RUU KUP Dinilai Jadi Titik Peradaban Perpajakan Baru Indonesia

Rabu, 17 Januari 2018 - 18:29 WIB
RUU KUP Dinilai Jadi Titik Peradaban Perpajakan Baru Indonesia
RUU KUP Dinilai Jadi Titik Peradaban Perpajakan Baru Indonesia
A A A
JAKARTA - Wacana agar Rancangan Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) segera terealisir menggantikan UU KUP yang dianggap sudah ketinggalan zaman terus mencuat. Jika melihat proses pembahasan di DPR, RUU KUP sudah memasuki proses pembahasan di panitia kerja (Panja) DPR.

Bahkan Panja DPR telah melakukan komunikasi dengan berbagai pihak untuk mendapat masukan terkait RUU KUP. Sebut saja stakeholders yang pernah diundang hearing oleh Panja DPR, antara lain asosiasi seperti KADIN, HIPMI, APINDO, para mantan Dirjen Pajak, beberapa konsultan pajak terkemuka, dan asosiasi sesuai bidang usaha.

Panja DPR juga telah melakukan studi banding ke Australia dan Equador untuk melihat perbandingan sistem perpajakan di negara-negara lainnya. Direktur Eksekutif Institute for Tax Reform & Public Policy (INSTEP) Hendi Subandi berpandangan, RUU KUP yang menjadi inisiatif Pemerintah ini merupakan mandat Presiden Jokowi yang jelas tercermin dalam platform Nawacita dan Trisakti.

Presiden ingin adanya penguatan kapasitas fiskal negara dan pembangunan tata kelola pemerintah yang efektif dalam mewujudkan kepastian hukum di bidang perpajakan. “RUU KUP adalah salah satu paket reformasi kebijakan pemerintahan Jokowi untuk memberikan payung hukum di bidang perpajakan,” kata Hendi lewat keterangan resmi di Jakarta, Rabu (17/01/2018).

Proses pembahasan RUU KUP oleh panja DPR harus terus dilanjutkan sampai RUU KUP selesai dibahas dan disetujui menjadi UU. Namun, menurut informasi yang beredar, RUU KUP tidak dibahas oleh panja pada masa sidang DPR Januari-Februari kali ini.

Menurut Hendi, dua tahun ini adalah tahun politik. Jika sampai medio 2018 belum dibahas serius oleh DPR, maka RUU KUP terancam mandeg hingga Pemilu 2019, dan dimungkinkan akan dibahas oleh DPR yang berwajah baru. Dan pastinya akan butuh waktu karena penyesuaian lagi.

Pengajar Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya ini mengatakan, di dalam RUU KUP banyak isu krusial, seperti Badan Penerimaan Pajak (BPP), penambahan subjek pajak baru, AEoI, pajak pelaku usaha online, kepastian hukum pasca tax amnesty, dan masih banyak lagi.

“Padahal, RUU KUP ini memiliki rasa yang berbeda dibandingkan sebelumnya. Pasalnya, RUU ini bisa menjadi titik tolak membangun peradaban baru perpajakan di Indonesia,” tegasnya.

Mengapa RUU KUP menjadi titik tolak pembangunan peradaban baru perpajakan di Indonesia? Menurut Hendi, pertama, era digital ekonomi di depan mata. Kedua, peluang optimalisasi penerimaan pajak melalui keterbukaan informasi keuangan untuk tujuan perpajakan dan tax base pasca tax amnesty.

Ketiga, kebutuhan kelembagaan pajak yang mandiri dan efektif. Dan keempat, pembumian inklusi kesadaran pajak di segala lini dalam mewujudkan cooperative compliance. Dengan demikian, RUU KUP ini tidak hanya sekedar memenuhi aspek kepastian hukum di area tax policy reform, namun lebih luas lagi diharapkan bisa menjadi milestone peradaban pajak Indonesia.

“Seperti lirik pada lagu Indonesia Raya, membangun peradaban pajak itu seperti membangun jiwanya melalui inklusi kesadaran pajak dan membangun badannya melalui penguatan kelembagaannya (Direktorat Jenderal Pajak),” pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8347 seconds (0.1#10.140)