Ekonom Ungkap Penyebab Penyaluran Kredit Melambat
A
A
A
JAKARTA - Perlambatan pertumbuhan kredit tahun ini menurut Chief Economist SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Alexander Sugandi disebabkan beberapa hal. Pertama dari sisi supply, dimana perbankan masih berhati-hati dan belum terlalu agresif memberikan pinjaman lantaran pertumbuhan ekonomi yang masih tertekan sehingga bisa menyebabkan resiko kredit bermasalah (NPL) naik.
(Baca Juga: Penyaluran Kredit Diperkirakan Tumbuh 8% Hingga Akhir Tahun
Lebih lanjut Ia menerangkan faktor kedua, yakni dari sisi demand yakni banyak perusahaan yang tidak meminjam kredit dikarenakan pertumbuhan bisnis yang masih belum kuat. "Ini di antaranya karena melemahnya konsumsi rumah tangga akibat pelemahan daya beli," ujar dia saat dihubungi, Senin (20/11/2017).
Eric pun memprediksi, pertumbuhan kredit tahun 2018 bisa membaik dibandingkan tahun 2017. Hal tersebut dikarenakan, pertumbuhan ekonomi tahun depan diperkirakan bisa lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun ini. "Dengan demikian, dari sisi demand kredit juga bisa tumbuh lebih kuat," sebutnya.
Kemudian jika dilihat dari sisi supply kredit, sambung dia, kebijakan pelonggaran moneter oleh Bank Indonesia (baik dengan pemotongan BI 7 day repo rate dan kebijakan makroprudensial) telah turunkan suku bunga kredit. "Tahun ini saya perkirakan pertumbuhan kredit berada di kisaran 8%-9%, sementara tahun depan bisa sekitar 10%-12%," paparnya.
Sebelumnya BI mengatakan, penyaluran pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2017 diprediksi lebih rendah dari perkiraan semula yaitu menjadi sekitar 8%. Dengan mempertimbangkan masih rendahnya pertumbuhan kredit tersebut, Bank Indonesia (BI) menetapkan Countercyclical Capital Buffer (CCB) tidak berubah yaitu 0%.
(Baca Juga: Penyaluran Kredit Diperkirakan Tumbuh 8% Hingga Akhir Tahun
Lebih lanjut Ia menerangkan faktor kedua, yakni dari sisi demand yakni banyak perusahaan yang tidak meminjam kredit dikarenakan pertumbuhan bisnis yang masih belum kuat. "Ini di antaranya karena melemahnya konsumsi rumah tangga akibat pelemahan daya beli," ujar dia saat dihubungi, Senin (20/11/2017).
Eric pun memprediksi, pertumbuhan kredit tahun 2018 bisa membaik dibandingkan tahun 2017. Hal tersebut dikarenakan, pertumbuhan ekonomi tahun depan diperkirakan bisa lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun ini. "Dengan demikian, dari sisi demand kredit juga bisa tumbuh lebih kuat," sebutnya.
Kemudian jika dilihat dari sisi supply kredit, sambung dia, kebijakan pelonggaran moneter oleh Bank Indonesia (baik dengan pemotongan BI 7 day repo rate dan kebijakan makroprudensial) telah turunkan suku bunga kredit. "Tahun ini saya perkirakan pertumbuhan kredit berada di kisaran 8%-9%, sementara tahun depan bisa sekitar 10%-12%," paparnya.
Sebelumnya BI mengatakan, penyaluran pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2017 diprediksi lebih rendah dari perkiraan semula yaitu menjadi sekitar 8%. Dengan mempertimbangkan masih rendahnya pertumbuhan kredit tersebut, Bank Indonesia (BI) menetapkan Countercyclical Capital Buffer (CCB) tidak berubah yaitu 0%.
(akr)