Ekonomi RI Masuk Grup USD1 Triliun
A
A
A
BEKASI - Perekonomian Indonesia berpotensi meningkat dua kali lipat dari saat ini jika angka pertumbuhan ekonomi konsisten di atas 5% setiap tahun. Meski demikian, perlu upaya lebih keras agar pertumbuhan ekonomi inklusif bisa tercapai.
Optimisme tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah pada akhir 2017 lalu Indonesia masuk jajaran negara dengan perekonomian USD1 triliun (one trillion dollar club). Negara-negara yang masuk kelompok ini diyakini memiliki prospek yang baik di masa mendatang, sehingga harus diikuti dengan harapan yang baik di masyarakat.
Menurut Presiden, dengan mempertahankan pertumbuhan ekonomi di level 5% dan meningkatkannya hingga 6%, perekonomian Indonesia diprediksi meningkat dua kali lipat paling lambat 14 tahun mendatang. Artinya, pada 2032 perekonomian Indonesia bisa mencapai USD2 triliun.
“(Akhir) tahun lalu kita masuk ke dalam kelompok lebih istimewa lagi yaitu kelompok 1 triliun dolar club, negara-negara yang punya ekonomi dengan nilai USD 1 triliun per tahun. Ini banyak kita yang enggak sadar,” ujar Presiden saat memberikan sambutan pada peresmian Pabrik Bahan Baku Obat dan Produk Biologi milik PT Kalbio Global Medika, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, kemarin.
Dengan berkembangnya perekonomian nasional, telah menginstruksikan kepada para menteri dan duta besar untuk tidak lagi meminta bantuan dari negara lain. Menurutnya, sudah saatnya Indonesia membantu negara-negara lain dengan perekonomian yang lebih kecil.
“Kita sudah dimasukkan kelompok G-20 masih merasa negara miskin. Hanya ada 16 negara di dunia yang punya perekonomian dengan nilai PDB (produk domestik bruto) sebesar USD1 triliun per tahun. Ini sekali lagi patut kita syukuri. Artinya GDP kita ini besar. Jangan lupa itu,” ungkapnya.
Menurut Jokowi, banyak orang sering melupakan jika perekonomian dalam negeri akan menjadi besar di masa mendatang. Bahkan, berdasarkan kajian konsultan internasional Pricewaterhouse Cooper (PwC), ekonomi Indonesia bisa menjadi kelima terbesar di dunia pada 2032 apabila dihitung menggunakan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP).
“Sekali sudah menjadi negara yang 16 besar, kemudian nanti masuk 10 besar, kemudian masuk 5 besar dunia, kita akan berbeda dengan hari ini. Tentu setiap masuk ke ranking lebih atas akan berbeda, akan berbeda. Optimisme seperti ini harus terus kita tumbuhkan. Jangan terjebak pada urusan-urusan yang menyebabkan kita pesimistis,” katanya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, masuknya Indonesia ke dalam negara dengan ekonomi triliunan dolar atau trillion dolar club menunjukan bahwa Indonesia mengarah kepada ekonomi besar dunia. Sebagai catatan, saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan perekonomian terbesar ke-15 dunia.
“Ekonomi kita yang 1 triliun dolar itu kita sambut baik. Itu juga ada peran dari nilai tukar kita yang terjaga dengan baik, sehingga ekuivalen dalam dolar AS bisa menembus 1 triliun dolar,” ujarnya di sela-sela Konferensi Internasional Tingkat Tinggi yang diselenggarakan BI dan lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) di Jakarta, kemarin.
Agus menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia meski perlahan terus membaik dari 4,9% pada 2015 menjadi 5,07% pada 2017, dan pada tahun ini diharapkan bisa tumbuh di kisaran 5,1- 5,5%. Kajian IMF atas ekonomi Indonesia juga menyiratkan outlook positif. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi global, lembaga itu memproyeksikan di angka 3,9% tahun ini dan tahun depan.
“Bahkan, mereka percaya ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,3%. Kita di pemerintah dan DPR menyepakati 5,4%, tetapi kalau dari IMF memproyeksikan 5,3% saya melihat ini cerminan kepercayaan dari IMF terhadap Indonesia,” tuturnya.
Waspadai Kondisi Global
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde mengatakan, momentum naiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat menyebabkan kenaikan lebih lanjut dalam kesejahteraan ekonomi dan sosial. Menurutnya, selama dua dekade terakhir, tingkat kemiskinan menurun hampir 40%, harapan hidup meningkat lebih dari 6%, dan jumlah orang yang mengenyam pendidikan sekolah menengah juga naik 250%.
“Pencapaian ini mewakili tren positif di negara-negara ASEAN,” sebutnya.
Lagarde melihat Indonesia dan negara-negara ASEAN telah berhasil menciptakan kelas menengah yang dinamis dan membuka pintu menuju standar hidup yang lebih tinggi bagi jutaan orang. Dengan menghasilkan pertumbuhan yang kuat selama dua dekade terakhir, kawasan ini juga menjadi pendorong utama ekonomi global.
“Kesuksesan ini bukanlah kebetulan. Ini tentang menerapkan kerangka kerja kebijakan yang kuat, menarik pelajaran dari masa lalu, dan merangkul perubahan dan keterbukaan,” ucapnya.
Kendati demikian, Lagarde mengingatkan, lanskap perekonomian saat ini sedang berubah. Dia menggarisbawahi tiga tantangan utama yang harus dihadapi termasuk oleh negara kawasan ASEAN yaitu mengelola ketidakpastian, menciptakan perekonomian yang lebih inklusif, dan menyiapkan revolusi digital.
Ketidakpastian, ujar Lagarde, muncul antara lain dipicu langkah normalisasi kebijakan moneter yang secara bertahap dilakukan oleh negara-negara maju. Menurut dia, volatilitas pasar keuangan baru-baru ini menjadi pengingat bahwa transisi ekonomi yang mendasar sedang berlangsung. Lagarde pun mengingatkan perlunya mewaspadai dampaknya terhadap stabilitas keuangan termasuk prospek arus modal yang mudah berubah.
Dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja tidak cukup. Agar berkelanjutan, model pertumbuhan baru juga harus lebih inklusif.
Lagarde menyebut pentingnya investasi infrastruktur seperti yang tengah masif dilakukan pemerintah Indonesia. Hanya saja, ujar dia, investasi itu harus efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan, dan menciptakan lapangan kerja.
Lebih lanjut, Lagarde juga mengingatkan pentingnya mempersiapkan revolusi digital yang mengubah tempat kerja dan struktur ekonomi di kawasan ini dan di seluruh dunia. Studi McKinsey baru-baru ini menemukan bahwa 60% pekerjaan saat ini akan diotomatisasi. Hal ini patut diantisipasi, misalnya dengan mendorong lebih banyak wirausaha.
Dia menuturkan, model pertumbuhan baru akan bergantung pada berbagai inovasi teknologi seperti kecerdasan buatan, robotika, bioteknologi, hingga teknologi keuangan atau fintech. Dengan lebih dari 1.700 startup, Lagarde memandang Indonesia sebagai ekosistem digital yang dinamis, tinggal bagaimana memanfaatkan revolusi digital ini sebaik-baiknya dengan memperbaikin infrastruktur digital dan membuat sistem pendidikan yang sesuai untuk masa depan.
Senada, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, untuk mendapatkan manfaat ekonomi digital, terlebih dengan populasi penduduk muda, maka perlu dikembangkan infrastruktur pendukung yang menjadikan seluruh wilayah Indonesia lebih terkoneksi.
Di bagian lain, pengamat ekonomi Institute For Develompent of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, PDB Indonesia yang mencapai USD1 triliun per tahun bisa menjadi daya tarik investasi yang semakin besar. Apalagi PDB Indonesia juga ditopang dengan jumlah populasi yang mencapai lebih dari 250 juta penduduk.
Namun, kata dia, masuknya perekonomian Indonesia ke kelompok satu triliun dolar terbilang telat, karena seharusnya sudah terjadi pada lima tahun silam. “Jadi jangan terlalu bangga, ini biasa saja. Kita diuntungkan jumlah jumlah penduduknya besar,” ujar dia.
Bhima menambahkan, level Indonesia yang masuk pada kelompok perekonomian USD1 triliun per tahun tidak akan berdampak signifikan apabila tidak diikuti oleh meningkatknay PDB per kapita masyarakat Indonesia yang saat ini hanya di kisaran USD3.600 per kapita per tahun. Sebagai perbandingan, di negara-negara maju, PDB per kapita per tahunnya minimal USD13.000.
“Kita punya simulai, kalau mau mengejar PDB per kapita pertahun di angka USD13.000, maka pertumbuhan ekonomi dalam negeri harus 11% per tahun. Kalau hanya 5-6% saja kita bisa terjebak dalam middle income trap di 2030,” ujar dia. (Inda S/Dita Angga Rusiana/Oktiani Endarwati)
Optimisme tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah pada akhir 2017 lalu Indonesia masuk jajaran negara dengan perekonomian USD1 triliun (one trillion dollar club). Negara-negara yang masuk kelompok ini diyakini memiliki prospek yang baik di masa mendatang, sehingga harus diikuti dengan harapan yang baik di masyarakat.
Menurut Presiden, dengan mempertahankan pertumbuhan ekonomi di level 5% dan meningkatkannya hingga 6%, perekonomian Indonesia diprediksi meningkat dua kali lipat paling lambat 14 tahun mendatang. Artinya, pada 2032 perekonomian Indonesia bisa mencapai USD2 triliun.
“(Akhir) tahun lalu kita masuk ke dalam kelompok lebih istimewa lagi yaitu kelompok 1 triliun dolar club, negara-negara yang punya ekonomi dengan nilai USD 1 triliun per tahun. Ini banyak kita yang enggak sadar,” ujar Presiden saat memberikan sambutan pada peresmian Pabrik Bahan Baku Obat dan Produk Biologi milik PT Kalbio Global Medika, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, kemarin.
Dengan berkembangnya perekonomian nasional, telah menginstruksikan kepada para menteri dan duta besar untuk tidak lagi meminta bantuan dari negara lain. Menurutnya, sudah saatnya Indonesia membantu negara-negara lain dengan perekonomian yang lebih kecil.
“Kita sudah dimasukkan kelompok G-20 masih merasa negara miskin. Hanya ada 16 negara di dunia yang punya perekonomian dengan nilai PDB (produk domestik bruto) sebesar USD1 triliun per tahun. Ini sekali lagi patut kita syukuri. Artinya GDP kita ini besar. Jangan lupa itu,” ungkapnya.
Menurut Jokowi, banyak orang sering melupakan jika perekonomian dalam negeri akan menjadi besar di masa mendatang. Bahkan, berdasarkan kajian konsultan internasional Pricewaterhouse Cooper (PwC), ekonomi Indonesia bisa menjadi kelima terbesar di dunia pada 2032 apabila dihitung menggunakan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP).
“Sekali sudah menjadi negara yang 16 besar, kemudian nanti masuk 10 besar, kemudian masuk 5 besar dunia, kita akan berbeda dengan hari ini. Tentu setiap masuk ke ranking lebih atas akan berbeda, akan berbeda. Optimisme seperti ini harus terus kita tumbuhkan. Jangan terjebak pada urusan-urusan yang menyebabkan kita pesimistis,” katanya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, masuknya Indonesia ke dalam negara dengan ekonomi triliunan dolar atau trillion dolar club menunjukan bahwa Indonesia mengarah kepada ekonomi besar dunia. Sebagai catatan, saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan perekonomian terbesar ke-15 dunia.
“Ekonomi kita yang 1 triliun dolar itu kita sambut baik. Itu juga ada peran dari nilai tukar kita yang terjaga dengan baik, sehingga ekuivalen dalam dolar AS bisa menembus 1 triliun dolar,” ujarnya di sela-sela Konferensi Internasional Tingkat Tinggi yang diselenggarakan BI dan lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) di Jakarta, kemarin.
Agus menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia meski perlahan terus membaik dari 4,9% pada 2015 menjadi 5,07% pada 2017, dan pada tahun ini diharapkan bisa tumbuh di kisaran 5,1- 5,5%. Kajian IMF atas ekonomi Indonesia juga menyiratkan outlook positif. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi global, lembaga itu memproyeksikan di angka 3,9% tahun ini dan tahun depan.
“Bahkan, mereka percaya ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,3%. Kita di pemerintah dan DPR menyepakati 5,4%, tetapi kalau dari IMF memproyeksikan 5,3% saya melihat ini cerminan kepercayaan dari IMF terhadap Indonesia,” tuturnya.
Waspadai Kondisi Global
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde mengatakan, momentum naiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat menyebabkan kenaikan lebih lanjut dalam kesejahteraan ekonomi dan sosial. Menurutnya, selama dua dekade terakhir, tingkat kemiskinan menurun hampir 40%, harapan hidup meningkat lebih dari 6%, dan jumlah orang yang mengenyam pendidikan sekolah menengah juga naik 250%.
“Pencapaian ini mewakili tren positif di negara-negara ASEAN,” sebutnya.
Lagarde melihat Indonesia dan negara-negara ASEAN telah berhasil menciptakan kelas menengah yang dinamis dan membuka pintu menuju standar hidup yang lebih tinggi bagi jutaan orang. Dengan menghasilkan pertumbuhan yang kuat selama dua dekade terakhir, kawasan ini juga menjadi pendorong utama ekonomi global.
“Kesuksesan ini bukanlah kebetulan. Ini tentang menerapkan kerangka kerja kebijakan yang kuat, menarik pelajaran dari masa lalu, dan merangkul perubahan dan keterbukaan,” ucapnya.
Kendati demikian, Lagarde mengingatkan, lanskap perekonomian saat ini sedang berubah. Dia menggarisbawahi tiga tantangan utama yang harus dihadapi termasuk oleh negara kawasan ASEAN yaitu mengelola ketidakpastian, menciptakan perekonomian yang lebih inklusif, dan menyiapkan revolusi digital.
Ketidakpastian, ujar Lagarde, muncul antara lain dipicu langkah normalisasi kebijakan moneter yang secara bertahap dilakukan oleh negara-negara maju. Menurut dia, volatilitas pasar keuangan baru-baru ini menjadi pengingat bahwa transisi ekonomi yang mendasar sedang berlangsung. Lagarde pun mengingatkan perlunya mewaspadai dampaknya terhadap stabilitas keuangan termasuk prospek arus modal yang mudah berubah.
Dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja tidak cukup. Agar berkelanjutan, model pertumbuhan baru juga harus lebih inklusif.
Lagarde menyebut pentingnya investasi infrastruktur seperti yang tengah masif dilakukan pemerintah Indonesia. Hanya saja, ujar dia, investasi itu harus efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan, dan menciptakan lapangan kerja.
Lebih lanjut, Lagarde juga mengingatkan pentingnya mempersiapkan revolusi digital yang mengubah tempat kerja dan struktur ekonomi di kawasan ini dan di seluruh dunia. Studi McKinsey baru-baru ini menemukan bahwa 60% pekerjaan saat ini akan diotomatisasi. Hal ini patut diantisipasi, misalnya dengan mendorong lebih banyak wirausaha.
Dia menuturkan, model pertumbuhan baru akan bergantung pada berbagai inovasi teknologi seperti kecerdasan buatan, robotika, bioteknologi, hingga teknologi keuangan atau fintech. Dengan lebih dari 1.700 startup, Lagarde memandang Indonesia sebagai ekosistem digital yang dinamis, tinggal bagaimana memanfaatkan revolusi digital ini sebaik-baiknya dengan memperbaikin infrastruktur digital dan membuat sistem pendidikan yang sesuai untuk masa depan.
Senada, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, untuk mendapatkan manfaat ekonomi digital, terlebih dengan populasi penduduk muda, maka perlu dikembangkan infrastruktur pendukung yang menjadikan seluruh wilayah Indonesia lebih terkoneksi.
Di bagian lain, pengamat ekonomi Institute For Develompent of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, PDB Indonesia yang mencapai USD1 triliun per tahun bisa menjadi daya tarik investasi yang semakin besar. Apalagi PDB Indonesia juga ditopang dengan jumlah populasi yang mencapai lebih dari 250 juta penduduk.
Namun, kata dia, masuknya perekonomian Indonesia ke kelompok satu triliun dolar terbilang telat, karena seharusnya sudah terjadi pada lima tahun silam. “Jadi jangan terlalu bangga, ini biasa saja. Kita diuntungkan jumlah jumlah penduduknya besar,” ujar dia.
Bhima menambahkan, level Indonesia yang masuk pada kelompok perekonomian USD1 triliun per tahun tidak akan berdampak signifikan apabila tidak diikuti oleh meningkatknay PDB per kapita masyarakat Indonesia yang saat ini hanya di kisaran USD3.600 per kapita per tahun. Sebagai perbandingan, di negara-negara maju, PDB per kapita per tahunnya minimal USD13.000.
“Kita punya simulai, kalau mau mengejar PDB per kapita pertahun di angka USD13.000, maka pertumbuhan ekonomi dalam negeri harus 11% per tahun. Kalau hanya 5-6% saja kita bisa terjebak dalam middle income trap di 2030,” ujar dia. (Inda S/Dita Angga Rusiana/Oktiani Endarwati)
(nfl)