Milenial Pendorong Ekonomi Nasional
A
A
A
JAKARTA - Pola konsumsi generasi milenial berbeda dengan generasi sebelumnya. Kelompok masyarakat usia 17-29 tahun ini lebih memperhitungkan pola konsumsi pengalaman.
Pelaku bisnis dan pemerintah harus menangkap ini sebagai peluang sehingga bisa menjadi pendorong ekonomi nasional. Gaya hidup generasi milenial tak bisa lepas dari gawai. Gaya hidup generasi now inibisadilihat disetiap tempat seperti mal hingga kafe kaki lima. Di mal mereka bukan melakukan aktivitas belanja, melainkan mengisi tempat-tempat kosong di restoran atau kafe yang memiliki jangkauan wifi tak terbatas. Pola pikir mereka pun memiliki ciri tersendiri sehingga mengubah gaya hidup mereka. Untuk membelanjakan uang bukan perkara yang mudah bagi mereka.
Kebutuhan harus disesuaikan dengan bujet yang dimilikinya dan dibagi dengan sangat teliti tanpa harus kehilangan uang belanja kuota. Uang yang dibelanjakan harus bisa mem buktikan dirinya eksis di media sosial hingga mengikuti tren perkembangan zaman dalam berpenampilan. Pakar marketing Yuswohady mengungkapkan, generasi milenial yang memiliki penghasilan lebih dari cukup dan mengenyam pendidikan tinggi akan mengubah pola konsumsi dari membeli barang tahan lama menjadi pengalaman.
“Pola konsumsi pengalaman itu misalnya menginap di hotel, makan dan nong krong di kafe, nonton film bioskop sebagai rekreasi ringan, nonton konser, karaoke hingga nge-gym,” ujar Yuswohady pada Indonesia Tourism Outlook , Rabu (1/11/2017). Tren kafe yang semakin berkembang beberapa tahun belakangan de ngan beragam tema atraktif ikut memicu pertumbuhan generasi milenial di sektor ini. Bukan sekadar kafe di mal, kafe tradisional pun ikut menjadi sasaran tempat nongkrong enak yang didukung dengan cemilan ringan.
“Tren kafe dengan beragam tema memang menjadi incaran para milenial. Sebut saja Restoran Upnormal yang sudah banyak cabangnya. Meski di sana hanya tersedia mi instan saja, mereka mencari pengalaman nongkrong dengan suasana santai,” urainya. Menteri Pariwisata Arief Yahya menyadari, generasi milenial sebagai penggerak ekonomi nasional memiliki potensi yang sangat besar bagi industri pariwisata. Arief menilai anak muda generasi milenial yang digital minded sangat strategis, baik sebagai komunitas atau anak muda yang terhubung secara digital maupun sebagai media karena selalu eksis di media sosial.
“Merekalah salah satu ujung tombak dalam mem promosikan destinasi wisata, termasuk event-event dan kebijakan pariwisata,” tutur Arief saat menjadi keynote speaker di Jakarta. Pengamat pariwisata Azril Azahari pun melihat pola generasi milenial dalam menikmati wisata pun bergeser. Mereka bukan sekadar memburu tempat wisata alam, tetapi juga tanggung jawab. Artinya wisatawan ber tanggung jawab atas tempat wisata itu sendiri seperti kebersihan atau budaya yang dinikmati.
Ia mencontohkan, bila wisatawan lokal di masa lalu hanya menonton pertunjukan tari kecak, sekarang yang menonton ikut diajari bagaimana menari kecak.
Hal seperti ini menurutnya sangat menarik minat para wisatawan muda yang bukan hanya dari kota, tetapi juga dari berbagai daerah lain. Tren yang diinginkan para milenial ini juga ditangkap oleh para pengusaha hotel dan restoran. Wakil Ketua Umum Bidang Destinasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Johnie Sugiarto me nyadari, tren berubah se - iring dengan usia para wisatawan yang semakin muda dan memiliki kebutuhan yang berbeda pula. “Banyak hotel yang me nyesuaikan diri dari desain hingga menu yang berubah. Semua industri sudah berbenah untuk menyesuaikan dengan target marketnya,” paparnya.
Meski begitu, saat ini masih banyak hotel bintang lima yang tetap mencari pelanggan kelas atas dan belum bisa menyesuaikan diri dengan perubahan. PHRI tetap yakin hotel-hotel di Indonesia masing-masing memiliki kelas sendiri sehingga tidak akan muncul masalah yang signifikan. Kecenderungan kaum milenial yang aktif dan serba digital ikut membawa pengaruh besar terhadap gaya busana yang mereka kenakan. Pola pikir yang serbapraktis membawa pengaruh yang sangat besar pula terhadap penampilan kaum milenial saat ini.
Mereka lebih menyukai mengenakan busana simpel seperti t-shirt yang dipadukan dengan jins ataupun jaket bomber dengan sepatu sneakers. “Anak-anak milenial sekarang itu tidak suka dikekang dan cenderung ingin bebas dalam hal apa pun. Hal ini juga berpengaruh terhadap style mereka, terlihat saat ini busana dengan aksen minimalis banyak digandrungi,” urai desainer kenamaan Amy Atmanto kepada KORAN SINDO. Kesederhanaan dalam penampilan kaum muda tersebut ikut mendorong pola belanja.
Untuk memenuhi gaya berpakaian sehari-hari, berbagai kebutuhan itu dapat dipenuhi cukup dengan mendatangi toko-toko yang banyak di jumpai di pinggir jalan. Tak perlu pergi ke mal untuk mendapatkan semuanya mengingat belanja online dapat dilakukan dengan mudah, cepat, praktis, dan lebih hemat. “Eranya boleh digital, untuk urusan berbelanja banyak dari kaum milenial yang lebih senang langsung mengunjungi gerai atau berkonsultasi kepada desainernya. Kebanyakan mereka hanya mencari desain atau model busana seperti apa yang tengah populer saat ini dari internet supaya tidak dilihat ketinggalan zaman,” ungkap desainer yang pernah mene rima penghargaan The Best Indonesia Designer 2010 ini.
Lantas gaya busana seperti apa yang akan menjadi tren kaum milenial ke depan? Menurutnya, untuk 2018 busana berpotongan simpel akan tetap digemari. “Meski terlihat sederhana, masih akan digunakan sentuhan art yang unik sebagai aksennya,” sebutnya.
Pendapatan Pajak Meningkat
Ekonom dari Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menuturkan, perubahan gaya hidup dan pola konsumsi generasi milenial mendatangkan potensi penerimaan pajak yang cukup besar. Hal ini akibat kondisi digitalisasi yang pesat dari semua aspek kehidupan. “Pemerintah harus segera merumuskan ke bijak an baru dari objek pajak yang belum ter-cover,” ujarnya. Dia mengemukakan, kebutuhan setiap generasi berbeda-beda sehingga pemerin tah harus mengkaji perkem bang an setiap perilaku dan kondisi masyarakatnya.
Saat ini misalnya, anak milenial yang dikenal hi-tech suka menggunakan trans por tasi online dan belanja di e-commerce atau online shop. Ter masuk juga para penjual online yang men - jajakan dagangannya melalui media sosial seperti Instagram, Facebook dan forum-forum lain. Untuk itu dia menyebut pen ting - nya memperluas sektor penerima an pajak pada bidang ini. “Pemerintah harus cerdik mendeteksi mana transaksi keuangan yang dibuat dari hasil jualan online. Karena kebanyakan sekarang usaha perdagangan lewat media sosial sifatnya pribadi langsung ke rekening penjual,” sebut Lana.
Selain itu potensi pajak juga bisa didapat dari restoran, kafe, dan tempat hang out yang menjadi favorit para anak muda kekini an tersebut. Pemerintah diharapkan dapat memberikan insentif pajak bagi pengusaha tempat makan tersebut agar bisnis pada sektor ini berkembang pesat dan terus membesar. Pengamat ekonomi Didik J Rahbini mengatakan generasi milenial sebagai kelas menengah punya andil dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi melalui sektor bisnis dan hiburan. “Sektor itu sudah memberi kontribusi karena bergerak dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi. Jadi sangat bermanfaat menunjang per ekonomian, mengurangi kelemahan yang terjadi,” ujarnya.
Didik memprediksi ekonomi ke depan akan lebih baik, tetapi tentu dengan dukungan pemerintah yang harus memiliki kebijakan industri berdaya saing nasional. “Jika tidak, pertumbuhan tidak akan menembus sampai 7%,” tandasnya. (Ananda Nararya/Aprilia S Andyna/ Rendra Hanggara)
Pelaku bisnis dan pemerintah harus menangkap ini sebagai peluang sehingga bisa menjadi pendorong ekonomi nasional. Gaya hidup generasi milenial tak bisa lepas dari gawai. Gaya hidup generasi now inibisadilihat disetiap tempat seperti mal hingga kafe kaki lima. Di mal mereka bukan melakukan aktivitas belanja, melainkan mengisi tempat-tempat kosong di restoran atau kafe yang memiliki jangkauan wifi tak terbatas. Pola pikir mereka pun memiliki ciri tersendiri sehingga mengubah gaya hidup mereka. Untuk membelanjakan uang bukan perkara yang mudah bagi mereka.
Kebutuhan harus disesuaikan dengan bujet yang dimilikinya dan dibagi dengan sangat teliti tanpa harus kehilangan uang belanja kuota. Uang yang dibelanjakan harus bisa mem buktikan dirinya eksis di media sosial hingga mengikuti tren perkembangan zaman dalam berpenampilan. Pakar marketing Yuswohady mengungkapkan, generasi milenial yang memiliki penghasilan lebih dari cukup dan mengenyam pendidikan tinggi akan mengubah pola konsumsi dari membeli barang tahan lama menjadi pengalaman.
“Pola konsumsi pengalaman itu misalnya menginap di hotel, makan dan nong krong di kafe, nonton film bioskop sebagai rekreasi ringan, nonton konser, karaoke hingga nge-gym,” ujar Yuswohady pada Indonesia Tourism Outlook , Rabu (1/11/2017). Tren kafe yang semakin berkembang beberapa tahun belakangan de ngan beragam tema atraktif ikut memicu pertumbuhan generasi milenial di sektor ini. Bukan sekadar kafe di mal, kafe tradisional pun ikut menjadi sasaran tempat nongkrong enak yang didukung dengan cemilan ringan.
“Tren kafe dengan beragam tema memang menjadi incaran para milenial. Sebut saja Restoran Upnormal yang sudah banyak cabangnya. Meski di sana hanya tersedia mi instan saja, mereka mencari pengalaman nongkrong dengan suasana santai,” urainya. Menteri Pariwisata Arief Yahya menyadari, generasi milenial sebagai penggerak ekonomi nasional memiliki potensi yang sangat besar bagi industri pariwisata. Arief menilai anak muda generasi milenial yang digital minded sangat strategis, baik sebagai komunitas atau anak muda yang terhubung secara digital maupun sebagai media karena selalu eksis di media sosial.
“Merekalah salah satu ujung tombak dalam mem promosikan destinasi wisata, termasuk event-event dan kebijakan pariwisata,” tutur Arief saat menjadi keynote speaker di Jakarta. Pengamat pariwisata Azril Azahari pun melihat pola generasi milenial dalam menikmati wisata pun bergeser. Mereka bukan sekadar memburu tempat wisata alam, tetapi juga tanggung jawab. Artinya wisatawan ber tanggung jawab atas tempat wisata itu sendiri seperti kebersihan atau budaya yang dinikmati.
Ia mencontohkan, bila wisatawan lokal di masa lalu hanya menonton pertunjukan tari kecak, sekarang yang menonton ikut diajari bagaimana menari kecak.
Hal seperti ini menurutnya sangat menarik minat para wisatawan muda yang bukan hanya dari kota, tetapi juga dari berbagai daerah lain. Tren yang diinginkan para milenial ini juga ditangkap oleh para pengusaha hotel dan restoran. Wakil Ketua Umum Bidang Destinasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Johnie Sugiarto me nyadari, tren berubah se - iring dengan usia para wisatawan yang semakin muda dan memiliki kebutuhan yang berbeda pula. “Banyak hotel yang me nyesuaikan diri dari desain hingga menu yang berubah. Semua industri sudah berbenah untuk menyesuaikan dengan target marketnya,” paparnya.
Meski begitu, saat ini masih banyak hotel bintang lima yang tetap mencari pelanggan kelas atas dan belum bisa menyesuaikan diri dengan perubahan. PHRI tetap yakin hotel-hotel di Indonesia masing-masing memiliki kelas sendiri sehingga tidak akan muncul masalah yang signifikan. Kecenderungan kaum milenial yang aktif dan serba digital ikut membawa pengaruh besar terhadap gaya busana yang mereka kenakan. Pola pikir yang serbapraktis membawa pengaruh yang sangat besar pula terhadap penampilan kaum milenial saat ini.
Mereka lebih menyukai mengenakan busana simpel seperti t-shirt yang dipadukan dengan jins ataupun jaket bomber dengan sepatu sneakers. “Anak-anak milenial sekarang itu tidak suka dikekang dan cenderung ingin bebas dalam hal apa pun. Hal ini juga berpengaruh terhadap style mereka, terlihat saat ini busana dengan aksen minimalis banyak digandrungi,” urai desainer kenamaan Amy Atmanto kepada KORAN SINDO. Kesederhanaan dalam penampilan kaum muda tersebut ikut mendorong pola belanja.
Untuk memenuhi gaya berpakaian sehari-hari, berbagai kebutuhan itu dapat dipenuhi cukup dengan mendatangi toko-toko yang banyak di jumpai di pinggir jalan. Tak perlu pergi ke mal untuk mendapatkan semuanya mengingat belanja online dapat dilakukan dengan mudah, cepat, praktis, dan lebih hemat. “Eranya boleh digital, untuk urusan berbelanja banyak dari kaum milenial yang lebih senang langsung mengunjungi gerai atau berkonsultasi kepada desainernya. Kebanyakan mereka hanya mencari desain atau model busana seperti apa yang tengah populer saat ini dari internet supaya tidak dilihat ketinggalan zaman,” ungkap desainer yang pernah mene rima penghargaan The Best Indonesia Designer 2010 ini.
Lantas gaya busana seperti apa yang akan menjadi tren kaum milenial ke depan? Menurutnya, untuk 2018 busana berpotongan simpel akan tetap digemari. “Meski terlihat sederhana, masih akan digunakan sentuhan art yang unik sebagai aksennya,” sebutnya.
Pendapatan Pajak Meningkat
Ekonom dari Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menuturkan, perubahan gaya hidup dan pola konsumsi generasi milenial mendatangkan potensi penerimaan pajak yang cukup besar. Hal ini akibat kondisi digitalisasi yang pesat dari semua aspek kehidupan. “Pemerintah harus segera merumuskan ke bijak an baru dari objek pajak yang belum ter-cover,” ujarnya. Dia mengemukakan, kebutuhan setiap generasi berbeda-beda sehingga pemerin tah harus mengkaji perkem bang an setiap perilaku dan kondisi masyarakatnya.
Saat ini misalnya, anak milenial yang dikenal hi-tech suka menggunakan trans por tasi online dan belanja di e-commerce atau online shop. Ter masuk juga para penjual online yang men - jajakan dagangannya melalui media sosial seperti Instagram, Facebook dan forum-forum lain. Untuk itu dia menyebut pen ting - nya memperluas sektor penerima an pajak pada bidang ini. “Pemerintah harus cerdik mendeteksi mana transaksi keuangan yang dibuat dari hasil jualan online. Karena kebanyakan sekarang usaha perdagangan lewat media sosial sifatnya pribadi langsung ke rekening penjual,” sebut Lana.
Selain itu potensi pajak juga bisa didapat dari restoran, kafe, dan tempat hang out yang menjadi favorit para anak muda kekini an tersebut. Pemerintah diharapkan dapat memberikan insentif pajak bagi pengusaha tempat makan tersebut agar bisnis pada sektor ini berkembang pesat dan terus membesar. Pengamat ekonomi Didik J Rahbini mengatakan generasi milenial sebagai kelas menengah punya andil dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi melalui sektor bisnis dan hiburan. “Sektor itu sudah memberi kontribusi karena bergerak dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi. Jadi sangat bermanfaat menunjang per ekonomian, mengurangi kelemahan yang terjadi,” ujarnya.
Didik memprediksi ekonomi ke depan akan lebih baik, tetapi tentu dengan dukungan pemerintah yang harus memiliki kebijakan industri berdaya saing nasional. “Jika tidak, pertumbuhan tidak akan menembus sampai 7%,” tandasnya. (Ananda Nararya/Aprilia S Andyna/ Rendra Hanggara)
(nfl)