Tolak Impor Beras, Pemerintah Diminta Tingkatkan Produktivitas Padi

Rabu, 31 Januari 2018 - 22:08 WIB
Tolak Impor Beras, Pemerintah...
Tolak Impor Beras, Pemerintah Diminta Tingkatkan Produktivitas Padi
A A A
SEMARANG - Impor beras yang akan dilakukan akhir bulan ini hingga Februari dinilai bukan langkah tepat, untuk meredam gejolak kenaikan harga beras di pasaran. Impor beras hanya akan merugikan petani dan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional.

Kalangan DPRD Provinsi Jateng secara tegas menolak adanya impor beras. Anggota Komisi B DPRD Jateng Ikhsan Mustofa menyatakan, saat ini di beberapa daerah sudah mulai panen raya, seperti Kudus, Demak dan Grobogan. Jika impor beras dilakukan maka, harga gabah petani akan turun.

Di tingkat Jateng, kata Iksan, panen padi pada Januari 2018 seluas 109 ribu hektare (ha), Februari 2018 seluas 329 ribu ha dan Maret seluas 293,6 ribu ha. Produksi Januari adalah 613 ribu ton GKG setara 370 ribu ton beras, Februari 1,92 juta ton GKJG setara beras 1,16 juta ton beras dan Maret sebesar 1,73 juta ton GKG setara 1,05 juta ton beras.

"Konsumsi beras penduduk Jawa Tengah 34,49 juta jiwa adalah 267 ribu ton beras per bulan. Atas kondisi tersebut, sebenarnya tidak perlu ada impor beras mengingat konsumsi penduduk Jateng mengalami surplus beras," katanya di Semarang, Rabu (31/1/2018).

Dia mencontohkan, di Kabupaten Kudus, panen raya padi dominan varietas ciherang dan IR64 dengan produktivitas 7-8 ton per ha. Panen Januari seluas 1.730 ha setara 6.228 ton beras, Februari 7.163 ha setara 25.780 ton beras dan Maret 2.293 ha setara 8.251 ton beras.

"Bila dibanding konsumsi penduduk ‎841.499 jiwa dibutuhkan 6.513 ton beras per bulan, sehingga Februari surplus 19.267 ton beras dan Maret surplus 1.738 ton. Ini bukan ilusi panen, harga gabah mulai turun," jelas dia.

Sementara, Anggota Komisi B DPRD Jateng lain Riyono menyebut, kebijakan tersebut sangat merugikan petani dan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional dan Jawa Tengah.

Terlebih, lanjut dia, Provinsi Jateng yang merupakan salah satu lumbung pangan nasional, di mana pada saat ini di beberapa daerah sudah dan akan melakukan panen raya. "Di saat para petani mau panen pada sisi lain pemerintah justru membuat kebijakan yang tidak mendukung keberlangsungan hidup petani," katanya.

Riyono mengungkapkan, impor beras secara tidak langsung menyudutkan posisi petani di tengah gencarnya program pemerintah untuk mampu meraih kembali swasembada pangan yang pernah disandang Indonesia pada 1984.

"Agar impor beras tak berulang di masa akan datang, pemerintah pusat harus mampu meningkatkan produktivitas dan produksi padi secara nasional. Upaya ini dapat ditempuh dengan melakukan promosi pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis usaha tani padi," jelas dia.

Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan mutu intensifikasi usaha tani padi dengan menggunakan teknologi maju, serta meningkatkan akses petani terhadap sarana pengolahan pasca-panen dan pemasaran.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0697 seconds (0.1#10.140)