Potensi E-Commerce Butuh Keberpihakan Pemerintah

Sabtu, 18 November 2017 - 01:14 WIB
Potensi E-Commerce Butuh Keberpihakan Pemerintah
Potensi E-Commerce Butuh Keberpihakan Pemerintah
A A A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia membutuhkan kontribusi semua lini, salah satunya dari e-Commerce. Hingga saat ini e-Commerce merupakan potensi ekonomi yang belum maksimal dipergunakan.

Rektor Universitas Paramadina Firmanzah mengatakan perekonomian tahun 2018 akan menghadapi tantangan tahun politik dan disabilitas kawasan. Karena itu dibutuhkan optimalisasi di sektor kemaritiman, pariwisata, mineral dan tambang, hingga e-commerce. Sektor e-commerce diharapkan ada upaya keberpihakan untuk memaksimalkan pertumbuhan industri tersebut agar lebih besar kontribusinya terhadap perekonomian nasional.

"Indonesia menjadi salah satu negara di Asia yang tingkat pertumbuhan e-commerce sangat tinggi. Bisa dimanfaatkan. Kelas menengah akan terus tumbuh dan perlu suplai sebagai pendorong tersedianya permintaan di domestik," ujar Firmanzah dalam bincang santai bertajuk 'Optimalisasi Potensi Dalam Negeri', di Teater Salihara, Jakarta, Jumat

Dia mengatakan potensi e-Commerce akan menggerakkan perekonomian karena disana ada mekanisme aktivitas ekonomi. Proyeksi untuk e Commerce diprediksi akan mengalami pertumbuhan.”Hanya yang harus diwaspadai adalah bagaimana transisi dari ekonomi konvensional menjadi e Commerce. Bagaimana kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah,” ujarnya.

Dia melihat mesin pertumbuhan tahun 2018 akan tetap mengandalkan konsumsi dalam negeri. Selain domestik, berikutnya dia berharap pada sektor investasi yang juga berkontribusi cukup tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Kalau sekarang rata rata investasi terhadap pembentukan PDB kita 30-31%.

“Belanja pemerintah selama ini membentuk PDB sekitar 9-10% jadi kontribusinya cukup penting baik belanja rutin maupun belanja modal. Tapi tetap tulang punggung dari konsumsi dan investasi. Sehingga konsumsi dan investasi merupakan motor penting ekonomi kita,” ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi di tahun depan masih diyakini mampu tumbuh sedikit di atas 5% atau di kisaran 5,2-5,4%. Apabila bisa tumbuh di atas 5,2% berarti sudah cukup baik sudah sangat baik di tengah tengah persiapan tahun politik dan distabilitas kawasan. “Tantangan ekonomi global bayangan harga minyak mentah dunia yang akan mengalami kenaikan. Tapi rasanya kalau bisa tumbuh di atas 5,2% itu sudah baik,” ujarnya.

Dia juga tidak sepakat soal daya beli masyarakat yang menurun namun merupakan pertumbuhan yang melambat. Sehingga ini tidak bisa disebut melemah, namun menurun pertumbuhannya karena tetap tumbuh. Menurutnya masyarakat Indonesia masih melihat prospek ekonomi kita tidak se optimis yang dibayangkan sehingga mereka lebih berhati hati.

Hal itu yang menjelaskan kenapa kecenderungan pertumbuhan tabungan menandakan minat orang untuk menabung tinggi. Hal itu artinya pola masyarakat untuk berjaga jaga. Selain itu, pola konsumsi untuk fast moving consumer good bergeser dari yang tadinya memiliki volume besar menjadi volume lebih kecil sehingga lebih terjangkau.

Kemudian masyarakat juga masih melihat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja. Soal kesempatan kerja ini menjadi perhatian konsumen kita. Tetapi tumbuhnya konsumsi tidak mencapai tinggi yang diharapkan.

Pemerintah Indonesia terang dia juga perlu mengupayakan agar daya beli masyarakat kembali tumbuh lebih maksimal di masa mendatang. Adapun di 2018, dalam konteks jangka pendek, diperkirakan daya beli masyarakat bisa menggeliat lagi sejalan dengan terjadinya belanja politik karena ada pesta demokrasi di Tanah Air.

Dia tidak menampik daya beli masyarakat tumbuh tapi tidak sesuai harapan. Namun, ada harapan kondisi itu mengalami perbaikan di 2018 lantaran ada beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan tersebut yang salah satunya adalah belanja politik.

"Di tahun depan akan ada Pilkada dan di kuartal terakhir di 2018 rasanya kampanye Pilpres mulai berjalan. Elastisitas belanja politik ke tingkat konsumsi akan baik. Nanti transfer dana dari pusat ke daerah dalam bentuk aktivitas kampanye terjadi," katanya.

Firmanzah menilai kondisi tersebut terbilang produktif dalam jangka pendek dan bisa membantu kelas menengah ke bawah. Apalagi, order atribut kampanye dan aktivitas ekonomi di daerah bisa menjadi transmisi bagaimana dana yang dialokasikan didistribusikan dari pusat ke daerah.

Lebih lanjut, Ia menambahkan, Indonesia patut bersyukur karena sudah mendapat peringkat layak investasi. Hal seperti ini bisa menjadi pendorong dari domestik untuk memaksimalkan pertumbuhan termasuk menggeliatkan kembali aktivitas perekonomian. Apalagi, Indonesia memiliki tingkat stabilitas politik dan ekonomi yang tidak dimiliki semua negara.

"Kita memiliki sesuatu yang tidak dimiliki negara lain. Misalnya stabilitas politik. Sekarang ini, kalau mau lihat ramainya politik itu adanya di media sosial dan aktivitas secara nasional sangat terbatas. Kalau pengalaman di negara lain itu kalau ada calon gubernur maka akan diberondong oleh kompetitor dan ini tidak terjadi di Indonesia," ujarnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5591 seconds (0.1#10.140)