Dana Desa 2018 Genjot Daya Beli Masyarakat hingga Rp100 T
A
A
A
JAKARTA - Dana Desa yang tahun ini sudah cair sejak Januari diyakini akan memberi efek ekonomi yang luar biasa bagi masyarakat desa. Jumlah Dana Desa yang tahun ini mencapai Rp60 triliun diperkirakan meningkatkan daya beli masyarakat desa hingga Rp100 triliun.
"Dampak peningkatan ekonomi yang luar biasa tersebut terjadi karena adanya keharusan bagi desa untuk menggunakan Dana Desa secara swakelola, di mana mulai tahun ini kami mengintensifkan penggunaan Dana Desa untuk program padat karya," ujar Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Eko Putro Sandjojo di Jakarta, Sabtu (3/3/2018).
"Jadi, nantinya ada 30% dana desa yang dialokasikan untuk program padat karya. Jika ada Rp60 triliun alokasi dana desa, maka Rp18 triliun di antaranya digunakan untuk membiayai program padat karya," jelasnya.
Dana sebesar itu diproyeksikan akan menciptakan 5-6,6 juta tenaga kerja. Para tenaga kerja ini diproyeksikan terlibat dalam berbagai proyek yang dibiaya Dana Desa, seperti pembuatan infrastruktur dasar hingga pengembangan empat program prioritas.
Untuk program padat karya telah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) dari empat kementerian yakni Kementerian Keuangan, Kemendes PDTT, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas. Dalam SKB empat menteri tersebut, salah satu titik tekannya adalah larangan pengunaan kontraktor dalam berbagai program pembangunan di kawasan pedesaan.
Semua proyek pembangunan harus dilaksanakan secara swakelola sehingga dari tenaga kerja, pengadaan bahan material, hingga konsumsi yang digunakan selama pelaksanaan proyek berasal dari warga desa sendiri.
Prinsip swakelola memang menjadi poin yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo dalam penggunaan Dana Desa. Dengan demikian, Dana Desa yang digelontorkan dari pusat benar-benar hanya berputar di desa dan tidak mengalir ke kota. Itulah sebabnya, kata Arief, pengadaan barang dan jasa di desa yang merupakan kebutuhan rutin desa harus semaksimal mungkin bisa dipenuhi sendiri di desa.
"Pengadaan barang dan jasa di desa harus dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan material yang ada di desa semaksimal mungkin. Bukan hanya dari material saja, secara teknis pengerjaan program pembangunan di desa termasuk pengadaan ini juga bakal diprioritaskan kepada desa setempat. Artinya, pekerjaan harus dilakukan dengan SDM dari desa, pengambilan SDM atau material dari luar desa hanya bisa dilakukan jika desa benar-benar tidak memiliki sources yang dibutuhkan," jelas Eko.
"Dampak peningkatan ekonomi yang luar biasa tersebut terjadi karena adanya keharusan bagi desa untuk menggunakan Dana Desa secara swakelola, di mana mulai tahun ini kami mengintensifkan penggunaan Dana Desa untuk program padat karya," ujar Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Eko Putro Sandjojo di Jakarta, Sabtu (3/3/2018).
"Jadi, nantinya ada 30% dana desa yang dialokasikan untuk program padat karya. Jika ada Rp60 triliun alokasi dana desa, maka Rp18 triliun di antaranya digunakan untuk membiayai program padat karya," jelasnya.
Dana sebesar itu diproyeksikan akan menciptakan 5-6,6 juta tenaga kerja. Para tenaga kerja ini diproyeksikan terlibat dalam berbagai proyek yang dibiaya Dana Desa, seperti pembuatan infrastruktur dasar hingga pengembangan empat program prioritas.
Untuk program padat karya telah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) dari empat kementerian yakni Kementerian Keuangan, Kemendes PDTT, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas. Dalam SKB empat menteri tersebut, salah satu titik tekannya adalah larangan pengunaan kontraktor dalam berbagai program pembangunan di kawasan pedesaan.
Semua proyek pembangunan harus dilaksanakan secara swakelola sehingga dari tenaga kerja, pengadaan bahan material, hingga konsumsi yang digunakan selama pelaksanaan proyek berasal dari warga desa sendiri.
Prinsip swakelola memang menjadi poin yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo dalam penggunaan Dana Desa. Dengan demikian, Dana Desa yang digelontorkan dari pusat benar-benar hanya berputar di desa dan tidak mengalir ke kota. Itulah sebabnya, kata Arief, pengadaan barang dan jasa di desa yang merupakan kebutuhan rutin desa harus semaksimal mungkin bisa dipenuhi sendiri di desa.
"Pengadaan barang dan jasa di desa harus dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan material yang ada di desa semaksimal mungkin. Bukan hanya dari material saja, secara teknis pengerjaan program pembangunan di desa termasuk pengadaan ini juga bakal diprioritaskan kepada desa setempat. Artinya, pekerjaan harus dilakukan dengan SDM dari desa, pengambilan SDM atau material dari luar desa hanya bisa dilakukan jika desa benar-benar tidak memiliki sources yang dibutuhkan," jelas Eko.
(fjo)