Momentum Pertumbuhan Ekonomi RI Makin Membaik di 2018
A
A
A
JAKARTA - Tahun baru 2018 diyakini menjadi momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk terus membaik ditopang oleh perbaikan pertumbuhan konsumsi dan investasi. Meski demikian Ekonom Bank Permata Josua Pardede menuturkan masih ada beberapa tantangan yang harus diwaspadai ke depannya.
Tantangan jangka pendek yang perlu diwaspadai dari global di tengah pemulihan yang terjadi antara lain adanya pengetatan kebijakan moneter di bank sentra negara maju. Terutama kenaikan FFR dan pengurangan aset neraca keuangan the Fed seiring dengan penguatan ekonomi Amerika Serikat (AS).
"Selain itu, tantangan global juga bisa datang dari sisi geopolitik berupa ketegangan di semenanjung Korea," ungkap Josua saat dihubungi Kamis (4/1).
Disamping itu, kebijakan AS seperti reformasi pajak serta proteksionisme diperkirakan masih akan mempengaruhi kondisi di perekonomian global. Sementara dari dalam negeri, tantangan berasal dari masih terbatasnya peran konsumsi rumah tangga sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi domestik seiring dengan moderasi dari laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Sedangkan isu struktural yang masih dihadapi perekonomian domestik adalah belum optimalnya struktur pertumbuhan ekonomi dalam mendukung penyerapan tenaga kerja. Menurut dia, belum optimalnya struktur ekonomi domestik dipengaruhi oleh terbatasnya pertumbuhan industri manufaktur. Selain itu belum terciptanya hilirisasi industri di sektor primer (perkebunan dan pertambangan) mendorong ketergantungan yang tinggi pada harga komoditas di pasar global.
Di sisi lain inflasi pada tahun 2018 diperkirakan tetap terkendali dan stabil di kisaran 3,5±1%. Penguatan koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terhadap komoditas pangan diperkirakan menjadi faktor utama stabilnya inflasi.
Namun, potensi risiko diprediksi meningkat khususnya inflasi harga yang diatur pemerintah jika menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mempertimbangkan kenaikan harga keekonomian BBM sejalan dengan tren kenaikan harga minyak dunia. Nilai tukar rupiah pada tahun ini diperkirakan stabil di kisaran 13,400-13,600 per dollar.
"Faktor fundamental yang positif seperti iklim investasi terus membaik apalagi setelah S&P dan Fitch mengupgrade 1 notch rating indonesia yang mungkin pada tahun ini Moody’s juga akan menyusul mengupgrade rating indonesia," jelasnya.
Dengan demikian, prospek investasi pada tahun ini pun cenderung masih baik mengingat terus membaiknya fundamental ekonomi. Defisit transaksi berjalan tahun 2017 dan 2018 diperkirakan masih dalam level yang sehat yakni <2% terhadap PDB.
Selain itu stabilnya nilai tukar rupiah masih akan ditopang oleh ekspektasi kebijakan moneter BI yang diperkirakan netral. Terkait, dengan prospek sektoral, beberapa sektor yang masih proespektif pada tahun ini adalah sektor jasa keuangan, konstruksi terkait pembangunan infrastuktur, serta jasa komunikasi dan informasi.
Tantangan jangka pendek yang perlu diwaspadai dari global di tengah pemulihan yang terjadi antara lain adanya pengetatan kebijakan moneter di bank sentra negara maju. Terutama kenaikan FFR dan pengurangan aset neraca keuangan the Fed seiring dengan penguatan ekonomi Amerika Serikat (AS).
"Selain itu, tantangan global juga bisa datang dari sisi geopolitik berupa ketegangan di semenanjung Korea," ungkap Josua saat dihubungi Kamis (4/1).
Disamping itu, kebijakan AS seperti reformasi pajak serta proteksionisme diperkirakan masih akan mempengaruhi kondisi di perekonomian global. Sementara dari dalam negeri, tantangan berasal dari masih terbatasnya peran konsumsi rumah tangga sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi domestik seiring dengan moderasi dari laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Sedangkan isu struktural yang masih dihadapi perekonomian domestik adalah belum optimalnya struktur pertumbuhan ekonomi dalam mendukung penyerapan tenaga kerja. Menurut dia, belum optimalnya struktur ekonomi domestik dipengaruhi oleh terbatasnya pertumbuhan industri manufaktur. Selain itu belum terciptanya hilirisasi industri di sektor primer (perkebunan dan pertambangan) mendorong ketergantungan yang tinggi pada harga komoditas di pasar global.
Di sisi lain inflasi pada tahun 2018 diperkirakan tetap terkendali dan stabil di kisaran 3,5±1%. Penguatan koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terhadap komoditas pangan diperkirakan menjadi faktor utama stabilnya inflasi.
Namun, potensi risiko diprediksi meningkat khususnya inflasi harga yang diatur pemerintah jika menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mempertimbangkan kenaikan harga keekonomian BBM sejalan dengan tren kenaikan harga minyak dunia. Nilai tukar rupiah pada tahun ini diperkirakan stabil di kisaran 13,400-13,600 per dollar.
"Faktor fundamental yang positif seperti iklim investasi terus membaik apalagi setelah S&P dan Fitch mengupgrade 1 notch rating indonesia yang mungkin pada tahun ini Moody’s juga akan menyusul mengupgrade rating indonesia," jelasnya.
Dengan demikian, prospek investasi pada tahun ini pun cenderung masih baik mengingat terus membaiknya fundamental ekonomi. Defisit transaksi berjalan tahun 2017 dan 2018 diperkirakan masih dalam level yang sehat yakni <2% terhadap PDB.
Selain itu stabilnya nilai tukar rupiah masih akan ditopang oleh ekspektasi kebijakan moneter BI yang diperkirakan netral. Terkait, dengan prospek sektoral, beberapa sektor yang masih proespektif pada tahun ini adalah sektor jasa keuangan, konstruksi terkait pembangunan infrastuktur, serta jasa komunikasi dan informasi.
(akr)