Tarif Listrik Akan Naik Jika Harga Batu Bara Masuk Perhitungan
A
A
A
JAKARTA - Serikat Pekerja (SP) PLN menolak usulan agar komponen harga batu bara dimasukkan dalam skema penghitungan tarif listrik. Sebab apabila harga batubara acuan (HBA) dimasukkan di dalam penghitungan tarif, maka potensi terjadinya kenaikan tarif listrik akan terjadi dalam waktu dekat.
Kebutuhan batu bara untuk pembangkit yang dioperasikan oleh PLN maupun IPP dalam setahun sekitar 70 juta ton. Jumlah itu terdiri dari 50 juta ton untuk pembangkit listrik milik PLN dan 20 juta ton dari IPP. Sementara harga batu bara acuan (HBA) untuk Januari 2018 ditetapkan sebesar USD95,54 per ton.
Ketua Umum SP PLN Jumadis Abda, meminta pemerintah khususnya Kementerian ESDM untuk tidak mengakomodir usulan tersebut. Sebab nantinya justru konsumen listrik yang akan dirugikan karena pemasukan HBA dalam penghitungan tarif hanya akan menaikkan biaya pokok produksi (BPP) listrik.
Sehingga pada akhirnya tarif listrik dipastikan akan naik. "Padahal pemerintahan Jokowi pada saat kampanyenya berjanji akan menurunkan tarif energi," tegasnya di Jakarta Rabu (7/2/2018)
Kenaikan tarif listrik akibat BPP yang ikut terkerek karena batu bara yang lebih mahal, kata Jumadis, hanya akan menambah beban masyarakat karena harus membayar listrik lebih besar. "Oleh karena itu kita menolak HBA dimasukkan dalam skema itu (penentuan tarif adjustment)," tegasnya.
SP PLN juga mendesak agar pemerintah membantu PLN untuk mendapatkan batubara dengan lebih murah dengan cara menurunkan atau mengendalikan harga batubara yang memang saat ini tengah melonjak. Sebab menurutnya sekitar 60 pembangkit listrik yang dioperasikan PLN ataupun Independent Power Producer (IPP) menggunakan batu bara.
SP PLN mendukung pemerintah untuk mengacu HBA internasional apabila itu untuk tujuan ekspor. Namun apabila HBA yang digunakan untuk pembangkit diharuskan menyesuaikan dengan harga domestik. "Sebab batu bara yang digunakan adalah batubara dari dalam negeri," ungkapnya.
Agar tarif listrik stabil, SP PLN juga meminta pemerintah mengevaluasi dan menurunkan harga gas alam untuk domestik khususnya untuk pembangkit listrik minimal sama dengan harga di Malaysia sekitar USD4,7 per MMBTU. Padahal sebagian besar gas alam di Malaysia adalah produk impor dari Indonesia. Dengan harga gas alam yang lebih murah, dipastikan nantinya BPP pembangkit listrik juga akan ikut turun sehingga pada akhirnya akan berdampak pada penurunan tarif listrik.
"Bila energi primer bisa dikelola dengan baik maka PLN bisa hemat Rp40 triliun, apalagi kalau PLN bisa lakukan langkah efisiensi lainnya, itu nilainya akan jauh lebih besar," pungkas Jumadis.
Kebutuhan batu bara untuk pembangkit yang dioperasikan oleh PLN maupun IPP dalam setahun sekitar 70 juta ton. Jumlah itu terdiri dari 50 juta ton untuk pembangkit listrik milik PLN dan 20 juta ton dari IPP. Sementara harga batu bara acuan (HBA) untuk Januari 2018 ditetapkan sebesar USD95,54 per ton.
Ketua Umum SP PLN Jumadis Abda, meminta pemerintah khususnya Kementerian ESDM untuk tidak mengakomodir usulan tersebut. Sebab nantinya justru konsumen listrik yang akan dirugikan karena pemasukan HBA dalam penghitungan tarif hanya akan menaikkan biaya pokok produksi (BPP) listrik.
Sehingga pada akhirnya tarif listrik dipastikan akan naik. "Padahal pemerintahan Jokowi pada saat kampanyenya berjanji akan menurunkan tarif energi," tegasnya di Jakarta Rabu (7/2/2018)
Kenaikan tarif listrik akibat BPP yang ikut terkerek karena batu bara yang lebih mahal, kata Jumadis, hanya akan menambah beban masyarakat karena harus membayar listrik lebih besar. "Oleh karena itu kita menolak HBA dimasukkan dalam skema itu (penentuan tarif adjustment)," tegasnya.
SP PLN juga mendesak agar pemerintah membantu PLN untuk mendapatkan batubara dengan lebih murah dengan cara menurunkan atau mengendalikan harga batubara yang memang saat ini tengah melonjak. Sebab menurutnya sekitar 60 pembangkit listrik yang dioperasikan PLN ataupun Independent Power Producer (IPP) menggunakan batu bara.
SP PLN mendukung pemerintah untuk mengacu HBA internasional apabila itu untuk tujuan ekspor. Namun apabila HBA yang digunakan untuk pembangkit diharuskan menyesuaikan dengan harga domestik. "Sebab batu bara yang digunakan adalah batubara dari dalam negeri," ungkapnya.
Agar tarif listrik stabil, SP PLN juga meminta pemerintah mengevaluasi dan menurunkan harga gas alam untuk domestik khususnya untuk pembangkit listrik minimal sama dengan harga di Malaysia sekitar USD4,7 per MMBTU. Padahal sebagian besar gas alam di Malaysia adalah produk impor dari Indonesia. Dengan harga gas alam yang lebih murah, dipastikan nantinya BPP pembangkit listrik juga akan ikut turun sehingga pada akhirnya akan berdampak pada penurunan tarif listrik.
"Bila energi primer bisa dikelola dengan baik maka PLN bisa hemat Rp40 triliun, apalagi kalau PLN bisa lakukan langkah efisiensi lainnya, itu nilainya akan jauh lebih besar," pungkas Jumadis.
(akr)