Produk Fatty Alcohols RI Siap Bersaing Lagi di Pasar Uni Eropa
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan produk fatty alcohols dari Indonesia siap bersaing kembali ke pasar Uni Eropa. Peluang ini terbuka setelah European Commission (EC) memutuskan untuk menghentikan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) pada November 2016 atas produk fatty alcohols asal Indonesia.
“Ekspor fatty alcohols ke negara-negara mitra dagang, khususnya ke Uni Eropa diharapkan akan kembali bergairah dan meningkat setelah mengalami sengketa hambatan perdagangan ekspor di Uni Eropa. Peningkatan tersebut tentunya harus dilakukan sejalan dengan peraturan WTO,” jelas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan dalam siaran pers, Jumat (15/12/2017).
Oke menjelaskan, sebelumnya impor fatty alcohols Indonesia mengalami sengketa dalam kasus pengenaan BMAD di Uni Eropa. Besaran margin dumping yang dikenakan yaitu sebesar 45,63 euro/metrik to (MT) hingga 80,34/MT dan berlaku untuk periode lima tahun. BMAD berlaku efektif sejak 8 November 2011 hingga 12 November 2016.
Namun demikian, pada Januari 2012, Indonesia sempat manyampaikan keberatan atas penerapan BMAD tersebut ke General Court of the European Union. Hasilnya, salah satu eksportir berhasil dikeluarkan dari penerapan BMAD. Akhirnya, Pada 11 Desember 2012 Uni Eropa mengeluarkan keputusan mengenai perubahan pengenaan BMAD untuk Indonesia dengan margin dumping sebesar 0 sampai dengan 45,63 euro/MT.
“Pengenaan BMAD ini sempat membuat ekspor fatty alcohols Indonesia ke Uni Eropa mengalami kelesuan,” imbuh Oke.
Berdasarkan data BPS, ekspor Indonesia ke Uni Eropa untuk produk fatty alcohols pada tahun 2011 sebelum pengenaan BMAD mencapai USD148 juta. Sementara itu, pada tahun 2016 setelah pengenaan BMAD, ekspor fatty alcohols turun menjadi USD80 juta. Ini menunjukkan terjadinya penurunan ekspor fatty alcohols sebesar 45% setelah pengenaan BMAD, walaupun ekspor tahun 2016 mulai meningkat kembali dari USD53,12 juta (tahun 2015) menjadi USD81 juta di tahun 2016.
Dengan estimasi peningkatan ekspor sebesar 52% per tahun, maka ekspor fatty alcohols setelah penghentian pengenaan BMAD diperkirakan mencapai USD285 juta pada tahun 2019. “Nilai ini tentunya akan menjadi prestasi tersendiri bagi Indonesia dalam persaingan di pasar Uni Eropa,” ujar Oke.
Penghentian pengenaan BMAD oleh Uni Eropa dan kemenangan bagi Indonesia berdasarkan hasil putusan Appellate Body (AB) WTO tentunya membawa angin segar bagi kinerja ekspor Fatty Alcohols ke Uni Eropa. “Produsen/eksportir di Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan peluang sebaik-baiknya untuk dapat meningkatkan ekspor dan daya saing di pasar Uni Eropa,” tandas Oke.
“Ekspor fatty alcohols ke negara-negara mitra dagang, khususnya ke Uni Eropa diharapkan akan kembali bergairah dan meningkat setelah mengalami sengketa hambatan perdagangan ekspor di Uni Eropa. Peningkatan tersebut tentunya harus dilakukan sejalan dengan peraturan WTO,” jelas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan dalam siaran pers, Jumat (15/12/2017).
Oke menjelaskan, sebelumnya impor fatty alcohols Indonesia mengalami sengketa dalam kasus pengenaan BMAD di Uni Eropa. Besaran margin dumping yang dikenakan yaitu sebesar 45,63 euro/metrik to (MT) hingga 80,34/MT dan berlaku untuk periode lima tahun. BMAD berlaku efektif sejak 8 November 2011 hingga 12 November 2016.
Namun demikian, pada Januari 2012, Indonesia sempat manyampaikan keberatan atas penerapan BMAD tersebut ke General Court of the European Union. Hasilnya, salah satu eksportir berhasil dikeluarkan dari penerapan BMAD. Akhirnya, Pada 11 Desember 2012 Uni Eropa mengeluarkan keputusan mengenai perubahan pengenaan BMAD untuk Indonesia dengan margin dumping sebesar 0 sampai dengan 45,63 euro/MT.
“Pengenaan BMAD ini sempat membuat ekspor fatty alcohols Indonesia ke Uni Eropa mengalami kelesuan,” imbuh Oke.
Berdasarkan data BPS, ekspor Indonesia ke Uni Eropa untuk produk fatty alcohols pada tahun 2011 sebelum pengenaan BMAD mencapai USD148 juta. Sementara itu, pada tahun 2016 setelah pengenaan BMAD, ekspor fatty alcohols turun menjadi USD80 juta. Ini menunjukkan terjadinya penurunan ekspor fatty alcohols sebesar 45% setelah pengenaan BMAD, walaupun ekspor tahun 2016 mulai meningkat kembali dari USD53,12 juta (tahun 2015) menjadi USD81 juta di tahun 2016.
Dengan estimasi peningkatan ekspor sebesar 52% per tahun, maka ekspor fatty alcohols setelah penghentian pengenaan BMAD diperkirakan mencapai USD285 juta pada tahun 2019. “Nilai ini tentunya akan menjadi prestasi tersendiri bagi Indonesia dalam persaingan di pasar Uni Eropa,” ujar Oke.
Penghentian pengenaan BMAD oleh Uni Eropa dan kemenangan bagi Indonesia berdasarkan hasil putusan Appellate Body (AB) WTO tentunya membawa angin segar bagi kinerja ekspor Fatty Alcohols ke Uni Eropa. “Produsen/eksportir di Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan peluang sebaik-baiknya untuk dapat meningkatkan ekspor dan daya saing di pasar Uni Eropa,” tandas Oke.
(fjo)