TPP 11 Bergabung Melawan Proteksionisme Amerika Serikat

Minggu, 11 Maret 2018 - 00:11 WIB
TPP 11 Bergabung Melawan Proteksionisme Amerika Serikat
TPP 11 Bergabung Melawan Proteksionisme Amerika Serikat
A A A
SANTIAGO - Sebelas negara yaitu Australia, Brunei, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Peru, Selandia Baru, Singapura, dan Vietnam resmi meneken revisi perjanjian perdagangan Trans-Pacific Partnership.

Bertempat di Santiago, Cile, mereka memposisikan diri sebagai benteng kritis untuk melawan kebijakan proteksionis Amerika Serikat yang digagas Presiden Donald Trump.

Melansir dari Nikkei Asian Review, Sabtu (10/3/2018), kesebelas negara tersebut jika digabungkan menyumbang 15% dari perdagangan global, berikrar akan memberlakukan perjanjian perdagangan TPP pada tahun ini, lebih cepat dari rencana awal yaitu tahun 2019.

Meski telah direvisi, namun sebagian besar ketentuan dalam pakta perdagangan masih mempertahankan kesepakatan yang ditandatangani pada 2016. Perjanjian baru ini akan berlaku 60 hari setelah enam anggota meratifikasi kesepakatan. Cile, Peru, Selandia Baru, Jepang, dan Meksiko sangat ingin menyelesaikan proses itu tahun ini. “Vietnam juga akan melakukannya,” kata sumber pemerintah Jepang.

Menteri Luar Negeri Cile, Heraldo Munoz, mengatakan TPP 11 muncul “sangat tepat waktu” di tengah tekanan proteksionisme yang bisa menyebabkan perang dagang. Mereka seolah menjawab tarif impor baja sebesar 25% dan tarif impor aluminium 10% yang diterapkan oleh Trump.

Menteri Perdagangan dan Industri Vietnam, Tran Tuan Anh mengatakan penandatangan yang menentang proteksionisme ini akan diikuti oleh beberapa negara lain di waktu mendatang.

Para menteri yang hadir mewakili anggota TPP berujar, sejumlah negara berminat untuk bergabung. Diantaranya Korea Selatan, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Taiwan, dan kabarnya Kolombia dan Inggris akan turut bergabung.

Korea Selatan dikabarkan tertarik bergabung melawan tren proteksionisme, karena khawatir tarif impor Amerika akan merugikan industri baja mereka. Meski demikian, Korsel menyatakan meminta beberapa klausul tambahan atas kesepakatan di atas. Surat kabar Korsel, Chosun Ilbo dalam sebuah artikel yang ditulis secara online, mendesak Seoul untuk lekas bergabung dengan TPP dalam upaya melawan proteksionisme.

Filipina memandang kesepakatan tersebut sebagai cara untuk tidak ketinggalan dari Vietnam, anggota TPP yang telah mencapai kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa.

Sedangkan Kolombia, anggota blok perdagangan Aliansi Pasifik, kemungkinan akan menjadi anggota TPP ke-12. Tidak ingin ketinggalan dari Cile, Meksiko, dan Peru, Kolombia khawatir jika tidak gabung akan tertinggal dalam hal akses pasar bagi produk pertaniannya.

Di Washington, Amerika Serikat, lebih dari 20 senator asal Partai Republik, termasuk Ketua Komite Keuangan Orrin Hatch, mengirim surat kepada Trump untuk bergabung kembali dengan TPP. Amerika sendiri merupakan salah satu negara pemrakarsa TPP, namun pada Januari 2017 memilih hengkang seiring terpilihnya Trump sebagai presiden.

Mereka meminta Trump untuk baikan, karena wilayah konstituen Partai Republik AS umumnya daerah pertanian dan peternakan. Mereka khawatir, tarif impor Trump akan mendapat balasan dan menghambat penjualan produksi pertanian dan peternakan mereka. Selain itu, jika tidak gabung, mereka tidak akan mendapat keuntungan dari zona tarif rendah yang diterapkan TPP.

Industri susu Amerika bisa kalah bersaing dengan produsen susu utama dunia, Australia dan Selandia Baru. Karena anggota TPP pasti memilih mengimpor keju dan mentega dari Australia, juga daging sapi asal Selandia Baru dan Kanada. Hal yang menjadi tantangan besar bagi ekspor AS, terutama bila Washington tetap memilih bersikap dingin.

Efek dari tarif impor baja langsung terasa. Saat ini, harga baja lembaran di AS naik 20% lebih tinggi dari rata-rata global. Namun, Trump mengatakan penerapan ini demi melindungi kepentingan nasional, yaitu industri baja dalam negerinya.

Menurut perusahaan konsultan Trade Partnership, tarif impor yang dikenakan Trump justru bisa melindungi industri logam mereka. Dan diproyeksikan bisa menyerap 30 ribu tenaga kerja di sektor logam. Dan efek dominonya berdampak pada industri lainnya, seperti otomotif dan konstruksi, sehingga bisa menyerap 146 ribu tenaga kerja.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9129 seconds (0.1#10.140)