Pemulihan Ekonomi Global Akan Terus Berlanjut
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengatakan, pemulihan ekonomi global terus berlanjut secara lebih merata diikuti dengan tetap tingginya harga komoditas. Pertumbuhan ekonomi global 2017 diperkirakan lebih kuat dibanding 2016 dengan sumber pertumbuhan yang lebih merata, baik dari negara maju maupun berkembang.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Agusman mengatakan, pertumbuhan PDB Amerika Serikat (AS) membaik ditopang investasi yang meningkat dan konsumsi yang stabil.
"Sejalan dengan AS, ekonomi Eropa pulih cukup solid ditopang konsumsi dan ekspor," kata Agusman di Jakarta, Selasa (26/12/2017).
Perekonomian China juga membaik didukung konsumsi dan ekspor di tengah kebijakan rebalancing yang ditempuh secara gradual. Perkembangan ini selanjutnya mendorong volume perdagangan dunia dan harga komoditas global, termasuk minyak, yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
"Sementara, kenaikan suku bunga FFR di AS sebesar 25 bps pada 13 Desember 2017 sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia," ujarnya.
Ke depan, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan tetap tinggi disertai dengan harga komoditas dan volume perdagangan yang tetap kuat.
Namun, lanjut dia, sejumlah risiko terhadap perekonomian global tetap perlu diwaspadai, antara lain normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara maju dan faktor geopolitik.
BI juga akan tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari global terkait normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara maju dan risiko geopolitik, maupun dari dalam negeri terutama terkait konsolidasi korporasi yang terus berlanjut dan intermediasi perbankan yang belum kuat.
"BI akan mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung," jelas Agusman.
Ke depan, BI akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
BI memandang bahwa di tengah berlangsungnya perbaikan ekonomi global dan terjaganya stabilitas perekonomian domestik terbuka peluang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih kuat dan berkelanjut melalui penguatan pelaksanaan reformasi struktural.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo menuturkan, pertumbuhan harga komoditas tahun depan dia perkirakan akan melambat. Meskipun pada tahun-tahun berikutnya harga komoditas akan tumbuh secara gradual sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global.
Menurutnya, stimulus pemerintah, momen Pilkada dan Asian Games pada 2018 akan berpengaruh pada permintaan domestik, khususnya konsumsi. "Investasi pemerintah dalam bentuk proyek- proyek infrastruktur tetap akan mewarnai pertumbuhan investasi ke depan," imbuh Agus.
Sementara, inflasi 2017 terjaga tetap rendah sekitar 3,5% (yoy) dan berada dalam kisaran sasaran inflasi 4±1%. Terkendalinya inflasi terutama disumbang oleh rendahnya inflasi volatile foodditopang oleh pasokan yang memadai, kebijakan stabilisasi harga pangan oleh pemerintah, dan harga pangan global yang rendah.
Inflasi volatile food tersebut merupakan yang terendah dalam 14 tahun terakhir. Inflasi inti juga menurun sejalan dengan ekspektasi yang terjangkar, nilai tukar yang stabil, dan terbatasnya permintaan domestik.
Inflasi administered prices meningkat terutama karena kenaikan tarif listrik 900 VA pada paruh pertama 2017, sebagai bagian dari reformasi subsidi energi.
Pada November 2017, inflasi IHK tercatat sebesar 0,20% (mtm) sehingga secara kumulatif (Januari-November) dan tahunan masing-masing mencapai 2,87% (ytd) dan 3,30% (yoy).
"Ke depan, inflasi 2018 diperkirakan akan tetap terkendali pada level yang rendah dalam kisaran sasaran 3,5±1%. BI akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka pengendalian inflasi," tuturnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Agusman mengatakan, pertumbuhan PDB Amerika Serikat (AS) membaik ditopang investasi yang meningkat dan konsumsi yang stabil.
"Sejalan dengan AS, ekonomi Eropa pulih cukup solid ditopang konsumsi dan ekspor," kata Agusman di Jakarta, Selasa (26/12/2017).
Perekonomian China juga membaik didukung konsumsi dan ekspor di tengah kebijakan rebalancing yang ditempuh secara gradual. Perkembangan ini selanjutnya mendorong volume perdagangan dunia dan harga komoditas global, termasuk minyak, yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
"Sementara, kenaikan suku bunga FFR di AS sebesar 25 bps pada 13 Desember 2017 sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia," ujarnya.
Ke depan, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan tetap tinggi disertai dengan harga komoditas dan volume perdagangan yang tetap kuat.
Namun, lanjut dia, sejumlah risiko terhadap perekonomian global tetap perlu diwaspadai, antara lain normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara maju dan faktor geopolitik.
BI juga akan tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari global terkait normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara maju dan risiko geopolitik, maupun dari dalam negeri terutama terkait konsolidasi korporasi yang terus berlanjut dan intermediasi perbankan yang belum kuat.
"BI akan mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung," jelas Agusman.
Ke depan, BI akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
BI memandang bahwa di tengah berlangsungnya perbaikan ekonomi global dan terjaganya stabilitas perekonomian domestik terbuka peluang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih kuat dan berkelanjut melalui penguatan pelaksanaan reformasi struktural.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo menuturkan, pertumbuhan harga komoditas tahun depan dia perkirakan akan melambat. Meskipun pada tahun-tahun berikutnya harga komoditas akan tumbuh secara gradual sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global.
Menurutnya, stimulus pemerintah, momen Pilkada dan Asian Games pada 2018 akan berpengaruh pada permintaan domestik, khususnya konsumsi. "Investasi pemerintah dalam bentuk proyek- proyek infrastruktur tetap akan mewarnai pertumbuhan investasi ke depan," imbuh Agus.
Sementara, inflasi 2017 terjaga tetap rendah sekitar 3,5% (yoy) dan berada dalam kisaran sasaran inflasi 4±1%. Terkendalinya inflasi terutama disumbang oleh rendahnya inflasi volatile foodditopang oleh pasokan yang memadai, kebijakan stabilisasi harga pangan oleh pemerintah, dan harga pangan global yang rendah.
Inflasi volatile food tersebut merupakan yang terendah dalam 14 tahun terakhir. Inflasi inti juga menurun sejalan dengan ekspektasi yang terjangkar, nilai tukar yang stabil, dan terbatasnya permintaan domestik.
Inflasi administered prices meningkat terutama karena kenaikan tarif listrik 900 VA pada paruh pertama 2017, sebagai bagian dari reformasi subsidi energi.
Pada November 2017, inflasi IHK tercatat sebesar 0,20% (mtm) sehingga secara kumulatif (Januari-November) dan tahunan masing-masing mencapai 2,87% (ytd) dan 3,30% (yoy).
"Ke depan, inflasi 2018 diperkirakan akan tetap terkendali pada level yang rendah dalam kisaran sasaran 3,5±1%. BI akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka pengendalian inflasi," tuturnya.
(izz)