Dorong Investasi, Pemerintah Beri Insentif ke Industri Farmasi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah memberikan kemudahan berusaha dalam upaya peningkatan investasi industri farmasi di Indonesia, baik itu berupa pemberian insentif fiskal maupun deregulasi.
Hal ini dilakukan guna menggenjot kapasitas dan kapabilitas sektor ini agar mampu memproduksi bahan baku dan obat jadi, yang juga bertujuan menjamin kemandirian obat, menghemat devisa dari impor, dan lebih berdaya saing di pasar ekspor.
"Dengan adanya fasilitas insentif fiskal ini, diharapkan semakin banyak industri farmasi di dalam negeri yang akan mengembangkan bahan baku farmasi sehingga dapat menurunkan ketergantungan impor bahan baku," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlanga Hartarto dalam siaran pers, Selasa (27/2/2018).
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional tumbuh sebesar 6,85% dan memberikan kontribusi sebesar 0,48% pada tahun 2017. Demikian juga dengan nilai investasi yang meningkat sebesar 35,65%. Pada tahun 2017, penambahan investasi di sektor ini mencapai Rp5,8 triliun.
"Dengan adanya penambahan investasi, terjadi pula peningkatan jumlah tenaga kerja," tutur Menperin.
Menurut dia, industri farmasi Indonesia telah tumbuh pesat dan mampu menyediakan sekitar 70% dari kebutuhan obat dalam negeri.
Menperin menyebutkan, industri farmasi menjadi salah satu subsektor yang diharapkan berkontribusi signifikan untuk mencapai target pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tahun 2018 yang telah ditetapkan sebesar 5,67%.
Dirjen Industri Kimia, Tektsil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono mengungkapkan, industri farmasi serta produk obat kimia dan tradisional akan memberikan kontribusi pertumbuhan paling tinggi di sektor IKTA pada tahun 2018, yakni mencapai 6,38%.
Menurutnya, Indonesia berpotensi unggul apabila mengembangkan sektor industri farmasi, herbal, dan kosmetika karena memiliki sumber daya alam yang mampu mendukung proses produksinya. Terlebih lagi, Indonesia akan berkerja sama dengan Singapura dalam penetapan standar dan keamanan pangan termasuk juga produk herbal agar bisa lebih berdaya saing di tingkat global.
Selain itu, didukung pula melalui program yang sedang gencar dilaksanakan oleh Kemenperin, yaitu pendidikan dan pelatihan vokasi berbasis kompetensi untuk menciptakan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan dunia industri.
"Apalagi dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga membuat investasi di sektor ini menarik dan berbagai proyek masih jalan terus," tambahnya.
Hal ini dilakukan guna menggenjot kapasitas dan kapabilitas sektor ini agar mampu memproduksi bahan baku dan obat jadi, yang juga bertujuan menjamin kemandirian obat, menghemat devisa dari impor, dan lebih berdaya saing di pasar ekspor.
"Dengan adanya fasilitas insentif fiskal ini, diharapkan semakin banyak industri farmasi di dalam negeri yang akan mengembangkan bahan baku farmasi sehingga dapat menurunkan ketergantungan impor bahan baku," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlanga Hartarto dalam siaran pers, Selasa (27/2/2018).
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional tumbuh sebesar 6,85% dan memberikan kontribusi sebesar 0,48% pada tahun 2017. Demikian juga dengan nilai investasi yang meningkat sebesar 35,65%. Pada tahun 2017, penambahan investasi di sektor ini mencapai Rp5,8 triliun.
"Dengan adanya penambahan investasi, terjadi pula peningkatan jumlah tenaga kerja," tutur Menperin.
Menurut dia, industri farmasi Indonesia telah tumbuh pesat dan mampu menyediakan sekitar 70% dari kebutuhan obat dalam negeri.
Menperin menyebutkan, industri farmasi menjadi salah satu subsektor yang diharapkan berkontribusi signifikan untuk mencapai target pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tahun 2018 yang telah ditetapkan sebesar 5,67%.
Dirjen Industri Kimia, Tektsil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono mengungkapkan, industri farmasi serta produk obat kimia dan tradisional akan memberikan kontribusi pertumbuhan paling tinggi di sektor IKTA pada tahun 2018, yakni mencapai 6,38%.
Menurutnya, Indonesia berpotensi unggul apabila mengembangkan sektor industri farmasi, herbal, dan kosmetika karena memiliki sumber daya alam yang mampu mendukung proses produksinya. Terlebih lagi, Indonesia akan berkerja sama dengan Singapura dalam penetapan standar dan keamanan pangan termasuk juga produk herbal agar bisa lebih berdaya saing di tingkat global.
Selain itu, didukung pula melalui program yang sedang gencar dilaksanakan oleh Kemenperin, yaitu pendidikan dan pelatihan vokasi berbasis kompetensi untuk menciptakan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan dunia industri.
"Apalagi dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga membuat investasi di sektor ini menarik dan berbagai proyek masih jalan terus," tambahnya.
(fjo)