Pasar Ekspor Kopi Asal Malang Masih Terbuka Lebar
A
A
A
MALANG - Keberadaan kopi dari Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim) memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan para petani. Hal ini dikarenakan, pasar kopi dalam negeri dan luar negeri masih terbuka luas.
Peluang ekspor kopi, utamanya jenis robusta sangat terbuka luas, dengan adanya peningkatan permintaan kopi dari Mesir. "Dalam tiga tahun terakhir, permintaan dari Mesir meningkat tajam. Bahkan, bisa mengalahkan permintaan dari Eropa," ujar Manajer Operasional PT Asal Jaya, Thomas Juhara di Malang, Rabu (3/1/2018).
Perusahaan kopi yang menggeluti ekspor biji kopi sejak 1993 tersebut, sampai kewalahan untuk memenuhi permintaan kopi dari luar negeri. Setiap tahun, mereka mampu mengekspor sebanyak 43 ribu-46 ribu ton biji kopi jenis robusta.
Thomas mengatakan, ada 42 negara tujuan ekspor biji kopi, permintaan biji kopinya selalu tinggi. Pesaing utama Indonesia dalam mengekspor biji kopi jenis robusta adalah Vietnam.
"Tetapi, kita lebih unggul dalam cita rasa atau kualitas. Java Coffe, masih sangat disukai di luar negeri. Sementara Vietnam, memiliki kekuatan dari sisi penyediaan kuantitas biji kopi," tuturnya.
Selama ini, untuk menjaga pasokan biji kopi yang berkuantitas dengan jumlah yang memadahi. PT Asal Jaya diakuinya terus melakukan pembinaan dan pendampingan petani kopi.
Tercatat, sudah ada 6.300 petani kopi binaannya yang sudah bersertifikat standar internasional, dengan luasan lahan mencapai 10 ribu hektare (ha).
Saat ini, juga sedang dilakukan proses pendampingan agar mendapatkan sertifikasi internasional untuk 15 ribu petani binaan. "Kami harapkan, sertifikasi untuk peningkatan kualitas dan kuantitas produk ini sudah selesai pada 2020," imbuh dia.
Petani yang sudah mendapatkan pembinaan, berupa pengolahan kopi secara organik, peremajaan tanaman, serta bantuan ternak kambing untuk keberlanjutan pertanian kopi. Mampu meningkatkan produktivitas tanaman kopinya, dari hasil panen 1 ton/ha, menjadi 2-2,5 ton/ha.
Harga biji kopi di pasar internasional mencapai sekitar USD1,7/kg. Sementara, untuk harga biji kopi di tingkat petani saat ini, mencapai sebesar Rp26 ribu/kg. "Harga biji kopi dari petani ini merupakan harga untuk biji kopi yang belum disortasi," ujar Thomas.
Bukan hanya pasar internasional yang potensial untuk penjualan biji kopi dari Kabupaten Malang. tetapi, pasar lokal juga sangat bergairah.
"Kami para petani kopi di Desa Srimulyo, Desa Sukodono, dan Desa Banturetno (Sridonoretno), sudah terhubung dengan jaringan kedai kopi di Indonesia. Melalui jaringan ini, harga biji kopi dan permintaan jumlahnya bisa meningkat tajam," ujar Ketua Asosiasi Petani Kopi Sridonoretno, Eko Yudi Supriyanto.
Ada perlakuan khusus yang harus dipenuhi para petani kopi, untuk bisa memasarkan biji kopi dengan harga tinggi. Di antaranya, harus melakukan petik merah untuk buah kopinya, agar mendapatkan kualitas biji kopi terbaik.
Harga biji kopi hasil petik merah, yang dijual melalui jaringan kedai kopi, menurutnya bisa mencapai Rp46,5 ribu/kg.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Petani Indonesia (API), Muhammad Nurudin mengatakan, pemasaran biji kopi dengan jaringan kedai, sangat membantu meningkatkan kesejahteraan petani.
"Kita bisa membangun sistem pasar yang adil. Di mana konsumen mendapatkan biji kopi kualitas terbaik dan petani menerima manfaat dengan penjualan harga yang layak," tuturnya.
Potensi kopi tersebut diakuinya sangat tinggi. Di wilayah Sridonoretno, yang ada di Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Ada sebanyak 487 kepala keluarga petani kopi dan terbagi dalam 18 kelompok tani dengan potensi hasil panennya mencapai sebanyak 600 ton/tahun.
Dari jumlah tersebut, baru sebanyak 125 kepala keluarga petani kopi yang sudah menjalankan sistem petik merah. Hasilnya mencapai 7 ton/tahun. Sementara, permintaan dari jaringan kedai kopi mencapai sebesar 50 ton/tahun.
Potensi kopi di wilayah Kabupaten Malang, tersebar di area pegunungan yang mengelilingi wilayah tersebut. Meliputi Gunung Semeru, Gunung Kawi, Gunung Arjuno, Gunung Anjasmoro, Gunung Bromo, dan pegunungan kapur di pesisir selatan.
Peluang ekspor kopi, utamanya jenis robusta sangat terbuka luas, dengan adanya peningkatan permintaan kopi dari Mesir. "Dalam tiga tahun terakhir, permintaan dari Mesir meningkat tajam. Bahkan, bisa mengalahkan permintaan dari Eropa," ujar Manajer Operasional PT Asal Jaya, Thomas Juhara di Malang, Rabu (3/1/2018).
Perusahaan kopi yang menggeluti ekspor biji kopi sejak 1993 tersebut, sampai kewalahan untuk memenuhi permintaan kopi dari luar negeri. Setiap tahun, mereka mampu mengekspor sebanyak 43 ribu-46 ribu ton biji kopi jenis robusta.
Thomas mengatakan, ada 42 negara tujuan ekspor biji kopi, permintaan biji kopinya selalu tinggi. Pesaing utama Indonesia dalam mengekspor biji kopi jenis robusta adalah Vietnam.
"Tetapi, kita lebih unggul dalam cita rasa atau kualitas. Java Coffe, masih sangat disukai di luar negeri. Sementara Vietnam, memiliki kekuatan dari sisi penyediaan kuantitas biji kopi," tuturnya.
Selama ini, untuk menjaga pasokan biji kopi yang berkuantitas dengan jumlah yang memadahi. PT Asal Jaya diakuinya terus melakukan pembinaan dan pendampingan petani kopi.
Tercatat, sudah ada 6.300 petani kopi binaannya yang sudah bersertifikat standar internasional, dengan luasan lahan mencapai 10 ribu hektare (ha).
Saat ini, juga sedang dilakukan proses pendampingan agar mendapatkan sertifikasi internasional untuk 15 ribu petani binaan. "Kami harapkan, sertifikasi untuk peningkatan kualitas dan kuantitas produk ini sudah selesai pada 2020," imbuh dia.
Petani yang sudah mendapatkan pembinaan, berupa pengolahan kopi secara organik, peremajaan tanaman, serta bantuan ternak kambing untuk keberlanjutan pertanian kopi. Mampu meningkatkan produktivitas tanaman kopinya, dari hasil panen 1 ton/ha, menjadi 2-2,5 ton/ha.
Harga biji kopi di pasar internasional mencapai sekitar USD1,7/kg. Sementara, untuk harga biji kopi di tingkat petani saat ini, mencapai sebesar Rp26 ribu/kg. "Harga biji kopi dari petani ini merupakan harga untuk biji kopi yang belum disortasi," ujar Thomas.
Bukan hanya pasar internasional yang potensial untuk penjualan biji kopi dari Kabupaten Malang. tetapi, pasar lokal juga sangat bergairah.
"Kami para petani kopi di Desa Srimulyo, Desa Sukodono, dan Desa Banturetno (Sridonoretno), sudah terhubung dengan jaringan kedai kopi di Indonesia. Melalui jaringan ini, harga biji kopi dan permintaan jumlahnya bisa meningkat tajam," ujar Ketua Asosiasi Petani Kopi Sridonoretno, Eko Yudi Supriyanto.
Ada perlakuan khusus yang harus dipenuhi para petani kopi, untuk bisa memasarkan biji kopi dengan harga tinggi. Di antaranya, harus melakukan petik merah untuk buah kopinya, agar mendapatkan kualitas biji kopi terbaik.
Harga biji kopi hasil petik merah, yang dijual melalui jaringan kedai kopi, menurutnya bisa mencapai Rp46,5 ribu/kg.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Petani Indonesia (API), Muhammad Nurudin mengatakan, pemasaran biji kopi dengan jaringan kedai, sangat membantu meningkatkan kesejahteraan petani.
"Kita bisa membangun sistem pasar yang adil. Di mana konsumen mendapatkan biji kopi kualitas terbaik dan petani menerima manfaat dengan penjualan harga yang layak," tuturnya.
Potensi kopi tersebut diakuinya sangat tinggi. Di wilayah Sridonoretno, yang ada di Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Ada sebanyak 487 kepala keluarga petani kopi dan terbagi dalam 18 kelompok tani dengan potensi hasil panennya mencapai sebanyak 600 ton/tahun.
Dari jumlah tersebut, baru sebanyak 125 kepala keluarga petani kopi yang sudah menjalankan sistem petik merah. Hasilnya mencapai 7 ton/tahun. Sementara, permintaan dari jaringan kedai kopi mencapai sebesar 50 ton/tahun.
Potensi kopi di wilayah Kabupaten Malang, tersebar di area pegunungan yang mengelilingi wilayah tersebut. Meliputi Gunung Semeru, Gunung Kawi, Gunung Arjuno, Gunung Anjasmoro, Gunung Bromo, dan pegunungan kapur di pesisir selatan.
(izz)