Organisasi Perempuan Sepakat Penundaan Kenaikan TDL
A
A
A
JAKARTA - Organisasi perempuan sependapat agar pemerintah menunda kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Sebab, kenaikan TDL dipastikan akan memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat.
Founder Human Capital for Us Community, Mutia Sari Syamsul mengatakan, listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok primer, sama pentingnya dengan kebutuhan pulsa telepon dan bahan pangan. Kalau sampai naik maka dampaknya kebutuhan lain akan ikut naik.
"Pastinya transportasi bakal naik, angkot, ojek, bus umum dan kereta api. Begitu juga kebutuhan utama lainnya seperti pakaian seragam, alat tulis, buku-buku sekolah, dan buku pelajaran," ujarnya di Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Karena itu, lanjut dia, organisasinya mendukung apabila pemerintah menyiapkan pola perhitungan baru TDL dengan menetapkan harga batu bara dalam acuan (HBA) melalui skema DMO (Domestic Market Obligation) yaitu kewajiban memasok batu bara ke dalam negeri sepanjang membuat tarif listrik stabil dan menguntungkan masyarakat.
Saat ini, naiknya harga batu bara menjadi masalah serius bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menggantungkan 60% produksinya kepada produk tambang tersebut. Setiap kenaikan harga batu bara, pasti akan mendongkrak biaya produksi listrik
Tahun 2017 akibat melonjaknya harga batu bara, biaya pokok produksi PLN pun ikut terkerek naik sampai Rp16,18 triliun. Akibatnya, laba PLN juga turun 72%, dari Rp10,98 triliun (September 2016) menjadi Rp3,06 triliun (September 2017)
Sebenarnya, PLN bersama pemerintah dan pengusaha batu bara pemah mendiskusikan masalah tersebut, di mana penetapan tarif dasar listrik ditentukan tiga poin penting yakni harga minyak indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), cost plus margin, dan diskon dari harga batu bara acuan (HBA). Sayangnya, belum ada kata sepakat, termasuk soal harga batu bara untuk domestic market obligation (DMO).
Terkait ini, Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Himpaudi), Rusilowati menambahkan, saat ini Indonesia menjadi produsen batu bara terbesar keenam dunia, bahkan menjadikannya sebagai eksportir terbesar di dunia. Mengingat kebutuhan energi listrik terus meningkat, maka pengendalian harga batu bara menjadi pilihan yang cukup bijak ke depannya.
"Kami berharap hadirnya infrastruktur yang dibangun pemerintah akan membuat segala sesuatunya menjadi efisien dan murah termasuk penyaluran energi dan bahan bakar," ujarnya.
Menurut dia, apabila pengiriman batu bara dapat efisien akan berpengaruh terhadap harga listrik, mengingat pemerintah sudah membangun infrastruktur maka perlunya menetapkan harga khusus bagi konsumsi batu bara di dalam negeri.
Founder Human Capital for Us Community, Mutia Sari Syamsul mengatakan, listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok primer, sama pentingnya dengan kebutuhan pulsa telepon dan bahan pangan. Kalau sampai naik maka dampaknya kebutuhan lain akan ikut naik.
"Pastinya transportasi bakal naik, angkot, ojek, bus umum dan kereta api. Begitu juga kebutuhan utama lainnya seperti pakaian seragam, alat tulis, buku-buku sekolah, dan buku pelajaran," ujarnya di Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Karena itu, lanjut dia, organisasinya mendukung apabila pemerintah menyiapkan pola perhitungan baru TDL dengan menetapkan harga batu bara dalam acuan (HBA) melalui skema DMO (Domestic Market Obligation) yaitu kewajiban memasok batu bara ke dalam negeri sepanjang membuat tarif listrik stabil dan menguntungkan masyarakat.
Saat ini, naiknya harga batu bara menjadi masalah serius bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menggantungkan 60% produksinya kepada produk tambang tersebut. Setiap kenaikan harga batu bara, pasti akan mendongkrak biaya produksi listrik
Tahun 2017 akibat melonjaknya harga batu bara, biaya pokok produksi PLN pun ikut terkerek naik sampai Rp16,18 triliun. Akibatnya, laba PLN juga turun 72%, dari Rp10,98 triliun (September 2016) menjadi Rp3,06 triliun (September 2017)
Sebenarnya, PLN bersama pemerintah dan pengusaha batu bara pemah mendiskusikan masalah tersebut, di mana penetapan tarif dasar listrik ditentukan tiga poin penting yakni harga minyak indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), cost plus margin, dan diskon dari harga batu bara acuan (HBA). Sayangnya, belum ada kata sepakat, termasuk soal harga batu bara untuk domestic market obligation (DMO).
Terkait ini, Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Himpaudi), Rusilowati menambahkan, saat ini Indonesia menjadi produsen batu bara terbesar keenam dunia, bahkan menjadikannya sebagai eksportir terbesar di dunia. Mengingat kebutuhan energi listrik terus meningkat, maka pengendalian harga batu bara menjadi pilihan yang cukup bijak ke depannya.
"Kami berharap hadirnya infrastruktur yang dibangun pemerintah akan membuat segala sesuatunya menjadi efisien dan murah termasuk penyaluran energi dan bahan bakar," ujarnya.
Menurut dia, apabila pengiriman batu bara dapat efisien akan berpengaruh terhadap harga listrik, mengingat pemerintah sudah membangun infrastruktur maka perlunya menetapkan harga khusus bagi konsumsi batu bara di dalam negeri.
(ven)