Banyak Molor, DPR Segera Sidak Proyek Smelter
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Komisi VII DPR segera melakukan sidak guna melihat langsung proses pembangunan smelter sejumlah perusahaan tambang. Pembangunan smelter ini terkait dengan kompensasi, seperti bea dan izin ekspor.
"Paska masa reses sudah diputuskan, melakukan kunjungan kerja ke perusahaan pertambangan yang memiliki tanggung jawab membangun smelter," kata Wakil Ketua Komisi VII Herman Khaeron di Jakarta, Rabu (27/12/2017).
Pemerintah, kata politisi Demokrat ini, didorong memberikan sanksi berupa financial pinalty bagi perusahaan yang tak sesuai progres pembangunan smelternya. "Jelas ada sanksinya. Pemerintah harus berani memberikan pinalti bagi yang bandel. Mengenai besaran sanksinya belum diputuskan," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral KESDM, Bambang Susigit mengatakan fokus mengevaluasi realisasi ekspor dan kemajuan pembangunan smelter dalam negeri. "Pasalnya, progres pembangunan smelter menjadi barometer perpanjangan izin ekspor bagi setiap perusahaan," katanya.
Menurutnya, perkembangan pembangunan smelter dan realisasi ekspor saat ini sudah on the track sesuai data yang diterima Kementerian ESDM. "Data terbaru kami, realisasi ekspor dan perkembangan pembangunan smelter dan realisasi ekspor dalam 3 bulan pertama menunjukkan progres positif. Untuk smelter, progresnya beragam, ada yang telah dibangun dan ada yang sedang dibangun," terangnya.
Untuk perusahaan yang sedang membangun smelter kata Bambang, evaluasinnya akan dilihat setelah enam bulan sesuai target yang diberikan. "Ada kesungguhan nyata setiap perusahaan untuk membangun smelter. Memang prosesnya bertahap dan proyeksi rencana detil pembangunan smelter bisa dilihat dari prosentase kurva S setiap perusahaan," kata dia.
Bambang mencontohkan, PT Ceria Nugraha Indotama untuk kategori konsentrat nikel. Meski baru mendapatkan rekomendasi izin ekspor 4 Juli 2017, namun ada upaya pembangunan smelter dan sudah berjalan sekitar 34%. Sama halnya dengan PT Dinamika Sejahtera Mandiri untuk kategori konsentrat Bauksit yang baru mengatongi rekomendasi per 4 Juli 2017, ada kemajuan sekitar 12%.
"Ini baru penilaian 3 bulan pertama, akan tetapi hasil evaluasi akhirnya nanti akan kita lihat setelah 6 bulan, pertanggal 13 Januari 2018," jelasnya.
Sesuai ketentuan kata Bambang, izin ekspor perusahaan bisa saja dicabut bila dalam enam bulan progres pembangunan smelter belum mencapai target minimal 90% dari rencana kerja. Kemajuan smelter juga merupakan indikator besaran bea keluar yang dikenakan.
"KESDM bersama Komisi VII DPR juga sedang mengkaji penerapan sanksi finansial bagi perusahaan yang tidak mencapai target, hanya sejauh ini belum diputuskan skemanya seperti apa," tutur dia.
Berdasarkan data KESDM, untuk kategori konsentrat nikel, perusahaan yang sudah menunjukkan kemajuan pembangunan smelternya hingga 100% di antaranya PT Aneka Tambang (100%), PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara (100%), PT Trimegah Bangun Persada (100%), PT Gane Permai Sentosa (100%), PT Mulia Pasific Resources (100%), PT Itamatra (100%).
Sedangkan untuk kategori konsentrat bauksit diantaranya PT Aneka Tambang (Persero), Tbk (100%), PT Cita Mineral Invesindo (100%). Sementara untuk konsentrat dan lumpur anoda diantaranya PT Sumber Baja Prima untuk konsentrat Besi (100%) dan PT Primier Bumidaya Industri konsentrat Mangan (100%).
"Paska masa reses sudah diputuskan, melakukan kunjungan kerja ke perusahaan pertambangan yang memiliki tanggung jawab membangun smelter," kata Wakil Ketua Komisi VII Herman Khaeron di Jakarta, Rabu (27/12/2017).
Pemerintah, kata politisi Demokrat ini, didorong memberikan sanksi berupa financial pinalty bagi perusahaan yang tak sesuai progres pembangunan smelternya. "Jelas ada sanksinya. Pemerintah harus berani memberikan pinalti bagi yang bandel. Mengenai besaran sanksinya belum diputuskan," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral KESDM, Bambang Susigit mengatakan fokus mengevaluasi realisasi ekspor dan kemajuan pembangunan smelter dalam negeri. "Pasalnya, progres pembangunan smelter menjadi barometer perpanjangan izin ekspor bagi setiap perusahaan," katanya.
Menurutnya, perkembangan pembangunan smelter dan realisasi ekspor saat ini sudah on the track sesuai data yang diterima Kementerian ESDM. "Data terbaru kami, realisasi ekspor dan perkembangan pembangunan smelter dan realisasi ekspor dalam 3 bulan pertama menunjukkan progres positif. Untuk smelter, progresnya beragam, ada yang telah dibangun dan ada yang sedang dibangun," terangnya.
Untuk perusahaan yang sedang membangun smelter kata Bambang, evaluasinnya akan dilihat setelah enam bulan sesuai target yang diberikan. "Ada kesungguhan nyata setiap perusahaan untuk membangun smelter. Memang prosesnya bertahap dan proyeksi rencana detil pembangunan smelter bisa dilihat dari prosentase kurva S setiap perusahaan," kata dia.
Bambang mencontohkan, PT Ceria Nugraha Indotama untuk kategori konsentrat nikel. Meski baru mendapatkan rekomendasi izin ekspor 4 Juli 2017, namun ada upaya pembangunan smelter dan sudah berjalan sekitar 34%. Sama halnya dengan PT Dinamika Sejahtera Mandiri untuk kategori konsentrat Bauksit yang baru mengatongi rekomendasi per 4 Juli 2017, ada kemajuan sekitar 12%.
"Ini baru penilaian 3 bulan pertama, akan tetapi hasil evaluasi akhirnya nanti akan kita lihat setelah 6 bulan, pertanggal 13 Januari 2018," jelasnya.
Sesuai ketentuan kata Bambang, izin ekspor perusahaan bisa saja dicabut bila dalam enam bulan progres pembangunan smelter belum mencapai target minimal 90% dari rencana kerja. Kemajuan smelter juga merupakan indikator besaran bea keluar yang dikenakan.
"KESDM bersama Komisi VII DPR juga sedang mengkaji penerapan sanksi finansial bagi perusahaan yang tidak mencapai target, hanya sejauh ini belum diputuskan skemanya seperti apa," tutur dia.
Berdasarkan data KESDM, untuk kategori konsentrat nikel, perusahaan yang sudah menunjukkan kemajuan pembangunan smelternya hingga 100% di antaranya PT Aneka Tambang (100%), PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara (100%), PT Trimegah Bangun Persada (100%), PT Gane Permai Sentosa (100%), PT Mulia Pasific Resources (100%), PT Itamatra (100%).
Sedangkan untuk kategori konsentrat bauksit diantaranya PT Aneka Tambang (Persero), Tbk (100%), PT Cita Mineral Invesindo (100%). Sementara untuk konsentrat dan lumpur anoda diantaranya PT Sumber Baja Prima untuk konsentrat Besi (100%) dan PT Primier Bumidaya Industri konsentrat Mangan (100%).
(izz)