Kasus Allianz Life Dihentikan, Citra Asuransi Harus Dipulihkan
A
A
A
JAKARTA - PT Asuransi Allianz Life Indonesia telah menerima Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas kasus yang menimpa dua mantan eksekutifnya. Melalui siaran pers-nya, Allianz Life mengatakan bahwa alasan dihentikannya proses penyidikan oleh pihak kepolisian adalah karena tidak cukup bukti.
Dalam keterangan yang sama juga dikatakan bahwa Allianz Life tidak membayar klaim kepada dua orang mantan pelapornya, karena klaim tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku di dalam polis.
Pakar asuransi, Hotbonar Sinaga mengatakan keputusan polisi untuk menghentikan penyidikan atas kasus ini patut diapresiasi, karena substansi masalahnya memang berada di ranah hukum perdata. Sehingga penggunaan UU Perlindungan Konsumen yang mengacu pada pidana menurutnya kurang tepat.
"Kedepannya kasus semacam ini harus bisa diselesaikan di Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI). BMAI sudah terbiasa memutuskan sengketa seperti ini, karena BMAI dibuat oleh Dewan Asuransi Indonesia," jelas Hotbonar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Dia menambahkan bahwa UU Perlindungan Konsumen tidak cocok untuk industri jasa. Walaupun memang ada poin-poin mengenai industri jasa di dalamnya, menurutnya tidak relevan untuk diterapkan, apalagi menggunakan UU tersebut untuk mempidanakan pihak tertentu.
"Saya mendengar bahwa DPR akan mengamandemen UU Perlindungan Konsumen tersebut, karena sudah 20 tahun UU tersebut tidak diamandenen. Saya mendukung upaya DPR untuk melakukan itu, karena tidak cocok untuk kondisi saat ini," tambahnya.
Dia juga menegaskan bawah citra industri asuransi harus dipulihkan dan dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh pihak dalam industri, tidak bisa sendiri-sendiri.
Sebelumnya, penetapan status tersangka kepada mantan Presiden Direktur PT Asuransi Allianz Life Indonesia, Joachim Wessling sempat membuat geger industri asuransi. Belakangan bahkan telah berhembus kabar bahwa kasus tersebut diduga ada kaitannya dengan praktek-praktek penipuan dalam klaim asuransi yang dilakukan oleh sekelompok orang.
Hal tersebut tidak ditampik oleh Direktur Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu. Dirinya mengungkapkan bahwa di dalam industri dengan regulasi yang sangat ketat pun, hal seperti itu masih tetap ada. "Tidak salah jika perusahaan asuransi berhati-hati dalam mencairkan sebuah klaim. Terutama, jika terjadi klaim-klaim yang tidak wajar atau mencurigakan," jelas Togar.
Dalam keterangan yang sama juga dikatakan bahwa Allianz Life tidak membayar klaim kepada dua orang mantan pelapornya, karena klaim tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku di dalam polis.
Pakar asuransi, Hotbonar Sinaga mengatakan keputusan polisi untuk menghentikan penyidikan atas kasus ini patut diapresiasi, karena substansi masalahnya memang berada di ranah hukum perdata. Sehingga penggunaan UU Perlindungan Konsumen yang mengacu pada pidana menurutnya kurang tepat.
"Kedepannya kasus semacam ini harus bisa diselesaikan di Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI). BMAI sudah terbiasa memutuskan sengketa seperti ini, karena BMAI dibuat oleh Dewan Asuransi Indonesia," jelas Hotbonar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Dia menambahkan bahwa UU Perlindungan Konsumen tidak cocok untuk industri jasa. Walaupun memang ada poin-poin mengenai industri jasa di dalamnya, menurutnya tidak relevan untuk diterapkan, apalagi menggunakan UU tersebut untuk mempidanakan pihak tertentu.
"Saya mendengar bahwa DPR akan mengamandemen UU Perlindungan Konsumen tersebut, karena sudah 20 tahun UU tersebut tidak diamandenen. Saya mendukung upaya DPR untuk melakukan itu, karena tidak cocok untuk kondisi saat ini," tambahnya.
Dia juga menegaskan bawah citra industri asuransi harus dipulihkan dan dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh pihak dalam industri, tidak bisa sendiri-sendiri.
Sebelumnya, penetapan status tersangka kepada mantan Presiden Direktur PT Asuransi Allianz Life Indonesia, Joachim Wessling sempat membuat geger industri asuransi. Belakangan bahkan telah berhembus kabar bahwa kasus tersebut diduga ada kaitannya dengan praktek-praktek penipuan dalam klaim asuransi yang dilakukan oleh sekelompok orang.
Hal tersebut tidak ditampik oleh Direktur Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu. Dirinya mengungkapkan bahwa di dalam industri dengan regulasi yang sangat ketat pun, hal seperti itu masih tetap ada. "Tidak salah jika perusahaan asuransi berhati-hati dalam mencairkan sebuah klaim. Terutama, jika terjadi klaim-klaim yang tidak wajar atau mencurigakan," jelas Togar.
(akr)