September 2016 menjadi Rp53,06 miliar. Kredit konstruksi Bank BTN di Kupang pun naik 60,49% yoy dari Rp65,02 miliar pada kuartal III/2016.
Secara nasional, per September 2017, Bank BTN mencatatkan pertumbuhan KPR sebesar 21,16% yoy dari Rp110,85 triliun di September 2016 menjadi Rp134,31 triliun. Kredit konstruksi naik 17,87% yoy dari Rp20,56 triliun pada kuartal III/2017 menjadi Rp24,23 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya.
(izz)