Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga Saat Perbankan Belum Kuat
A
A
A
JAKARTA - Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga di tengah intermediasi perbankan yang belum kuat. Terjaganya stabilitas sistem keuangan tercermin pada rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan yang cukup tinggi pada level 23,2% dan rasio likuiditas (AL/DPK) pada level 22,7% pada Oktober 2017.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) berada pada level 2,96% (gross) atau 1,25% (net). "Transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui jalur suku bunga terus berlangsung, tercermin dari berlanjutnya penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit," ujar Agus di Jakarta, Rabu (27/12/2017).
Namun, lanjut dia, transmisi melalui jalur kredit masih belum optimal, terlihat dari pertumbuhan kredit yang masih terbatas sejalan dengan permintaan kredit yang belum tinggi dan perilaku bank yang masih selektif dalam memberikan kredit baru.
Pertumbuhan kredit Oktober 2017 tercatat masih sebesar 8,16% (yoy), meski membaik dibandingkan September sebesar 7,86% (yoy). Namun demikian, pembiayaan ekonomi melalui pasar keuangan, seperti penerbitan saham, obligasi, dan medium term notes (MTN), terus tumbuh tinggi hingga mencapai 45,5% (yoy) pada Oktober 2017.
Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2017 tercatat 11,0% (yoy), menurun dibandingkan bulan sebelumnya 11,7% (yoy). Agus menuturkan, untuk keseluruhan 2017, DPK dan kredit diperkirakan tumbuh masing-masing sekitar 9,0% (yoy) dan 8,0% (yoy).
Sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya serta progres program konsolidasi korporasi dan perbankan yang ditempuh, BI memperkirakan pertumbuhan DPK dan kredit akan lebih baik, masing-masing dalam kisaran 9,0-11,0% (yoy) dan 10,0-12,0% (yoy) pada 2018.
Senior ASEAN Economist, UBS Investment bank Edward Teather memperkirakan, sektor perbankan akan cenderung mendukung pertumbuhan pendapatan pasar tahun ini. Hal ini penting karena sektor ini diharapkan dapat memberikan kontribusi hampir setengah dari 14% pertumbuhan pasar di tahun 2018 mendatang.
"Kami memperkirakan bahwa dengan bottoming marjin bunga bersih dan penurunan biaya kredit akan mendukung 9% dan 14% laba operasi pra-ketentuan (PPOP) dan pertumbuhan laba bersih untuk bank pada tahun 2018," ujar Edward.
Dia juga memperkirakan, BI akan menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 50bps pada semester II 2018 untuk mencerminkan membaiknya ekonomi dan mengisolasi rupiah dari kenaikan tingkat suku bunga FED.
"Skenario dasar kami mengasumsikan USDIDR ditahun 2018 akan berhenti di angka Rp13.500 sebagai hasilnya. Jika terjadi kenaikan lonjakan 50bps atau lebih dalam imbal hasil 10 juta dolar AS selama tiga bulan, kami tidak akan terkejut melihat USDIDR untuk sementara berada di atas Rp14.000 dan kenaikan tambahan 25bps dari rate BI," jelasnya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) berada pada level 2,96% (gross) atau 1,25% (net). "Transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui jalur suku bunga terus berlangsung, tercermin dari berlanjutnya penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit," ujar Agus di Jakarta, Rabu (27/12/2017).
Namun, lanjut dia, transmisi melalui jalur kredit masih belum optimal, terlihat dari pertumbuhan kredit yang masih terbatas sejalan dengan permintaan kredit yang belum tinggi dan perilaku bank yang masih selektif dalam memberikan kredit baru.
Pertumbuhan kredit Oktober 2017 tercatat masih sebesar 8,16% (yoy), meski membaik dibandingkan September sebesar 7,86% (yoy). Namun demikian, pembiayaan ekonomi melalui pasar keuangan, seperti penerbitan saham, obligasi, dan medium term notes (MTN), terus tumbuh tinggi hingga mencapai 45,5% (yoy) pada Oktober 2017.
Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2017 tercatat 11,0% (yoy), menurun dibandingkan bulan sebelumnya 11,7% (yoy). Agus menuturkan, untuk keseluruhan 2017, DPK dan kredit diperkirakan tumbuh masing-masing sekitar 9,0% (yoy) dan 8,0% (yoy).
Sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya serta progres program konsolidasi korporasi dan perbankan yang ditempuh, BI memperkirakan pertumbuhan DPK dan kredit akan lebih baik, masing-masing dalam kisaran 9,0-11,0% (yoy) dan 10,0-12,0% (yoy) pada 2018.
Senior ASEAN Economist, UBS Investment bank Edward Teather memperkirakan, sektor perbankan akan cenderung mendukung pertumbuhan pendapatan pasar tahun ini. Hal ini penting karena sektor ini diharapkan dapat memberikan kontribusi hampir setengah dari 14% pertumbuhan pasar di tahun 2018 mendatang.
"Kami memperkirakan bahwa dengan bottoming marjin bunga bersih dan penurunan biaya kredit akan mendukung 9% dan 14% laba operasi pra-ketentuan (PPOP) dan pertumbuhan laba bersih untuk bank pada tahun 2018," ujar Edward.
Dia juga memperkirakan, BI akan menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 50bps pada semester II 2018 untuk mencerminkan membaiknya ekonomi dan mengisolasi rupiah dari kenaikan tingkat suku bunga FED.
"Skenario dasar kami mengasumsikan USDIDR ditahun 2018 akan berhenti di angka Rp13.500 sebagai hasilnya. Jika terjadi kenaikan lonjakan 50bps atau lebih dalam imbal hasil 10 juta dolar AS selama tiga bulan, kami tidak akan terkejut melihat USDIDR untuk sementara berada di atas Rp14.000 dan kenaikan tambahan 25bps dari rate BI," jelasnya.
(akr)