Bisnis Digital Dituntut Perluas Pasar
A
A
A
JAKARTA - Berkembangnya pasar e-commerce di Indonesia semakin memudahkan masyarakat memenuhi beragam kebutuhan hidup sehari-hari. Tren tersebut lantas memunculkan aneka perusahaan rintisan (startup) di berbagai sektor.
Maraknya bisnis berbasis internet ini bisa dilihat dari data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang menyebutkan bahwa sepanjang tahun lalu terdapat 1.600 perusahaan rintisan (startup) di Tanah Air. Data lain yang dirilis startupranking.com juga menunjukkan Indonesia berada di urutan keempat negara dengan jumlah startup terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat yang memiliki 28.704 startup, kemudian India (4.634) dan Inggris (2.955).
Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Santoso Sungkari mengatakan, dengan jumlah sebanyak itu, seharusnya keberadaan startup bisa memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional. Sayangnya, menurut Hari, dari sekitar 1.600 startup tersebut hanya beberapa saja yang terlihat eksistensinya, sedangkan sebagian besar lainnya masih berskala kecil.
“Inilah yang menjadi salah satu alasan Bekraf menargetkan tahun ini lebih banyak startup yang dapat memperluas skala usahanya,” ujar Hari kepada KORAN SINDO.
Menurut dia, sebagian besar dari startup terjun ke bisnis e-commerce khususnya market place untuk jenis barang konsumen seperti Lazada dan Tokopedia. Kondisi ini relatif berbeda dengan negara lain, di mana startup-nya tidak banyak yang masuk ke e-commerce barang konsumen namun membuka pasar lain yang lebih unik.
Dia mencontohkan startup bahan bangunan dan alat berat, seperti yang banyak dilakukan oleh pelaku startup di luar negeri yang memasarkan produk di bidang pertanian melalui e-commerce. Dengan demikian, maka pelaku startup dapat mempertemukan antara petani dengan pembeli. Oleh sebab itu menurut Hari, sudah waktunya Indonesia menumbuhkan e-commerce dan terfokus pada komoditas Indonesia.
“Memang selama ini kita belum banyak menyentuh UKM. Tantangannya saat ini bagaimana kita dapat meningkatkan kemampuan UKM memasarkan produknya. Karena itu marketplace pertanian bukan hanya jualan tapi juga harus melakukan pendampingan,” jelasnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, kehadiran startup bisa menjadi solusi agar sebuah bisnis yang semula tidak efisien menjadi lebih efisien. Dia juga tidak heran apabila banyak bisnis rintisan berbasis digital kemudian mendisrupsi bisnis konvensional seperti yang terjadi di sektor transportasi dan perhotelan.
“Selama terjadi inefisiensi, maka disrupsi itu akan terus ada. Selalu ada ceruk pasar yang bisa dimasuki oleh mereka yang kreatif sehingga bisnis menjadi lebih efisien,” ujar Rudiantara ketika ditemui di kantornya Jumat (5/1) lalu.
Terkait maraknya startup di Tanah Air, Rudiantara mengaku senang karena hampir setiap hari dirinya menerima laporan adanya startup baru yang didaftarkan ke Kemenkominfo. Sekadar diketahui, Kemenkominfo memang tidak mensyaratkan apapun jika ada startup yang memulai usaha. “Kita pakai izin-izin kalau ada yang mau bikin startup, cukup lapor saja. Kita biarkan mereka tumbuh,” ujar dia.
Rudiantara menambahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan terus mendorong para pelaku bisnis di sektor digital untuk terus memperbesar skala usahanya sehingga menjadi startup unicorn. Istilah ini merupakan sebutan untuk perusahaan rintisan yang memiliki valuasi pasar minimal USD1 miliar atau sekitar Rp13 triliun.
Saat ini, ujar dia, baru ada empat startup unicorn di Indonesia yakni Tokopedia, Go-Jek, Traveloka, dan Bukalapak. Dia memperkirakan, ke depan ada beberapa startup yang berpotensi menjadi unicorn karena ditopang sektor yang memiliki pasar besar seperti di sektor pendidikan, pariwisata atau leisure, danpertanian. “Itu prediksi saya secara pribadi yah,” ujar dia.
Ketua Bidang Ekonomi dan Bisnis Asosiasi E-Commerce Indonesia atau Indonesian E-Commerce Association (idEA) Ignatius Untung berpendapat, bisnis digital masih akan tumbuh seiring dengan terus meluasnya penetrasi internet dan juga pengguna smartphone. Di samping itu, ke depan masyarakat akan semakin terbiasa melakukan segala hal secara online karena terus diedukasi dan digempur oleh berbagai aplikasi digital untuk berbagai kebutuhan. Hal tersebut yang semakin membentuk kebiasaan masyarakat Indonesia kedepan terbiasa dengan dunia digital.
“Semua industri terutama bisni consumer product harus segera mengadopsi digital jika tidak ingin tertinggal dalam persaingan,” ucapnya.
Untung menjelaskan, seluruh aspek kehidupan masyarakat memang telah masuk dalam dunia digital dan para pelaku usaha memang harus segera sadar tentang hal ini. Industri properti menurutnya juga harus segera masuk dalam jangkauan online. Untung yang juga Country General Manager Rumah123 memaparkan, selama ini share investasi marketing real estate business ke online baru sekitar 6%, sedangkan sisanya masih masuk ke media tradisional.
“Artinya masih banyak sekali yang bergantung pada media tradisional dan terlambat mengadopsi online,” tandasnya.
Di sisi lain, kaum milenial sebagai konsumen terbesar di Indonesia saat ini, merupakan generasi yang paling produktif mencari produk properti. Untuk itu, sudah menjadi keharusan bagi penjual properti baik property agent maupun developeruntuk masuk ke digital. Untung melihat marketplace property bisa sebagai sarana terbaik bagi para pelaku bisnis properti untuk masuk ranah digital.
“Singapura dan Malaysia yang tidak berbeda jauh dari Indonesia penjualan properti melalui media online sudah mencapai double digit. Bahkan Australia sudah mencapai 60% yang artinya marketplace propertysangat mendominasi,” sebut Untung.
Salah seorang pelaku usaha e-commerce di bidang kuliner, Andy Fajar Handik yang mendirikan situs belanja makanan Kulina, mengakui bahwa usaha berbasis online yang dioperasikannya untuk menangkap peluang para pekerja di Jakarta yang membutuhkan makan siang tanpa harus pergi keluar kantor.
Menurut dia, prospek bisnis makanan secara digital tidak ada bedanya dengan bisnis makanan di dunia nyata. Semua makanan yang disajikan sama. Yang membedakan hanyalah cara untuk mendapatkannya karena semakin mudah dan murah sehingga akan lebih dipilih pelanggan.
Pakar Digital Marketing Doddy Eka Putra mengungkapkan, saat ini bisnis apapun tidak bisa lagi dipisahkan dengan dunia digital. Pasar dari bisnis ialah masyarakat, dan saat ini banyak masyarakat yang berjejaring di media digital seperti media sosial. Hal ini yang harus disadari oleh para pelaku bisnis terutama Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk memiliki kemampuan mendatangkan pelanggan.
”Kita melihat masalah yang terjadi saat ini masih banyak para pebisnis yang memanfaatkan media sosial seperti Facebook dengan cara yang salah. Contohnya masih posting jualan di Facebook pribadi, padahal Facebook telah menyediakan brandpagesebagai sarana untuk membuat profil bisnis di Facebook,” ungkapnya.
Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Jefri R Sirait menambahkan, nilai transaksi di bidang e-commerce pada tahun lalu diperkirakan mencapai lebih dari Rp160 triliun. Angka tersebut meningkat signifikan dibanding 2016 di mana transaksi e-commerce-nya hanya di kisaran Rp70 triliun. (Ananda Nararya/Hermansah/Yanto Kusdiantono)
Maraknya bisnis berbasis internet ini bisa dilihat dari data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang menyebutkan bahwa sepanjang tahun lalu terdapat 1.600 perusahaan rintisan (startup) di Tanah Air. Data lain yang dirilis startupranking.com juga menunjukkan Indonesia berada di urutan keempat negara dengan jumlah startup terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat yang memiliki 28.704 startup, kemudian India (4.634) dan Inggris (2.955).
Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Santoso Sungkari mengatakan, dengan jumlah sebanyak itu, seharusnya keberadaan startup bisa memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional. Sayangnya, menurut Hari, dari sekitar 1.600 startup tersebut hanya beberapa saja yang terlihat eksistensinya, sedangkan sebagian besar lainnya masih berskala kecil.
“Inilah yang menjadi salah satu alasan Bekraf menargetkan tahun ini lebih banyak startup yang dapat memperluas skala usahanya,” ujar Hari kepada KORAN SINDO.
Menurut dia, sebagian besar dari startup terjun ke bisnis e-commerce khususnya market place untuk jenis barang konsumen seperti Lazada dan Tokopedia. Kondisi ini relatif berbeda dengan negara lain, di mana startup-nya tidak banyak yang masuk ke e-commerce barang konsumen namun membuka pasar lain yang lebih unik.
Dia mencontohkan startup bahan bangunan dan alat berat, seperti yang banyak dilakukan oleh pelaku startup di luar negeri yang memasarkan produk di bidang pertanian melalui e-commerce. Dengan demikian, maka pelaku startup dapat mempertemukan antara petani dengan pembeli. Oleh sebab itu menurut Hari, sudah waktunya Indonesia menumbuhkan e-commerce dan terfokus pada komoditas Indonesia.
“Memang selama ini kita belum banyak menyentuh UKM. Tantangannya saat ini bagaimana kita dapat meningkatkan kemampuan UKM memasarkan produknya. Karena itu marketplace pertanian bukan hanya jualan tapi juga harus melakukan pendampingan,” jelasnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, kehadiran startup bisa menjadi solusi agar sebuah bisnis yang semula tidak efisien menjadi lebih efisien. Dia juga tidak heran apabila banyak bisnis rintisan berbasis digital kemudian mendisrupsi bisnis konvensional seperti yang terjadi di sektor transportasi dan perhotelan.
“Selama terjadi inefisiensi, maka disrupsi itu akan terus ada. Selalu ada ceruk pasar yang bisa dimasuki oleh mereka yang kreatif sehingga bisnis menjadi lebih efisien,” ujar Rudiantara ketika ditemui di kantornya Jumat (5/1) lalu.
Terkait maraknya startup di Tanah Air, Rudiantara mengaku senang karena hampir setiap hari dirinya menerima laporan adanya startup baru yang didaftarkan ke Kemenkominfo. Sekadar diketahui, Kemenkominfo memang tidak mensyaratkan apapun jika ada startup yang memulai usaha. “Kita pakai izin-izin kalau ada yang mau bikin startup, cukup lapor saja. Kita biarkan mereka tumbuh,” ujar dia.
Rudiantara menambahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan terus mendorong para pelaku bisnis di sektor digital untuk terus memperbesar skala usahanya sehingga menjadi startup unicorn. Istilah ini merupakan sebutan untuk perusahaan rintisan yang memiliki valuasi pasar minimal USD1 miliar atau sekitar Rp13 triliun.
Saat ini, ujar dia, baru ada empat startup unicorn di Indonesia yakni Tokopedia, Go-Jek, Traveloka, dan Bukalapak. Dia memperkirakan, ke depan ada beberapa startup yang berpotensi menjadi unicorn karena ditopang sektor yang memiliki pasar besar seperti di sektor pendidikan, pariwisata atau leisure, danpertanian. “Itu prediksi saya secara pribadi yah,” ujar dia.
Ketua Bidang Ekonomi dan Bisnis Asosiasi E-Commerce Indonesia atau Indonesian E-Commerce Association (idEA) Ignatius Untung berpendapat, bisnis digital masih akan tumbuh seiring dengan terus meluasnya penetrasi internet dan juga pengguna smartphone. Di samping itu, ke depan masyarakat akan semakin terbiasa melakukan segala hal secara online karena terus diedukasi dan digempur oleh berbagai aplikasi digital untuk berbagai kebutuhan. Hal tersebut yang semakin membentuk kebiasaan masyarakat Indonesia kedepan terbiasa dengan dunia digital.
“Semua industri terutama bisni consumer product harus segera mengadopsi digital jika tidak ingin tertinggal dalam persaingan,” ucapnya.
Untung menjelaskan, seluruh aspek kehidupan masyarakat memang telah masuk dalam dunia digital dan para pelaku usaha memang harus segera sadar tentang hal ini. Industri properti menurutnya juga harus segera masuk dalam jangkauan online. Untung yang juga Country General Manager Rumah123 memaparkan, selama ini share investasi marketing real estate business ke online baru sekitar 6%, sedangkan sisanya masih masuk ke media tradisional.
“Artinya masih banyak sekali yang bergantung pada media tradisional dan terlambat mengadopsi online,” tandasnya.
Di sisi lain, kaum milenial sebagai konsumen terbesar di Indonesia saat ini, merupakan generasi yang paling produktif mencari produk properti. Untuk itu, sudah menjadi keharusan bagi penjual properti baik property agent maupun developeruntuk masuk ke digital. Untung melihat marketplace property bisa sebagai sarana terbaik bagi para pelaku bisnis properti untuk masuk ranah digital.
“Singapura dan Malaysia yang tidak berbeda jauh dari Indonesia penjualan properti melalui media online sudah mencapai double digit. Bahkan Australia sudah mencapai 60% yang artinya marketplace propertysangat mendominasi,” sebut Untung.
Salah seorang pelaku usaha e-commerce di bidang kuliner, Andy Fajar Handik yang mendirikan situs belanja makanan Kulina, mengakui bahwa usaha berbasis online yang dioperasikannya untuk menangkap peluang para pekerja di Jakarta yang membutuhkan makan siang tanpa harus pergi keluar kantor.
Menurut dia, prospek bisnis makanan secara digital tidak ada bedanya dengan bisnis makanan di dunia nyata. Semua makanan yang disajikan sama. Yang membedakan hanyalah cara untuk mendapatkannya karena semakin mudah dan murah sehingga akan lebih dipilih pelanggan.
Pakar Digital Marketing Doddy Eka Putra mengungkapkan, saat ini bisnis apapun tidak bisa lagi dipisahkan dengan dunia digital. Pasar dari bisnis ialah masyarakat, dan saat ini banyak masyarakat yang berjejaring di media digital seperti media sosial. Hal ini yang harus disadari oleh para pelaku bisnis terutama Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk memiliki kemampuan mendatangkan pelanggan.
”Kita melihat masalah yang terjadi saat ini masih banyak para pebisnis yang memanfaatkan media sosial seperti Facebook dengan cara yang salah. Contohnya masih posting jualan di Facebook pribadi, padahal Facebook telah menyediakan brandpagesebagai sarana untuk membuat profil bisnis di Facebook,” ungkapnya.
Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Jefri R Sirait menambahkan, nilai transaksi di bidang e-commerce pada tahun lalu diperkirakan mencapai lebih dari Rp160 triliun. Angka tersebut meningkat signifikan dibanding 2016 di mana transaksi e-commerce-nya hanya di kisaran Rp70 triliun. (Ananda Nararya/Hermansah/Yanto Kusdiantono)
(nfl)