Rekomendasi Industri Otomotif Bikin Konsumsi Premium Menyusut
A
A
A
JAKARTA - Penurunan konsumsi Premium saat ini juga disebabkan oleh rekomendasi industri otomotif. Pasalnya, pada saat penjualan, industri otomotif selalu menyarankan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) berkualitas kepada pembeli.
“Pada saat menjual kendaraan, kami memang menyebutkan kriteria BBM yang harus dipergunakan. Ketika masih Euro-0, kendaraan memang masih bisa mempergunakan BBM yang mengandung timbal. Tapi begitu dari Euro-2 ke Euro-4, tentu BBM harus semakin berkualitas,” jelas Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi di Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Lebih lanjut Ia menerangkan bahwa sebelum ini masih ada konsumen yang belum mempergunakan BBM dengan standar Euro-2. Tetapi, imbuhnya semakin lama, pemilik kendaraan akan menganggap bahwa kendaraannya merupakan aset yang sangat berharga, sehingga semakin peduli. “Makanya semakin banyak orang sadar dan mempergunakan BBM yang lebih baik, sesuai spesifikasinya,” ujar dia.
Gaikindo memang tidak menyarankan penggunaan BBM dengan oktan rendah. Pasalnya, jika BBM dipergunakan tidak sesuai spesifikasi kendaraan, tentu akan berdampak buruk bagi kendaraan itu sendiri. Contohnya, pada pemberlakuan Euro-4 nanti. Jika BBM yang dipergunakan tidak sesuai, maka kendaraan akan mogok di tengah jalan.
Tidak hanya kendaraan roda empat. Pertalite dan Pertamax ternyata juga digemari pemilik kendaraan roda dua. Zulkarnain, warga Rumbai Bukit, Pekanbaru, juga mengaku lebih memilih Pertalite dibandingkan Premium.
Karyawan sebuah BUMN ini mengatakan, pilihannya beralih ke BBM dengan oktan lebih tinggi dimulai sejak awal 2017. Dimana sejak saat itu, dia lebih tidak mau kembali menggunakan Premium seperti sebelumnya. “Tidak ada paksaan saya pakai Pertalite. Saya merasakan sendiri manfaatnya. Selain mesin lebih halus, ternyata juga lebih irit,” ujar pemilik Honda Beat ini.
Menurutnya, bukan hanya dirinya yang beralih dari Premium ke Pertalite. Banyak temannya yang tak mau kembali memakai Premium, setelah mengatahui keunggulan Pertalite. Memang, lanjut Zulkarnain, pada awalnya mereka hanya mencoba-coba. “Tapi setelah mesin motor jadi lebih bertenaga, kami tak mau lagi pindah dari Pertalite. Toh selisih harga tidak berbeda jauh,” ujarnya.
Sedangkan Jamal Syarif, warga Bangun Purba, Rokan Hulu, Riau, juga menyampaikan keunggulan Pertalite. Terang dia keunggulan yang didapat yakni Pertalite lebih ekonomis dan berdampak baik pada performa kendaraan. Memang, lanjutnya, dilihat dari harga per liter, Pertalite lebih tinggi dibandingkan Premium. Namun, dilihat dari sisi rasio penggunaan BBM, ternyata Pertalite memang lebih irit.
“Berdasarkan pengalaman, misalnya ketika masih pakai Premium, untuk Rp 100.000 hanya bisa bertahan sampai 4-5 hari. Sedangkan kalau pakai Pertalite, saya baru mengisi lagi pada hari keenam," kata Jamal.
“Pada saat menjual kendaraan, kami memang menyebutkan kriteria BBM yang harus dipergunakan. Ketika masih Euro-0, kendaraan memang masih bisa mempergunakan BBM yang mengandung timbal. Tapi begitu dari Euro-2 ke Euro-4, tentu BBM harus semakin berkualitas,” jelas Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi di Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Lebih lanjut Ia menerangkan bahwa sebelum ini masih ada konsumen yang belum mempergunakan BBM dengan standar Euro-2. Tetapi, imbuhnya semakin lama, pemilik kendaraan akan menganggap bahwa kendaraannya merupakan aset yang sangat berharga, sehingga semakin peduli. “Makanya semakin banyak orang sadar dan mempergunakan BBM yang lebih baik, sesuai spesifikasinya,” ujar dia.
Gaikindo memang tidak menyarankan penggunaan BBM dengan oktan rendah. Pasalnya, jika BBM dipergunakan tidak sesuai spesifikasi kendaraan, tentu akan berdampak buruk bagi kendaraan itu sendiri. Contohnya, pada pemberlakuan Euro-4 nanti. Jika BBM yang dipergunakan tidak sesuai, maka kendaraan akan mogok di tengah jalan.
Tidak hanya kendaraan roda empat. Pertalite dan Pertamax ternyata juga digemari pemilik kendaraan roda dua. Zulkarnain, warga Rumbai Bukit, Pekanbaru, juga mengaku lebih memilih Pertalite dibandingkan Premium.
Karyawan sebuah BUMN ini mengatakan, pilihannya beralih ke BBM dengan oktan lebih tinggi dimulai sejak awal 2017. Dimana sejak saat itu, dia lebih tidak mau kembali menggunakan Premium seperti sebelumnya. “Tidak ada paksaan saya pakai Pertalite. Saya merasakan sendiri manfaatnya. Selain mesin lebih halus, ternyata juga lebih irit,” ujar pemilik Honda Beat ini.
Menurutnya, bukan hanya dirinya yang beralih dari Premium ke Pertalite. Banyak temannya yang tak mau kembali memakai Premium, setelah mengatahui keunggulan Pertalite. Memang, lanjut Zulkarnain, pada awalnya mereka hanya mencoba-coba. “Tapi setelah mesin motor jadi lebih bertenaga, kami tak mau lagi pindah dari Pertalite. Toh selisih harga tidak berbeda jauh,” ujarnya.
Sedangkan Jamal Syarif, warga Bangun Purba, Rokan Hulu, Riau, juga menyampaikan keunggulan Pertalite. Terang dia keunggulan yang didapat yakni Pertalite lebih ekonomis dan berdampak baik pada performa kendaraan. Memang, lanjutnya, dilihat dari harga per liter, Pertalite lebih tinggi dibandingkan Premium. Namun, dilihat dari sisi rasio penggunaan BBM, ternyata Pertalite memang lebih irit.
“Berdasarkan pengalaman, misalnya ketika masih pakai Premium, untuk Rp 100.000 hanya bisa bertahan sampai 4-5 hari. Sedangkan kalau pakai Pertalite, saya baru mengisi lagi pada hari keenam," kata Jamal.
(akr)