Pemimpin Visioner dan Berambisi Kuasai Pasar Global
A
A
A
SIDDHARTHA Lal masih berusia 26 tahun ketika menjadi CEO Royal Enfield pada tahun 2000. Meski masih muda, dia sangat visioner dan ingin perusahaan serta negaranya bangkit.
Siddhartha Lal lalu mengambil keputusan berisiko dan melepaskan 13 dari 15 bisnis Eicher Motors sehingga pengembangan produk Royal Enfield dan truk lebih terjaga. Berdasarkan hasil analisisnya, Lal yang juga menjabat sebagai CEO Eicher Motors yakin Royal Enfield dan truk menjadi produk menjanjikan.
Faktanya, Royal Enfield menyumbangkan sekitar 80% dari total pendapatan perusahaan. Potensi pasarnya, baik di India ataupun di negara lainnya sangat besar. Kekurangannya, Eicher Motors masih kurang fokus pada potensi tersebut.
"Di dalam pikiran, saya bertanya, apakah kami ingin menjadi pemain menengah dalam 15 bisnis kecil atau menjadi pemain besar dalam satu atau dua bisnis?" kata Lal, dikutip India Times. "Karena itu, kami menjual 13 dari 15 bisnis. Banyak orang mengira Eicher Motors mulai bangkrut," tambah pria berusia 44 tahun tersebut.
Dalam satu dekade, Eicher Motors berhasil meraup pendapatan 8.738 crore rupee dengan laba bersih 702 crore rupee. Jajaran dewan direksi mengakui kinerja Lal sangat memuaskan. "Lal adalah aset terbesar Royal Enfield. Dia merupakan sejarawan, pencinta sekaligus pengguna," kata CEO Royal Enfield 2005-2014 RL Ravichandran.
Sejak 2004, Lal menjadi COO. Berkat kerja kerasnya, harga saham Eicher Motors melonjak naik dari 224 rupee pada 2006 menjadi 15.612 rupee pada 2015. Performa tersebut berada di luar perkiraan para ahli. Eicher Motors juga tidak memiliki utang sehingga tidak terhambat untuk melakukan ekspansi dan inovasi produk.
Royal Enfield berhasil mengapitalisasi pertumbuhan pelanggan melalui diferensiasi produk, pemosisian brand, kapasitas build-up, dan ekspansi jaringan secara pesat. Pada 2005, Eicher Motors menjual 25.000 sepeda motor. "Sudah jelas, saya sendiri sangat terkesan. Ini merupakan bisnis yang menguntungkan," kata Lal.
Lal mengaku rutin melakukan uji coba agar mengetahui kelemahan dan kekurangan inovasi baru Royal Enfield. Dia biasanya berkendara hingga ratusan kilometer. Selain itu, dia menginisasi konvoi Royal Enfield. Ravichandran mengatakan, Royal Enfield selalu prima.
Kelebihan itu yang membedakannya dengan merek lain. Di bawah kepemimpinan Lal, di samping adanya peningkatan kualitas, penjualan juga tumbuh dengan baik. Pada 2010, Eicher Motors menjual hingga 50.000 sepeda motor. Penjualan Enfield Classic naik enam kali lipat dari 50.000 unit pada 2010 menjadi 300.000 unit pada 2014.
Mereka terus menaikkan target di setiap tahun. Eicher Motors kini berhasil memenetrasi pasar internasional. Ekspornya mencapai 6.000 sepeda motor pertahun. Lal yakin pada 2025 pangsa pasar Royal Enfield akan meluas. Karena itu, dia merekrut orang-orang andal. Salah satunya Rod Copes, mantan Manajer Harley Davidson, sebagai presiden di Amerika Utara.
Lal mengaku mendapatkan inspirasi dari merek-merek global seperti Mini Cooper dan Porsche. Pada 1990-an, mobil kecil kurang populer dibandingkan mobil sedang. Namun, Mini Cooper mampu mengubah paradigma itu. "Itulah yang saya inginkan dari Royal Enfield, menjadikan motor berbobot menengah populer," katanya.
Sebelumnya, Lal mencoba fokus pada bisnis truk. Namun, perjalanannya terjal dan tantangannya sangat sulit. "Kami menyadari kami memiliki merek, tapi tidak memiliki kekuatan finansial, teknologi, dan distribusi. Ini tugas yang tidak mudah," tandas Lal, yang kemudian memutuskan beraliansi dengan Volvo.
Lal merupakan alumnus Universitas Leeds (S-3), Universitas Cranfield (S-2), dan Universitas Delhi (S-1). Setelah lulus, dia bekerja di MAN Nutzfahrzeuge AG sebelum bergabung dengan Eicher Group pada 1999. Selang tujuh tahun, pria bergaji USD837.339 itu ditunjuk menjadi COO dan Managing Director Eicher Motors.
Siddhartha Lal lalu mengambil keputusan berisiko dan melepaskan 13 dari 15 bisnis Eicher Motors sehingga pengembangan produk Royal Enfield dan truk lebih terjaga. Berdasarkan hasil analisisnya, Lal yang juga menjabat sebagai CEO Eicher Motors yakin Royal Enfield dan truk menjadi produk menjanjikan.
Faktanya, Royal Enfield menyumbangkan sekitar 80% dari total pendapatan perusahaan. Potensi pasarnya, baik di India ataupun di negara lainnya sangat besar. Kekurangannya, Eicher Motors masih kurang fokus pada potensi tersebut.
"Di dalam pikiran, saya bertanya, apakah kami ingin menjadi pemain menengah dalam 15 bisnis kecil atau menjadi pemain besar dalam satu atau dua bisnis?" kata Lal, dikutip India Times. "Karena itu, kami menjual 13 dari 15 bisnis. Banyak orang mengira Eicher Motors mulai bangkrut," tambah pria berusia 44 tahun tersebut.
Dalam satu dekade, Eicher Motors berhasil meraup pendapatan 8.738 crore rupee dengan laba bersih 702 crore rupee. Jajaran dewan direksi mengakui kinerja Lal sangat memuaskan. "Lal adalah aset terbesar Royal Enfield. Dia merupakan sejarawan, pencinta sekaligus pengguna," kata CEO Royal Enfield 2005-2014 RL Ravichandran.
Sejak 2004, Lal menjadi COO. Berkat kerja kerasnya, harga saham Eicher Motors melonjak naik dari 224 rupee pada 2006 menjadi 15.612 rupee pada 2015. Performa tersebut berada di luar perkiraan para ahli. Eicher Motors juga tidak memiliki utang sehingga tidak terhambat untuk melakukan ekspansi dan inovasi produk.
Royal Enfield berhasil mengapitalisasi pertumbuhan pelanggan melalui diferensiasi produk, pemosisian brand, kapasitas build-up, dan ekspansi jaringan secara pesat. Pada 2005, Eicher Motors menjual 25.000 sepeda motor. "Sudah jelas, saya sendiri sangat terkesan. Ini merupakan bisnis yang menguntungkan," kata Lal.
Lal mengaku rutin melakukan uji coba agar mengetahui kelemahan dan kekurangan inovasi baru Royal Enfield. Dia biasanya berkendara hingga ratusan kilometer. Selain itu, dia menginisasi konvoi Royal Enfield. Ravichandran mengatakan, Royal Enfield selalu prima.
Kelebihan itu yang membedakannya dengan merek lain. Di bawah kepemimpinan Lal, di samping adanya peningkatan kualitas, penjualan juga tumbuh dengan baik. Pada 2010, Eicher Motors menjual hingga 50.000 sepeda motor. Penjualan Enfield Classic naik enam kali lipat dari 50.000 unit pada 2010 menjadi 300.000 unit pada 2014.
Mereka terus menaikkan target di setiap tahun. Eicher Motors kini berhasil memenetrasi pasar internasional. Ekspornya mencapai 6.000 sepeda motor pertahun. Lal yakin pada 2025 pangsa pasar Royal Enfield akan meluas. Karena itu, dia merekrut orang-orang andal. Salah satunya Rod Copes, mantan Manajer Harley Davidson, sebagai presiden di Amerika Utara.
Lal mengaku mendapatkan inspirasi dari merek-merek global seperti Mini Cooper dan Porsche. Pada 1990-an, mobil kecil kurang populer dibandingkan mobil sedang. Namun, Mini Cooper mampu mengubah paradigma itu. "Itulah yang saya inginkan dari Royal Enfield, menjadikan motor berbobot menengah populer," katanya.
Sebelumnya, Lal mencoba fokus pada bisnis truk. Namun, perjalanannya terjal dan tantangannya sangat sulit. "Kami menyadari kami memiliki merek, tapi tidak memiliki kekuatan finansial, teknologi, dan distribusi. Ini tugas yang tidak mudah," tandas Lal, yang kemudian memutuskan beraliansi dengan Volvo.
Lal merupakan alumnus Universitas Leeds (S-3), Universitas Cranfield (S-2), dan Universitas Delhi (S-1). Setelah lulus, dia bekerja di MAN Nutzfahrzeuge AG sebelum bergabung dengan Eicher Group pada 1999. Selang tujuh tahun, pria bergaji USD837.339 itu ditunjuk menjadi COO dan Managing Director Eicher Motors.
(amm)