Jonan Pertimbangkan Reformulasi Perhitungan Tarif Listrik
A
A
A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jona mempertimbangkan rencana untuk mereformulasi komponen perhitungan tarif listrik di Indonesia.
Selama ini, komponen yang menjadi bahan pertimbangan perhitungan tarif listrik antara lain kurs nilai tukar rupiah, inflasi, dan harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP).
Dia mengatakan, ICP masuk dalam komponen perhitungan tarif listrik karena selama ini banyak pembangkit yang menggunakan diesel sebagai bahan bakar. Namun, saat ini porsinya sudah semakin menipis hanya tinggal 4% hingga 5%.
"Begini, di masa sebelumnya sampai sekarang komponen perhitungan tarif listrik itu salah satu unsur besar di samping kurs mata uang adalah ICP. Kenapa dulu masuknya ICP karena, penggunaan pembangkit listrik diesel kan besar. Sekarang makin kecil 4%-5%," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Dengan semakin menipisnya pembangkit yang menggunakan diesel, Jonan mempertimbangkan untuk tidak lagi menjadikan ICP sebagai acuan perhitungan tarif listrik. Komponen ICP akan digantikan oleh harga batu bara acuan (HBA), mengingat saat ini banyak pembangkit yang menggunaka bahan baku batu bara.
"Kok masa pakai ICP, kalau mau pakai HBA (Harga Batubara Acuan). Nah, ini kita akan coba reformulasi lagi bagaimana kalau masuk lagi HBA. Kenapa? karena pembangkit kita mau IPP, mau PLN, PJB kah itu 60% sekarang batu bara, tetap sampai 2024, pada 2025 batu bara," terang dia.
Saat ini, wacana reformulasi perhitungan tarif listrik masih dalam pembahasan. Mantan Menteri Perhubungan ini menampik jika disebut rencana reformulasi tersebut agar tarif listrik lebih flat dan tidak banyak berubah. "Ini kita lagi bahas. Bukan flat tapi kita coba realistis," ujar Jonan.
Selama ini, komponen yang menjadi bahan pertimbangan perhitungan tarif listrik antara lain kurs nilai tukar rupiah, inflasi, dan harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP).
Dia mengatakan, ICP masuk dalam komponen perhitungan tarif listrik karena selama ini banyak pembangkit yang menggunakan diesel sebagai bahan bakar. Namun, saat ini porsinya sudah semakin menipis hanya tinggal 4% hingga 5%.
"Begini, di masa sebelumnya sampai sekarang komponen perhitungan tarif listrik itu salah satu unsur besar di samping kurs mata uang adalah ICP. Kenapa dulu masuknya ICP karena, penggunaan pembangkit listrik diesel kan besar. Sekarang makin kecil 4%-5%," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Dengan semakin menipisnya pembangkit yang menggunakan diesel, Jonan mempertimbangkan untuk tidak lagi menjadikan ICP sebagai acuan perhitungan tarif listrik. Komponen ICP akan digantikan oleh harga batu bara acuan (HBA), mengingat saat ini banyak pembangkit yang menggunaka bahan baku batu bara.
"Kok masa pakai ICP, kalau mau pakai HBA (Harga Batubara Acuan). Nah, ini kita akan coba reformulasi lagi bagaimana kalau masuk lagi HBA. Kenapa? karena pembangkit kita mau IPP, mau PLN, PJB kah itu 60% sekarang batu bara, tetap sampai 2024, pada 2025 batu bara," terang dia.
Saat ini, wacana reformulasi perhitungan tarif listrik masih dalam pembahasan. Mantan Menteri Perhubungan ini menampik jika disebut rencana reformulasi tersebut agar tarif listrik lebih flat dan tidak banyak berubah. "Ini kita lagi bahas. Bukan flat tapi kita coba realistis," ujar Jonan.
(izz)