Potensi Bisnis Industri MRO Nasional Diproyeksi USD2,2 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan potensi bisnis industri perawatan dan perbaikan pesawat atau maintenance, repair and overhaul (MRO) di Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai USD2,2 miliar, naik signifikan dibanding tahun 2016 sebesar USD970 juta.
Hal ini seiring upaya pemerintah yang memacu pengembangan industri jasa penerbangan dalam negeri sejak tahun 2000 sehingga kinerjanya tumbuh dalam satu dekade terakhir.
“Industri MRO kita semakin kompetitif. Saat ini sudah mampu menyediakan berbagai jasa perawatan pesawat, antara lain airframe, instrument, engine, radio, emergency equipment, dan line maintenance,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Harjanto di Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Harjanto menyebutkan, pada tahun 2016, maskapai dunia mengeluarkan dana sebesar USD72,81 miliar untuk melakukan perawatan pesawat. Dari nilai tersebut, Amerika Utara menjadi penyumbang terbesar yang mencapai USD21,2 miliar, diikuti Eropa sekitar USD20,7 miliar dan Asia Pasifik USD13,3 miliar.
“Di tahun 2025, pasar perawatan pesawat di dunia diperkirakan terus meningkat dengan pertumbuhan 3,9% sehingga menjadi USD106,54 miliar. Asia Pasifik akan mengalami pertumbuhan terbesar, yakni 5,8% dibanding Amerika Utara 0,9% dan Eropa 2,35%,” paparnya.
Sementara itu, menurut Harjanto, perusahaan MRO di Eropa dan Amerika Utara mulai fokus menggarap industri berteknologi tinggi dan padat modal. Sedangkan untuk jasa perawatan pesawat yang tergolong padat karya, bakal diserahkan kepada pihak lain. “Kondisi ini akan memberikan peluang bagi industri MRO di Asia Pasifik termasuk di Indonesia,” ungkapnya.
Peluang bisnis tersebut, perlu ditangkap oleh industri MRO nasionalyang saat ini jumlahnya mencapai 32 perusahaan, yang tergabung dalam Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA). Untuk itu, Kemenperin bersama seluruh pemangku kepentingan terkait terus berkolaborasi guna lebih meningkatkan daya saing industri MRO nasional.
Adapun langkah strategis yang perlu dilakukan dalam menunjang hal tersebut, di antaranya adalah pengembangan sumber daya manusia industri, pembangunan kawasan industri terpadu, pemenuhan standar kualitas, dan penguatan industri komponen pesawat. “Kami akan melakukan pembicaraan yang lebih intens bersama produsen pesawat, terutama Airbus dan Boeing agar dapat mendirikan Aircraft Engineering Center di Indonesia,” ujar Harjanto.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyampaikan, di Bintan tengah dikembangkan Airport and Aerospace Industry Park di atas lahan seluas 4.000 hektare. Kawasan aviasi terpadu ini akan menjadi yang terlengkap di Indonesia dengan beberapa fasilitas penunjang seperti bandara, sarana perbaikan pesawat, pelatihan pegawai penerbangan, serta area kawasan bisnis dan residensial.
Di samping itu, Kemenperin dan IAMSA akan bersinergi untuk pembangunan unit pendidikan maupun penyediaan tenaga pengajar ahli di bidang perawatan pesawat. Selain itu, dilakukan juga kerja sama dengan industri yang akan menampung para lulusan agar dapat langsung terserap kerja.
Kemenperin mencatat, Indonesia akan menyerap sebanyak 12.000-15.000 tenaga ahli MRO dalam kurun 15 tahun ke depan. Sementara itu, sekolah-sekolah teknisi penerbangan di Indonesia hanya menghasilkan 200 tenaga ahli per tahun, sedangkan kebutuhannya mencapai 1.000 orang per tahun.
Menperin menambahkan, industri penerbangan dalam negeri terus berkembang dan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini diindikasikan dengan kenaikan jumlah lalu lintas udara, baik penumpang maupun untuk arus barang.
“Pertumbuhan jumlah penumpang udara domestik meningkat rata-rata 15% per tahun selama 10 tahun terakhir, sedangkan jumlah penumpang udara internasional hingga naik sekitar 8% dan Indonesia adalah merupakan negara terbesar ketiga di Asia dalam pembelian pesawat udara setelah China dan India,” paparnya.
Hal ini seiring upaya pemerintah yang memacu pengembangan industri jasa penerbangan dalam negeri sejak tahun 2000 sehingga kinerjanya tumbuh dalam satu dekade terakhir.
“Industri MRO kita semakin kompetitif. Saat ini sudah mampu menyediakan berbagai jasa perawatan pesawat, antara lain airframe, instrument, engine, radio, emergency equipment, dan line maintenance,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Harjanto di Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Harjanto menyebutkan, pada tahun 2016, maskapai dunia mengeluarkan dana sebesar USD72,81 miliar untuk melakukan perawatan pesawat. Dari nilai tersebut, Amerika Utara menjadi penyumbang terbesar yang mencapai USD21,2 miliar, diikuti Eropa sekitar USD20,7 miliar dan Asia Pasifik USD13,3 miliar.
“Di tahun 2025, pasar perawatan pesawat di dunia diperkirakan terus meningkat dengan pertumbuhan 3,9% sehingga menjadi USD106,54 miliar. Asia Pasifik akan mengalami pertumbuhan terbesar, yakni 5,8% dibanding Amerika Utara 0,9% dan Eropa 2,35%,” paparnya.
Sementara itu, menurut Harjanto, perusahaan MRO di Eropa dan Amerika Utara mulai fokus menggarap industri berteknologi tinggi dan padat modal. Sedangkan untuk jasa perawatan pesawat yang tergolong padat karya, bakal diserahkan kepada pihak lain. “Kondisi ini akan memberikan peluang bagi industri MRO di Asia Pasifik termasuk di Indonesia,” ungkapnya.
Peluang bisnis tersebut, perlu ditangkap oleh industri MRO nasionalyang saat ini jumlahnya mencapai 32 perusahaan, yang tergabung dalam Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA). Untuk itu, Kemenperin bersama seluruh pemangku kepentingan terkait terus berkolaborasi guna lebih meningkatkan daya saing industri MRO nasional.
Adapun langkah strategis yang perlu dilakukan dalam menunjang hal tersebut, di antaranya adalah pengembangan sumber daya manusia industri, pembangunan kawasan industri terpadu, pemenuhan standar kualitas, dan penguatan industri komponen pesawat. “Kami akan melakukan pembicaraan yang lebih intens bersama produsen pesawat, terutama Airbus dan Boeing agar dapat mendirikan Aircraft Engineering Center di Indonesia,” ujar Harjanto.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyampaikan, di Bintan tengah dikembangkan Airport and Aerospace Industry Park di atas lahan seluas 4.000 hektare. Kawasan aviasi terpadu ini akan menjadi yang terlengkap di Indonesia dengan beberapa fasilitas penunjang seperti bandara, sarana perbaikan pesawat, pelatihan pegawai penerbangan, serta area kawasan bisnis dan residensial.
Di samping itu, Kemenperin dan IAMSA akan bersinergi untuk pembangunan unit pendidikan maupun penyediaan tenaga pengajar ahli di bidang perawatan pesawat. Selain itu, dilakukan juga kerja sama dengan industri yang akan menampung para lulusan agar dapat langsung terserap kerja.
Kemenperin mencatat, Indonesia akan menyerap sebanyak 12.000-15.000 tenaga ahli MRO dalam kurun 15 tahun ke depan. Sementara itu, sekolah-sekolah teknisi penerbangan di Indonesia hanya menghasilkan 200 tenaga ahli per tahun, sedangkan kebutuhannya mencapai 1.000 orang per tahun.
Menperin menambahkan, industri penerbangan dalam negeri terus berkembang dan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini diindikasikan dengan kenaikan jumlah lalu lintas udara, baik penumpang maupun untuk arus barang.
“Pertumbuhan jumlah penumpang udara domestik meningkat rata-rata 15% per tahun selama 10 tahun terakhir, sedangkan jumlah penumpang udara internasional hingga naik sekitar 8% dan Indonesia adalah merupakan negara terbesar ketiga di Asia dalam pembelian pesawat udara setelah China dan India,” paparnya.
(fjo)