Konsumen Offline Pentingkan Brand, Pembeli Online Lebih Rasional
A
A
A
JAKARTA - Pola konsumsi masyarakat memang berubah seiring perkembangan teknologi informasi. Tidak dipungkiri, belanja online telah menjadi bagian kehidupan masyarakat dalam berbelanja. Namun, masih ada masyarakat yang menginginkan belanja offline. Masyarakat yang menggunakan emosi dan mementingkan brand akan memilih belanja offline. Sedangkan masyarakat yang rasional memang lebih memilih belanja online.
Ketua Indonesia Marketing Association (IMA) De Yong Adrian mengungkapkan, konsumen offline cenderung masih mementingkan brand karena mereka melakukan tatap langsung dengan barang yang diinginkan dan ada prestise di dalamnya. Konsumen yang tergiur diskon di mal cenderung lebih memiliki uang tunai yang memudahkan pembayaran. Sementara pembeli online lebih rasional dan lebih memiliki kesadaran akan kebutuhan yang benar-benar dibutuhkannya. Dalam dunia marketing komunikasi untuk memikat para kelompok pembeli online dibutuhkan pengalaman dari pengguna produk tersebut.
"Kelompok rasional membutuhkan bukti nyata, maka jika dalam perdagangan online, tidak cukup hanya brand ambassador. Sedangkan di online menginginkan benchmark, apa ada orang yang sudah menggunakan sudah dalam tahap puas atau tidak," jelasnya. Adrian mengungkapkan, masyarakat yang berbelanja offline untuk mengisi waktu bahkan untuk menyenangkan hati sehingga masyarakat kelompok offline sering melihat diskon di pusat perbelanjaan dan berujung membeli hal yang sebetulnya tidak dibutuhkan.
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengungkapkan, mal saat ini harus bisa menyenangkan pengunjungnya. Pusat perbelanjaan jangan ada lagi yang melarang pengunjungnya untuk berfoto-foto. Justru seharusnya mal bisa mempercantik diri agar menjadi background yang bagus untuk pengunjung berfoto. Menurutnya, fenomena yang terjadi di masyarakat sekarang ini ialah mereka ingin menunjukkan dirinya apakah sudah naik kelas atau belum, melalui tempat-tempat yang dikunjunginya. Yang ditunjukkan bukan hanya tempat wisata, namun pusat perbelanjaan pun dapat menunjukkan diri mereka melalui pengalaman yang dilaluinya.
"Ke mal juga kita melihat sekarang ini kalau membeli makanan atau minuman sebelum dimakan pasti difoto dulu, mengantre sesuatu juga foto untuk diceritakan di media sosialnya. Nah, kita bisa melihat dari situ, pengunjung secara tidak langsung juga mempromosikan mal tersebut. Karena itu, mal harus memberikan pengalaman dan kesan yang berbeda kepada pengunjungnya," jelasnya.
Menyoal kegemaran masyarakat yang berbelanja online, Stefanus menganggap lumrah dan masih banyak juga yang berbelanja mementingkan brand ternama. "Jangan lupa berfoto di outlet sebuah brand terkenal juga membawa kebanggaan," tambahnya.
Hal lain yang patut dicermati tentang pola konsumsi masyarakat adalah tren konsumsi produk lokal. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Tjahya Widayanti mengatakan, pemerintah saat ini terus mengampanyekan produk-produk lokal. Produk lokal bukan sekadar difokuskan untuk perdagangan offline, melainkan juga yang dipasarkan secara online. "Kemendag akan mengatur penyelenggara perdagangan elektronik menjual 80% produk lokal pada marketplace. Hal ini dilakukan untuk mencegah tersainginya produk impor pada e-commerce yang beroperasi di Indonesia," tandasnya.
Menyoroti segala tren konsumsi masyarakat saat ini, Tjahya menyebut produk yang masih memiliki permintaan tinggi di pasaran selain barang konsumen yang bergerak cepat adalah kebutuhan beragam barang elektronik. Sesuai kemajuan teknologi tentu generasi masa kini pun berlomba untuk terus mengikuti tren. Dengan demikian, jangan heran setiap bulan selalu ada ponsel keluaran terbaru dan tak sedikit masyarakat yang ingin terus mengikuti perubahan gaya hidup.
Menyambut baik aturan yang akan dibuat Kemendag terkait produk lokal, pakar komunikasi dan periklanan Indira Abidun menyebut memang brand lokal tengah menarik perhatian masyarakat. Menurutnya, produsen Indonesia makin pintar memanjakan konsumen dengan gaya yang tidak bisa ditandingi brand luar. :Brand lokal bisa tahu duluan apa yang orang lokal inginkan. Jadi brand lokal lebih kena atau menjual dan akhirnya jadi lebih disukai orang Indonesia," jelasnya.
Menurut Indira, bukan hanya produk lokal yang saat ini semakin berinovasi, melainkan tempat wisata pun memiliki perkembangan yang sangat signifikan. Dia mencontohkan Kota Malang yang kini memiliki kebun binatang berkelas dunia serta beragam pusat hiburan seperti Museum Angkut dan Jatim Park 1-3 yang berkelas.
"Semua pesan yang disampaikan dalam dunia hiburan di Malang menggunakan bahasa lokal yang orang Indonesia paham dan akhirnya menjadi sangat menarik. Oleh-olehnya pun sudah mirip dengan pineapple cake ala Taiwan, Jepang, dan soal rasa tidak kalah lezatnya termasuk kemasannya yang istimewa," ungkapnya.
Secara keseluruhan, menurut Indira, semua tren konsumsi masyarakat mendorong perekonomian Indonesia sehingga tahan banting terhadap krisis. Tetapi, hal itu tetap harus selaras dengan peningkatan produktivitas agar margin terbesar tetap masuk ke Indonesia dan bukan ke negara lain.
Indira mengungkapkan, membangun brand merupakan hal yang sangat penting agar produsen Indonesia juga semakin sejahtera, termasuk dalam meningkatkan investasi. Dengan pembangunan brand yang baik, konsumen tentu mau bayar mahal dan mencegah persaingan potong leher melalui harga.
Ketua Indonesia Marketing Association (IMA) De Yong Adrian mengungkapkan, konsumen offline cenderung masih mementingkan brand karena mereka melakukan tatap langsung dengan barang yang diinginkan dan ada prestise di dalamnya. Konsumen yang tergiur diskon di mal cenderung lebih memiliki uang tunai yang memudahkan pembayaran. Sementara pembeli online lebih rasional dan lebih memiliki kesadaran akan kebutuhan yang benar-benar dibutuhkannya. Dalam dunia marketing komunikasi untuk memikat para kelompok pembeli online dibutuhkan pengalaman dari pengguna produk tersebut.
"Kelompok rasional membutuhkan bukti nyata, maka jika dalam perdagangan online, tidak cukup hanya brand ambassador. Sedangkan di online menginginkan benchmark, apa ada orang yang sudah menggunakan sudah dalam tahap puas atau tidak," jelasnya. Adrian mengungkapkan, masyarakat yang berbelanja offline untuk mengisi waktu bahkan untuk menyenangkan hati sehingga masyarakat kelompok offline sering melihat diskon di pusat perbelanjaan dan berujung membeli hal yang sebetulnya tidak dibutuhkan.
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengungkapkan, mal saat ini harus bisa menyenangkan pengunjungnya. Pusat perbelanjaan jangan ada lagi yang melarang pengunjungnya untuk berfoto-foto. Justru seharusnya mal bisa mempercantik diri agar menjadi background yang bagus untuk pengunjung berfoto. Menurutnya, fenomena yang terjadi di masyarakat sekarang ini ialah mereka ingin menunjukkan dirinya apakah sudah naik kelas atau belum, melalui tempat-tempat yang dikunjunginya. Yang ditunjukkan bukan hanya tempat wisata, namun pusat perbelanjaan pun dapat menunjukkan diri mereka melalui pengalaman yang dilaluinya.
"Ke mal juga kita melihat sekarang ini kalau membeli makanan atau minuman sebelum dimakan pasti difoto dulu, mengantre sesuatu juga foto untuk diceritakan di media sosialnya. Nah, kita bisa melihat dari situ, pengunjung secara tidak langsung juga mempromosikan mal tersebut. Karena itu, mal harus memberikan pengalaman dan kesan yang berbeda kepada pengunjungnya," jelasnya.
Menyoal kegemaran masyarakat yang berbelanja online, Stefanus menganggap lumrah dan masih banyak juga yang berbelanja mementingkan brand ternama. "Jangan lupa berfoto di outlet sebuah brand terkenal juga membawa kebanggaan," tambahnya.
Hal lain yang patut dicermati tentang pola konsumsi masyarakat adalah tren konsumsi produk lokal. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Tjahya Widayanti mengatakan, pemerintah saat ini terus mengampanyekan produk-produk lokal. Produk lokal bukan sekadar difokuskan untuk perdagangan offline, melainkan juga yang dipasarkan secara online. "Kemendag akan mengatur penyelenggara perdagangan elektronik menjual 80% produk lokal pada marketplace. Hal ini dilakukan untuk mencegah tersainginya produk impor pada e-commerce yang beroperasi di Indonesia," tandasnya.
Menyoroti segala tren konsumsi masyarakat saat ini, Tjahya menyebut produk yang masih memiliki permintaan tinggi di pasaran selain barang konsumen yang bergerak cepat adalah kebutuhan beragam barang elektronik. Sesuai kemajuan teknologi tentu generasi masa kini pun berlomba untuk terus mengikuti tren. Dengan demikian, jangan heran setiap bulan selalu ada ponsel keluaran terbaru dan tak sedikit masyarakat yang ingin terus mengikuti perubahan gaya hidup.
Menyambut baik aturan yang akan dibuat Kemendag terkait produk lokal, pakar komunikasi dan periklanan Indira Abidun menyebut memang brand lokal tengah menarik perhatian masyarakat. Menurutnya, produsen Indonesia makin pintar memanjakan konsumen dengan gaya yang tidak bisa ditandingi brand luar. :Brand lokal bisa tahu duluan apa yang orang lokal inginkan. Jadi brand lokal lebih kena atau menjual dan akhirnya jadi lebih disukai orang Indonesia," jelasnya.
Menurut Indira, bukan hanya produk lokal yang saat ini semakin berinovasi, melainkan tempat wisata pun memiliki perkembangan yang sangat signifikan. Dia mencontohkan Kota Malang yang kini memiliki kebun binatang berkelas dunia serta beragam pusat hiburan seperti Museum Angkut dan Jatim Park 1-3 yang berkelas.
"Semua pesan yang disampaikan dalam dunia hiburan di Malang menggunakan bahasa lokal yang orang Indonesia paham dan akhirnya menjadi sangat menarik. Oleh-olehnya pun sudah mirip dengan pineapple cake ala Taiwan, Jepang, dan soal rasa tidak kalah lezatnya termasuk kemasannya yang istimewa," ungkapnya.
Secara keseluruhan, menurut Indira, semua tren konsumsi masyarakat mendorong perekonomian Indonesia sehingga tahan banting terhadap krisis. Tetapi, hal itu tetap harus selaras dengan peningkatan produktivitas agar margin terbesar tetap masuk ke Indonesia dan bukan ke negara lain.
Indira mengungkapkan, membangun brand merupakan hal yang sangat penting agar produsen Indonesia juga semakin sejahtera, termasuk dalam meningkatkan investasi. Dengan pembangunan brand yang baik, konsumen tentu mau bayar mahal dan mencegah persaingan potong leher melalui harga.
(amm)