BI Diminta Keluarkan Jurus Atasi Pelemahan Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Rupiah terus bergerak liar alias melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) di akhir Oktober ini, bahkan sempat menembus level Rp13.600/USD. Dibanding pelemahan mata uang regional lainya seperti Singapura, rupiah lebih terjun bebas.
President Director Center for Banking Crisis Achmad Deni Daruri mempertanyakan jurus Bank Indonesia (BI) untuk menangani pelemahan tersebut. "Seakan-akan tidak ada Bank Indonesia dalam NKRI ini. Kemana jurus Gubernur BI," kata dia dalam rilisnya, Jakarta, Senin (30/10/2017).
Pelemahan mata uang di Asia memang karena perekonomian AS terus membaik. Tren perekonomian Amerika terus positif baik kebijakan fiskal oleh pemerintah AS, maupun kebijakan moneter yang di lakukan the Fed.
Bank Sentral seperti Singapura telah menyiapkan instrument moneter yang inovatif dan antisipatif, sehingga perkembangan perekonomian Amerika tidak signifikan memengaruhi mata uang Singapura.
Otoritas Moneter Singapura, kata dia, menggunakan pertukaran mata uang dolar Singapura sebagai instrumen utama kebijakan moneter bukan suku bunga. Ini memudahkan, otoritas bank central untuk melakukan penyesuaian kebijakan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi global.
Beda dengan rupiah, BI kelihatan agak gugup mengantisipasi perkembangan ekonomi AS, sehinga instrument BI tidak inovatif hanya intervensi pasar, yang hanya menghabiskan cadangan devisa tanpa efek maksimal pengaruhnya.
BI dituntut harus inovatif dan antispatif terhadap kondisi perekenomian global khusus ekonomi AS. "Gubernur BI pun diharapkan punya jurus baru menguatkan nilai rupiah agar kelihatan bahwa kita memang punya gubernur BI yang berkualitas bukan jurus berkampanye untuk terpilih lagi menjadi Gubernur BI Periode berikutnya," kata dia.
President Director Center for Banking Crisis Achmad Deni Daruri mempertanyakan jurus Bank Indonesia (BI) untuk menangani pelemahan tersebut. "Seakan-akan tidak ada Bank Indonesia dalam NKRI ini. Kemana jurus Gubernur BI," kata dia dalam rilisnya, Jakarta, Senin (30/10/2017).
Pelemahan mata uang di Asia memang karena perekonomian AS terus membaik. Tren perekonomian Amerika terus positif baik kebijakan fiskal oleh pemerintah AS, maupun kebijakan moneter yang di lakukan the Fed.
Bank Sentral seperti Singapura telah menyiapkan instrument moneter yang inovatif dan antisipatif, sehingga perkembangan perekonomian Amerika tidak signifikan memengaruhi mata uang Singapura.
Otoritas Moneter Singapura, kata dia, menggunakan pertukaran mata uang dolar Singapura sebagai instrumen utama kebijakan moneter bukan suku bunga. Ini memudahkan, otoritas bank central untuk melakukan penyesuaian kebijakan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi global.
Beda dengan rupiah, BI kelihatan agak gugup mengantisipasi perkembangan ekonomi AS, sehinga instrument BI tidak inovatif hanya intervensi pasar, yang hanya menghabiskan cadangan devisa tanpa efek maksimal pengaruhnya.
BI dituntut harus inovatif dan antispatif terhadap kondisi perekenomian global khusus ekonomi AS. "Gubernur BI pun diharapkan punya jurus baru menguatkan nilai rupiah agar kelihatan bahwa kita memang punya gubernur BI yang berkualitas bukan jurus berkampanye untuk terpilih lagi menjadi Gubernur BI Periode berikutnya," kata dia.
(izz)